Share

Bab 2. Chat Mesra di W******p Deva

Bab 2. Chat Mesra di W******p Deva

“Alisya!” Deva meninggikan suara.  

Alisya sempat tersentak kaget. Dia yang seharusnya meninggikan suara karena marah, tetapi Deva yang malah membentak.

“Kamu jangan seperti anak ABG, dong! Sudah tua kok masih saja cemburuan! Malu sama umur!” sungut Deva  lagi.

Itu hanya untuk  menutupi perasaan yang sesungguhnya. Sebenarnya dia juga sangat terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa salah sebut nama. Kenapa dia bisa menyebut nama Sonya, mantan istri yang sangat dibencinya itu.

“Tidak, aku tidak sedang cemburu. Dan aku  yakin aku tidak salah dengar. Tolong jelasin, kenapa tiba-tiba Mas ingat Sonya?  Apakah itu ada hubungannya dengan pembicaraan Mas ditelpon tadi?” Elma tak mau mengalah kali ini. Masalah ini tak bisa dianggap sepele.

“Pembicaraan apa maksudnya? Sudahlah, yang penting aku tidak ada menyebut nama Sonya!” Deva bertahan.

“Tadi aku sempat dengar saat Mas sedang telponan dengan seseorang. Mas bilang mulai bosan. Dan Mas juga bilang bekas istri orang. Apa maksudnya, Mas?  Dengan siapa Mas tadi telponan? Dengan Sonya? Kok, bisa? Bukankah sudah sangat lama dia menghilang dari kehidupan kita? Dia bahkan tengah menjalani hukumannya di penjara sana,” cecar Alisya masih mendongkol.

“Dia baru keluar dari penjara.” Tak sadar, Deva bergumam.

“Apa? Dia … dia sudah  keluar dari penjara … dan Mas tahu info tentang dia?” seru Alisya dengan kedua mata membulat sempurna.

Deva terperanjat. Bagaimana bisa dia keceplosan lagi.

Alisya juga semakin kaget. Bukankah masa tahanan Sonya harusnya enam tahun? Sonya menjalaninya baru lima tahun. Kenapa Sonya bisa bebas? Yang lebih mencurigakan, bagaimana bisa suaminya tahu tentang status  Sonya. Deva tahu kalau perempuan itu telah keluar dari penjara. Bahkan Deva menyebut namanya, saat  mereka usai  bercinta. Pria itu  mengucapkan terima kasih dengan ekspresi  penuh kepuasan.

Apa maksudnya? Terima kasih untuk apa?  Terima kasih sebagai ungkapan  karena telah mereguk rasa  puas? Bukankah seharusnya  ungkapan itu untuk Alisya? Lalu, kenapa  malah dia ucapkan untuk Sonya. Apakah Deva telah berhalusinasi kalau wanita yang telah  dia rengkuh tadi adalah mantan istrinya?

Alisya mersakan kepalanya berdenyut. Betapa dia ingin memaksa Deva untuk berkata jujur. Curiga dan sakit hati mengaduk perasaan.  Namun, untuk saat ini dia tak bisa berbuat apa-apa.  Deva  pasti  mengelak. Dia  menuduh Alisya yang salah dengar ucapannya.

“Duh!” keluh wanita itu meraba pelipis yang  tiba-tiba berdenyut hebat.

“Sudahlah, jangan dipikirin lagi! Yang penting aku tidak ada menyebut namanya. Kepikiran pun tidak pernah!” sergah Deva  sembari meraih selimut tipis, lalu menutupi tubuh bugil mereka.

Alisya bergeming. Lidah terasa kelu.  Kenyataan ini,  begitu  sulit untuk  dia cerna.

“Sudah! Sini, Sayang!” Deva melunak juga akhirnya. Pria itu meraih bahu Alisya lalu membawanya ke dalam dekapan.

“Istriku ini  sepertinya  sedang begitu kelelahan. Makanya jadi ngawur ngomongnya. Bobok, ya! Besok kita harus ke kantor, ada meeting penting dengan client, bukan?” bujuknya dengan nada lembut tapi memaksa.

Seperti biasa, ucapan Deva adalah perintah. Watak diktatornya tak juga sirna.  Alisya terpaksa diam dan patuh. Mencoba untuk percaya, bahwa dia hanya salah dengar saja. Bukan  salah sebut nama.

Wanita itu  memaksa mata untuk terpejam, akhirnya terlelap dalam kepasrahan hingga pagi menjelang.

**

Bunyi alarm membangunkan Alisya pagi ini. Segera dia beringsut turun dari atas ranjang, Membersihkan diri di kamar mandi, melaksanakan mandi junub sebagaimana yang seharusnya.  Dinginnya air  membelai kulit tubuh, membuat gigil mendera. Rambut sepunggung dia basahi di bawah cucuran shower.

Rutinitas mandi sudah selesai,  Alisya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dibungkus handuk. Berjalan pelan menuju ranjang big size, di mana Deva masih terlelap.  Alisya naik ke atas ranjang, lalu duduk tepat di samping Deva. Sepertinya Deva tertidur begitu lelap. Bibirnya menyungging senyum, pria itu tengah  hanyut  di alam mimpi.  Mimpi manis yang teramat indah untuk diakhiri.

Sebenarnya Alisya  tak tega membangunkan sang suami kembali ke dunia nyata. Namun,  dia harus melakukannya. Sebab waktu untuk melaksanakan ibadah Subuh sangat terbatas. Sementara sang Imam masih tertidur pulas.

Tangan Alisya mulai terangkat, jemarinya hendak membelai wajah tampan itu. “Mas –“

“Sayang! Terima kasih! Ya  ….”

Gerakan dan panggilan Alisya terhenti. Mata indah dengan alis tebal terukir rapi itu  mengerjab. Alisya menajamkan pendengaran, berusaha menangkap igauan samar yang terucap di bibir Deva.  Wajah terang Deva terlihat makin tampan dengan senyum semringah di kedua sudut bibirnya. Begitu indahkah mimpinya? Lalu, siapa  yang dia panggil ‘Sayang’ dalam mimpi itu? Dirinyakah? Atau ada nama lain? Atau … Sonya?

Alisya  mulai sibuk menerka-nerka. Perasaanya kembali gundah seperti tadi malam. Saat Deva salah menyebut nama usai mereka bercinta. Namun segera dia tepis.  Deva sangat mencintainya. Tak akan ada nama lain di hatinya, selain nama Alisya. Begitu Alisya  menenangkan hati dan pikirannya.

“Mas! Bangun, yuk!” Alisya membelai lembut pipi Deva.

“Emh!” Pria itu menggeliat, lalu pelan-pelan membuka kelopak mata yang tertutup rapat. “Jam berapa, sih? Enak banget tidurnya, bentar lagi saja aku bangun, ya!” pintanya  kembali mengulet sambil memeluk bantal guling.

“Jam enam kurang, Mas! Kita harus sholat, kan? Ayolah, nanti waktunya habis, lho! Bangun, dong!”

“Entar, nanggung banget mimpinya tadi, aku belum sampai tadi, kamu malah bangunin. Jadinya pening kan, kepalaku!” gerutu Deva dengan mata kian terpejam.

“Pening? Memangnya Mas Deva mimpi apa? Kok,  belum sampai, maksudnya apa?”

“Mimpi manjat!”

“Manjat apa?”

“Manjat gunung!”

“Ya, Allah. Untung gak kepleset jatuh, Mas! Udah, sekarang bangun, mandi, lalu sholat! Ayo!” Alisya menyibak selimut yang menutup tubuh Deva.

“Iya … iya!” Deva beringsut turun dari ranjang, langsung menuju kamar mandi dengan langkah masih limbung.

Alisya tak tahu gunung apa yang sedang  aku panjat di dalam mimpiku tadi. Dan jika aku beritahu, bisa terjadi perang dunia ketiga di rumah ini. Hem, lebih baik aku  diam saja. Deva bermonolog  menahan hasrat yang gagal tersalur lewat mimpi indahnya. Pria itu lalu mengguyur seluruh tubuh  di bawah pancuran shower.

Alisya merapikan tempat tidur sembari menunggu Deva selesai mandi.  Tangannya menyentuh sesuatu di balik bantal Deva. Segera Alisya meraihnya.

Tak biasanya Deva membawa ponsel sambil tidur. Apakah dia masih berhubungan dengan client  sampai larut malam? Atau sesuatu tengah disembunyikan Deva darinya. Alisya harus mencari tahu.

Alisya menyalakan ponsel, memasukkan kata sandi yang yang biasa. Sedikit lega, karena ternyata Deva tak merubah kata sandi di ponselnya. Artinya, Deva tak berubah, tak ada rahasia seperti dugaannya. Sebuah pesan tiba-tiba masuk.

[Selamat pagi, akhirnya kamu  online juga. Gimana hari ini? Aku bisa lepas kangen enggak?]

Pesan itu diakhiri dengan emoticon kiss tiga buah.

******

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yayu Tinah
siapa dia yang pagi pagi dah ngajak kangen kangenan lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status