Share

37. Harga Diriku

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 15:29:07

Setelah lagu ulang tahun selesai dinyanyikan, Richard memberikan kata sambutan. Ia memperkenalkan cucunya. Sembari menggendongnya, dia menjelaskan kalau selama ini cucunya tidak mungkin bisa sehat dan bahagia tanpa jasa ibu susunya.

“Ibu Livy… sini.” Richard memanggil Livy.

Livy pun panik. Ia sendiri tidak percaya diri dengan penampilannya yang seksi.

Richard pun sebenarnya ragu, tetapi dia tetap harus memperkenalkan wanita yang telah dianggap berjasa.

Livy perlahan berjalan mendekati keluarga Wisley. Dia menyatukan kedua telapak tangannya untuk memberi salam pada seluruh undangan.

Kay bisa menangkap beragam komentar dari para undangan setelah melihat Livy.

“Wah… itu Ibu Susunya? Cantik sekali?”

“Tapi bukan dia kan yang akan menjadi calon istri Pak Kay?”

“Terlihat seperti wanita tidak benar… Penampilannya saja seperti itu.”

“Itu Ibu Susu atau lebih haha…”

“Yakin cuma menyusui Baby Albern?”

Suara-suara sumbang itu terdengar berbisik-bisik. Bahkan Livy juga mendengarnya. Ia merasa malu.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
dasar Jenna wanita ular. kasian bgd livy, kata aku mah mending udahan jadi ibu susu nya ... .. kasian sih kasian ke albern, tapi harga dirimu itu loh udh gg ada di mata mereka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   139. Kay Tidak Pulang, Kemana?

    “Pa… sudahlah. Papa jangan terlalu bawa pikiran ya? Ingat kondisi Papa. Kata dokter jangan berpikir yang berat-berat. Soal aku dan Kay, setiap rumah tangga pasti ada masalahnya kan?” lirih Livy, mencoba menguatkan diri.Richard malah tersenyum simpul. “Untuk kalian, Papa sama sekali tidak pernah merasa berat. Justru kalian lah obat untuk Papa. Kalian jangan lama-lama ya seperti ini?” bujuk Richard.Livy memang meresponsnya dengan anggukan, tapi di dalam hati, dia menyerahkan keadaan pada Kay. Harusnya, dia sebagai suami lebih peka lagi.Waktu berjalan. Udara sejuk sore itu perlahan berubah dingin, menambah nuansa sepi di dalam rumah besar yang biasanya hangat oleh tawa Albern dan suara Kay.Namun, sore itu berbeda. Mobil Kay belum juga terparkir di pelataran. Garasi kosong, membuat Livy diam-diam melirik ke arah jendela beberapa kali saat menemani Albern bermain balok kayu di ruang keluarga.“Papanya Al belum pu

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   138. Perang Dingin dan Pengabaian

    “Maksud kamu?” tanya Kay.“Aku lelah, Kay! Kamu terlalu terobsesi!” Livy langsung meninggalkan Kay begitu saja.“Livy! Livy!” panggil Kay dengan nada suara yang sedikit lebih keras.Livy sama sekali tidak menoleh. Ia pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum untuk Richard.Samar-samar, Richard mendengar perdebatan mereka yang berada di depan kamarnya. Walaupun dia tidak dengar persis apa yang mereka bahas. Hal itu membuatnya merasa bersalah. Pikiran, apa mungkin dia terlalu menyusahkan hingga membuat masalah di antara mereka?Kay kembali masuk ke dalam kamar.“Pa, aku sudah telepon Dokter. Sebentar lagi dia pasti akan datang. Ap yang Papa rasakan?” tanya Kay, dengan perhatian.“Papa, baik-baik saja. Cuma mudah lelah saja,” jelasnya. Ia malah bergantian bertnya.“Ada masalah apa kaamu sama Livy?” tanyanya.“Ah itu… Pa…”

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   137. Tidak Ingin Hamil!

    Keesokan HarinyaPagi itu Livy terbangun. Dia menyadari Kay masih tertidur. Bahkan suaminya itu masih memeluk pinggangnya. Namun tak lama, Kay pun terbangun. Di menatap wajah istrinya. “Pagi Sayang…” ucapnya serak, khas suara bangun tidur.“Pagi Sayang…” Livy membelai pipi Kay.Kay malah langsung memeluknya. Dia mengusap lembut punggung Livy, membenamkan wajahnya di rambut sang istri sambil menciuminya pelan. Suasana begitu tenang, begitu hangat… rasanya sempurna.Livy tersenyum kecil, masih setengah mengantuk. Ia membiarkan Kay membelai pipinya, kemudian mencium sudut bibirnya. Dunia seperti hanya milik mereka berdua. Pembahasan kecil tadi malam, seakan berlalu dan menghilang ditelan malam.Namun, momen hangat itu pecah seketika saat Kay berbisik dengan nada menggoda namun mengandung dorongan halus yang tak bisa disangkal, “Sayang… sepertinya kamu belum datang bulan, kan? Kenapa nggak sekalian test pack hari ini?”Livy terdiam. Senyumnya langsung memudar. Ia menarik diri sedikit, men

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   136. Satu Tahun Kemudian

    1 Tahun Kemudian.Waktu berlalu seperti malam dingin yang berubah menjadi pagi hangat yang cerah. Terasa begitu cepat. Rumah besar yang dahulu terasa sepi dan berat kini penuh canda tawa dan suara langkah kaki Albern yang berlarian, naik turun tangga.Albern, yang kini berusia dua setengah tahun, tumbuh menjadi anak yang aktif dan penuh rasa ingin tahu. Senyumnya mudah merekah, dan tawa kecilnya menjadi musik yang menyemarakkan hari-hari Kay dan Livy.Kay semakin sibuk dengan perusahaannya, namun ia selalu berusaha untuk pulang tepat di sore hari. Menemui istri yang selalu membuatnya rindu dan anaknya yang semakin hari semakin cerdas dan banyak tahu.Livy pun tetap setia berada di sisi anak itu, dengan kasih sayang yang tidak pernah berkurang sedikit pun sejak pertama kali Albern menyebutnya "Mama". Ia juga bahagia. Karena pria yang dicintainya untuk pertama kali sekarang benar-benar menjadi kehidupannya.Sementara Richard, mulai terlihat lebih sering duduk dan tertidur di kursi malas

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   135. Terlambat Bangun

    Matahari menyusup malu-malu di balik tirai kamar yang belum sepenuhnya terbuka. Udara pagi menyelinap dengan aroma embun dan bunga dari taman kecil di halaman belakang.Kay membuka matanya perlahan. Di sebelahnya, Livy masih terlelap. Tubuh seksi itu masih tertutup selimut, napasnya masih tenang. Kay tersenyum, menatap wajah istrinya yang begitu dekat. Dekat dalam jarak juga perasaan.Bukannya bangkit dan bangun, Kay malah lanjut tidur dan memeluk Livy semakin erat. Sampai pagi yang awalnya masih gelap kelabu sudah menjadi terang.Sementara itu di kamarnya, Albern sudah terbangun. Anak itu tidak menangis, hanya saja dia mencari ibunya, Livy. Untungnya ada Bibi Eden yang bisa menenangkannya.Richard yang sedang membaca berita pagi dengan secangkir teh, heran melihat cucunya yang mendatanginya ke ruang tengah.“Kamu cari Mam?” tanya Richard.Albern mengangguk.Richard tersenyum. Sekilas dia menatap ke lantai atas. Belum ada pergerakan dari dua orang yang sudah sah menjadi suami istri it

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   134. Lelah dalam Pelukan

    Mata mereka kembali bertemu. Hidung sudah bersentuhan. Perlahan, Kay memejamkan mata. Begitu juga dengan Livy.Kecupan yang begitu lembut dan lekat terjadi antara mereka. Berlangsung lama. Keduanya benar-benar menikmati.“Padahal… ini bukan kali pertama, Livy. Tapi, aku sangat grogi…” lirih Kay, saat menjeda aktivitas mereka tersebut.Livy tersenyum. Pipinya sudah sangat merah. Begitu pun bibirnya yang seakan habis dilahap Kay.“Kamu tidak mau mematikan lampu? Ini terlalu menyilaukan mata,” bisik Livy.Kay tersenyum. Ia tahu Livy lebih suka suasana temaram dan hangat. Ia pun beranjak dan mematikan lampu utama kamar. Menyisakan lampu kamar yang cahayanya hangat.Livy duduk di sisi ranjang, menunduk, jari-jarinya saling menggenggam. Helaan napasnya terdengar berat namun teratur, seperti sedang menenangkan badai kecil di dadanya.Kay juga mengunci pintu kamar, lalu berjalan mendekat tanpa suara. Ia duduk di samping Livy, menatap wajah istrinya yang kini tampak lebih tenang… namun gugup y

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   133. Sekujur Tubuh yang Meremang

    “Ha? Ti- tidak… Bu- bukan begitu. Aku turun karena khawatir pada Albern. Dari tadi waktunya sangat sedikit dengan kita karena kita sibuk menyambut tamu,” jelas Livy beralasan.Kay menahan senyum. Lalu mengangguk. “Ohhh…” ucapnya panjang.Waktu berjalan… Albern pun telah bangun. Livy mengurusnya seperti biasa. Memandikannya dan bersiap untuk makan malam.Makan malam pertama sebagai pasangan suami istri berlangsung dalam keheningan yang aneh. Agak canggung dan kaku. Padahal biasanya tidak seperti itu. Tidak ada kesalahan, tidak ada perdebatan. Tapi, diam dan kikuk.Kay dan Livy duduk berdampingan untuk pertama kalinya malam itu, bukan lagi berhadapan seperti sebelumnya. Jarak mereka dibatasi oleh Albern yang duduk di tengah. Tapi justru karena bersebelahan dan sama-sama menatap ke arah Albern, mata mereka malah sering bertemu.Kali ini kata-kata terasa tertahan di tenggorokan. Biasanya, mereka akan membahas Albern, membahas masakan yang disukai anak itu, atau sekadar berbagi tawa ringan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   132. Takut Malam Pertama?

    Tepat sebelum tangannya itu menyaantuh punggung Livy, Livy menoleh.“Ahm ya su- sudah…” ucap Kay gugup, langsung menyembunyikan tangannya ke belakang tubuhnya.“Aku… mandi dulu,” ucap Livy kemudian.Kay hanya mengangguk.Begitu Livy masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, Kay duduk di sofa.Dia mengusap wajahnya. Ia menutup mulutnya dengan kepalan tangannya. ‘Kenapa rasanya sangat canggung?’ batinnya bingung. Padahal, mereka sudah pernah terlalu jauh. Tapi, kali ini terasa benar-benar berbeda. Jantungnya berdebar sangat cepat. Panas menjalar di sekujur tubuhnya.Sementara itu di dalam kamar mandi, Livy berdiri di balik pintu. Belum juga bergerak. Air hangat belum dinyalakan. Ia menatap wajahnya di cermin masih dalam kebisuan.‘Aku kenapa?’ batin Livy. Bukan karena dia baru pertama kali ke kamar mandi itu, tapi ia merasa ada yang tidak biasa di dalam hatinya. Canggung, gugup, padahal itu bukaan kali pertama.Tak lama, suara ketukan lembut terdengar dari luar. Malah membuat Livy menj

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   131. Janji Suci - SAH

    Hari yang ditunggu itu pun tiba.Livy dan Kay akan mengucap janji suci mereka.Tidak ada keramaian yang berlebihan, tidak ada hiruk-pikuk pesta besar. Hanya musik klasik yang mengalun lembut, tawa hangat keluarga, dan degup jantung dua orang yang telah memutuskan untuk saling menggenggam selamanya. Ya, selamanya. Setelah semua badai dan perpisahan yang mereka alami.Livy mengenakan gaun putih sederhana dengan lengan renda dan detail bunga di pinggangnya. Rambutnya ditata setengah sanggul, dihiasi jepit perak pemberian Richard.Richard menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Kamu… cantik sekali, Livy. Sangat cantik!”Livy memeluk pria tua itu erat. “Terima kasih, Pa. Untuk semua yang Papa lakukan… yang membuat aku tetap kuat dan merasa hidup.”“Yah! Ayo… Papa antar kamu untuk Kay,” ucap Richard.Haru memenuhi hati Livy. “Hati Papa sebenarnya terbuat dari apa?” lirihnya.Richard hanya tersenyum.Kay sudah berdiri lebih dulu di altar yang berada di taman. Ia membalik badan saat Livy melang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status