Share

Bab 8. Jebakan Dalam Chat Mesra

Bab 8. Jebakan Dalam Chat Mesra

“Aku milik Mas Deva! Kita nikah, ya, Mas! Tolong miliki aku!” Sonya merengek seraya meneteskan air mata.

“Maaf, Sonya. Tolong jangan menangis! Permintaanmu sangat berat untukku. Aku tidak bisa penuhi itu. Sebaiknya kamu pulang! Aku ada meeting setengah jam lagi,” bujuk Deva. Bujukan itu justru membuat tangis Sonya pecah.

Alisya merasa sedikit lega mendengar jawaban Deva.

“Jangan menangis, dong! Kamu tahu ‘kan watakku? Aku paling tidak suka melihat perempuan menangis. Kau tentu belum lupa itu!” sergah Deva mengingatkan Sonya.

“Ya, aku akan coba untuk tidak menangis. Tapi aku sangat kecewa dengan jawaban kamu, Mas.”

“Maaf, ini, hapus air matamu!” Deva mengulurkan beberapa lembar tisyu. Sonya menerima dan segera menyeka mata basahnya.

“Lalu, apa artinya chat kita selama ini, Mas?” lirihnya kemudian.

“Chat? Hem, maksud kamu, chat yang mana?” Deva menautkan kedua alis tebalnya.

“Chat mesra yang setiap malam kita lakuin, itu maksud Mas Deva apa? Hanya sebatas chatkah?”

“Maaf, Sonya, aku tidak paham maksud kamu apa?”

“Contohnya tadi malam, kita ngobrol panjang di hape. Lalu tiba-tiba Mas matiin. Mas bilang karena ada Alisya masuk kamar. Lalu kita sambung lewat chat sampai tengah malam.”

“Ya, ternyata kita sama sama nyaman saling berbalas chat. Lalu masalahnya di mana? Apakah karena kita sering berhubungan lewat chat, lalu aku berkewajiban menikahi kamu, begitu?”

“Chat itu bukan chat biasa. Kita bermesraan, Mas. Mas Deva menyentuhku, menyentuh seluruh tubuhku meski itu  tidak secara nyata. Meski hanya lewat kata-kata. Bahkan Mas Deva minta aku fotoin, kan? Aku penuhin keinginan Mas. Aku foto bagian tubuhku yang Mas Deva minta. Aku tau Mas Deva menikmatinya? Meski hanya lewat Foto.”

“Cukup Sonya, tolong pelankan suaramu! Gak enak didengar orang.” Deva sontak kaget. Dia tak menyangka kalau Sonya ternyata mengungkit chat yang mereka lakukan hampir setiap malam akhir-akhir ini.

Alisya tentu saja lebih kaget. Baru saja dia manarik napas lega karena Deva menolak ajakan Sonya untuk rujuk. Tapi detik berikutnya dia dikagetkan dengan pernyataan Sonya. Ternyata hubungan mereka sudah sejauh ini. Mereka sudah berhubungan begitu  intim meski hanya lewat chat.

‘Astaga! Mas Deva, kenapa kau berubah? Sejak kapan kau berubah menjadi manusia rendah! Kau telah berzinah, Mas! Meskipun hanya lewat chat mesra, itu sama saja dengan zina hati! Kau sudah berselingkuh! Kau berselingkuh meski hanya lewat chat!  Hari ini  bahkan kalian sudah bertemu! Esok lusa mungkin saja kalian beneran berselingkuh secara fisik! Atau bahkan bisa saja kau terpengaruh, lalu diam-diam kau rujuk dengan Sonya! Kau jahat, Mas Deva!’ pekik Alisya, menjerit tanpa suara.

Betapa Alisya ingin bangkit sekarang, lalu menyerang kedua manusia pezina itu. Tetapi, kakinya tak bisa digerakkan. Tubuhnya bagai kehilangan kekuatan. Terkejut dan kecewa yang datang bersamaan membuat wanita itu kehilangan tenaga.  Seluruh tubuhnya lemas, semua persendian bagai berlepasan. Alisya luruh, telungkup di atas meja café. Meja yang  berada tepat di seberang meja Deva. Hanya sebuah tanaman hias berdaun rimbun yang menjadi penghalang.

“Maaf, Ibu. Ibu sakit?” Seorang pramusaji menghampri Alisya.

“Tidak, saya hanya mengantuk, sebentar saja saya istirahat sambil telungkup seperti ini!” ucap Alisya dengan suara pelan, khawatir terdengar oleh Deva dan Sonya.

“Baik, Ibu, kalau ada masalah segera bilang ke kami, ya!”

“Ya, terima kasih!”

Pramusaji itu berlalu, Alisya kembali fokus mendengarkan pembicaraan  di seberang meja.

“Aku minta maaf, karena telah lancang memintamu foto-foto seperti itu.  Tapi sebenarnya, kau juga yang memancing, bukan? Jangan tersinggung, Sonya, sebenarnya aku tak akan terpengaruh, jika bukan kau yang memancingnya.”

“Ya, aku ngaku. Aku yang memulainya. Tapi itu aku lakuin karena aku rindu sama kamu.  Aku teringat saat bersama Mas Deva dulu. Dan jujur, hingga detik ini tak ada siapapun yang melakukan hal seperti itu denganku selain kamu, Mas.”

“Ya, aku percaya.”

“Apakah Mas Deva tau, apa yang aku rasakan setiap kita berbalas chat seperti itu? Aku menderita, Mas. Aku harus menahan hasrat itu sendirian. Sedangkan kamu? Kamu bisa lampiasin sama Alisya. Aku cemburu! Mas janji ke aku, bahwa suatu saat nanti, mungkin kita akan praktekin langsung. Gak cuma di chat, sekarang aku tanya, kapan Mas akan penuhi janji itu?”

“Maaf, Sonya. Sepertinya obrolan kita sudah terlalu jauh ini. Sebaiknya kita sudahi saja!”

“Kenapa Mas Deva menghindar? Kalau di dalam chat Mas begitu menggebu-gebu! Kenapa saat bertemu begini Mas malah seolah menghindar?”

“Sonya, aku sudah bilang dari awal, alasan kita bertemu ini karena kau ingin membicarakan tentang Tasya putri kita. Kenapa malah jadi ngelantur?”

“Nggak ngelantur! Aku hanya menyambung obrolan kita di chat.”

“Tolong jangan bahas masalah obrolan di chat saat kita bertemu seperti ini, ok! Kita udah sepakat bahwa obrolan di chat tinggal di chat.”

“Lho, kenapa jadi begitu? Kalau di hape malah gak terbatas, kan, ngobrolnya.  Kalau bertemu begini, kita bisa leluasa mengungkapkan segalanya, Mas!”

“Ok, baik. Sekarang kau mau apa?”

“Aku mau menagih janji Mas Deva. Mas janji ke aku bahwa Mas akan praktekin semua pembicaraan kita di chat.”

“Kamu ngawur! Itu hal yang tak mungkin aku lakuin. Itu sama saja kau mengajak  melakukan zina.”

“Aku gak ngajak Mas berbuat zina. Aku mau Mas nikahin aku, supaya tidak zina!”

“Ok, sekarang sudah jelas semua. Ternyata selama ini kau sengaja menjebakku. Kau giring obrolan di chat hingga menjurus ke arah itu. Tanpa sadar aku masuk ke dalam perangkapmu. Kuiyakan semua keinginanmu, termasuk  janjiku bahwa aku akan memenuhi hasratmu secara nyata, bukan hanya di dalam chat. Lalu, sekarang kau datang menuntut janji itu! Begitukan?”

“Aku tidak menggiringmu, Mas! Kita saling chat itu atas dasar suka sama suka! Aku tak pernah bermaksud menjeratmu!”

“Kau ternyata belum berubah Sonya! Aku salah duga. Kukira  setelah mendekam selama lima tahun di penjara, kau sudah berubah waras. Ternyata penampilan fisikmu saja yang berubah, tapi otak dan isi kepalamu masih saja licik! Maaf, Sonya, sekarang juga aku tegaskan, jangan pernah hubungi aku lagi! Maaf, aku terpaksa blokir nomormu! Permisi!”

Deva langsung berdiri dan melangkah cepat meninggalkan Sonya.

“Ok, silahkan kau blokir nomorku. Tapi, semua chat kita selama ini tak akan pernah bisa kau hapus, Mas. Aku menyimpan semuanya. Dan aku akan tunjukkan ini kepada Alisya!” teriak  Sonya mengancam. Teriakan itu menyita perhatian seluruh pengunjung café.

Deva tersentak kaget. Langkahnya terhenti, pria itu langsung berbalik.

“Perempuan sial! Sini hape kamu! Aku akan hancurkan hapemu! Siniin!” Deva merebut ponsel di tangan Sonya.

“Tidak bisa, Mas! Kau tidak punya pilihan lain selain menikah denganku! Aku janji akan tutup mulut! Alisya tak akan tahu hubungan kita!” Sonya mempertahankan ponselnya. 

Suasana cafe yang tenang, kini berubah tegang. Para pengunjung hanya menonton dari meja masing-masing. Pegawai café memohon agar Deva dan Sonya menjaga ketenangan.

“Kau tak boleh mengirimkan chat itu kepada Alisya! Sini hape kamu!” Deva tetap berusaha merebut ponsel Sonya.

“Tidak akan kukirim asal  Mas janji nikahi aku!” ancam Sonya tak mau mengalah.

“Ok, cukup! Angap saja chat mesra kalian sudah  sampai ke aku!” teriak Alisya  mengangetkan keduanya.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status