Share

89. Maaf dari Livy

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-23 21:04:13

Setelah lama di pemakaman, hening, diam tanpa sanggup membahas semuanya kembali ke belakang, akhirnya Kay beranjak. “Kita pulang?” tanyanya.

Suaranya masih serak, khas suara baru selesai menangis, atau memendam kepedihan yang tak terungkapkan.

Livy pun beranjak, tanpa menjawab, tanpa menatap Kay. Dia melangkah lebih dulu, meninggalkan Kay beberapa langkah di belakangnya. Ada banyak hal yang disesalkan, tetapi tak berguna untuk diungkapkan kembali. Membuatnya masih menitikkan air mata. Tangannyaa pun sibuk menepisnya.

Kay melihat kalau Livy juga tidak dapat membendung air matanya. Andai saja dia bisa memeluk, menenangkannya seperti yang sering dia lakukan dulu. Namun, semua itu tinggal kenangan, bayang-bayang semu yang tak tahu apa mungkin akan terulang. Tangannya serasa tak akan sampai, meski Livy tepat berada di depannya.

Livy masuk ke dalam mobil. Tepat setelah Kay bergerak cepat membukakan pintu untuknya. Ia duduk diam dan keheningan kembali menguasai mereka.

Perjalanan mereka sama
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   142. Berakhir di Tempat Tidur

    Livy menoleh. Dia tidak bertanya dan tidak bersuara.Kay juga menatapnya, mencoba tersenyum lalu menganggap tidak terjadi apa-apa. Perlahan dia melepas tangan Livy saat ia harus menggenggam sendok dan garpu di atas meja.Livy masih terdiam. Ada rasa bingung. Namun, dia pun melihat dengan jelas kalau Kay tersenyum padanya. Karena canggung, dia pun menyelipkan beberapa helai rambutnya yang jatuh ke pipinya, ke belakang telinga.Kay meliriknya lagi. “Masih mengenai wajahmu?” tanyanya, bersiap ingin menjepit kembali rambut Livy.“Ah, tidak tidak. Sudah sudah,” jawab Livy canggung.“Oh oke,” jawab Kay lembut.Richard memperhatikan mereka. Dia ingin tersenyum tapi seperti paham keadaan dia tidak ingin meledek apapun hari ini. Dia hanya berharap kalau keduanya akan baik.“Oh ya Pa, aku rasa hari ini aaku tidak jadi ke kantor. Kalau Papa butuh apa-apa, beri tahu aku saja,” jelas Kay.Richard mengangguk. “Ohh ya, oke,” jawabnya ringan.Livy yang menatap piringnya terdiam sejenak. Ia heran, ken

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   141. Genggaman Erat di Bawah Meja

    Sebelum tiba di kamar Albern, Livy menyudahi tangisnya. Ia kembali mengatur ekspresi dan napasnya. Dia tidak ingin anaknya yang semakin cerdas dan peka, mempertanyakan kenapa dia terlihat bersedih. Apa yang akan Livy jawab? Apalagi yang membuatnya seperti itu adalah Kay, ayah Albern.“Halo anak Mama! Jagoan Mama sudah bangun! Selamat pagi!!!” sapa Livy semangat memasuki kamar Albern saat menyadari anaknya itu baru saja berbalik, mengulet dan membuka mata.“Mama… pagi…” sapa Albern. Seperti orang dewasa yang mengingat lekat, Albern pun bertnya tentang ayahnya. “Mana Papa Ma?” tanyanya, sambil meruncingkan mulut dan menguap.“Papa ada di kamar, Sayang. Hmmm mungkin sedang istirahat karena semalaman Papa sibuuk…” jelasnya lembut.Anak itu segera turun dari tempat tidur.“Ayo kita ke kamar mandi ya? Al mau pipis?” bujuk Livy, sebagaimana rutinitas mereka setiap pagi.Setelah Al selesai buang air dan cuci muka, Livy merapikan kamar tidur anaknya. Tanpa dia tahu kalau Kaay sedang menyusuln

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   140. Air Mata di Pagi Hari

    Matahari belum terlalu tinggi saat Livy kembali dari kamar Albern, setelah melihat anaknya itu masih tertidur. Dia juga ke kamar Richard untuk memeriksa kondisinya sekaligus menyiapkan obat untuk diminum setelah sarapan nanti.Wajah Livy masih letih. Semalam ia nyaris tak tidur, bukan hanya karena khawatir pada ayah mertuanya, tapi juga karena hatinya masih terasa sempit akibat pertengkaran dengan Kay.Ia kembali ke lantai atas dan masuk ke kamar untuk mengambil ponsel. Niatnya hanya satu, yaitu menghubungi Kay. Entah sekadar bertanya kabar, atau menanyakan apakah dia akan pulang pagi ini. Tapi, dia masih melamun. Mematung dengan handphone di tangan dan jarinya pun enggan bergerak. Mengingat tadi malam benar-benar emosi dan dingin.Di bawah, tidak ada yang tahu, pintu kamar terbuka perlahan.Kay berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan kerja yang sudah acak-acakan, wajahnya letih, rambutnya juga acak-acakan. Jelas ia juga terlihat tidak cukup tidur semalaman.Langkah Kay cepat mena

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   139. Kay Tidak Pulang, Kemana?

    “Pa… sudahlah. Papa jangan terlalu bawa pikiran ya? Ingat kondisi Papa. Kata dokter jangan berpikir yang berat-berat. Soal aku dan Kay, setiap rumah tangga pasti ada masalahnya kan?” lirih Livy, mencoba menguatkan diri.Richard malah tersenyum simpul. “Untuk kalian, Papa sama sekali tidak pernah merasa berat. Justru kalian lah obat untuk Papa. Kalian jangan lama-lama ya seperti ini?” bujuk Richard.Livy memang meresponsnya dengan anggukan, tapi di dalam hati, dia menyerahkan keadaan pada Kay. Harusnya, dia sebagai suami lebih peka lagi.Waktu berjalan. Udara sejuk sore itu perlahan berubah dingin, menambah nuansa sepi di dalam rumah besar yang biasanya hangat oleh tawa Albern dan suara Kay.Namun, sore itu berbeda. Mobil Kay belum juga terparkir di pelataran. Garasi kosong, membuat Livy diam-diam melirik ke arah jendela beberapa kali saat menemani Albern bermain balok kayu di ruang keluarga.“Papanya Al belum pu

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   138. Perang Dingin dan Pengabaian

    “Maksud kamu?” tanya Kay.“Aku lelah, Kay! Kamu terlalu terobsesi!” Livy langsung meninggalkan Kay begitu saja.“Livy! Livy!” panggil Kay dengan nada suara yang sedikit lebih keras.Livy sama sekali tidak menoleh. Ia pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum untuk Richard.Samar-samar, Richard mendengar perdebatan mereka yang berada di depan kamarnya. Walaupun dia tidak dengar persis apa yang mereka bahas. Hal itu membuatnya merasa bersalah. Pikiran, apa mungkin dia terlalu menyusahkan hingga membuat masalah di antara mereka?Kay kembali masuk ke dalam kamar.“Pa, aku sudah telepon Dokter. Sebentar lagi dia pasti akan datang. Ap yang Papa rasakan?” tanya Kay, dengan perhatian.“Papa, baik-baik saja. Cuma mudah lelah saja,” jelasnya. Ia malah bergantian bertnya.“Ada masalah apa kaamu sama Livy?” tanyanya.“Ah itu… Pa…”

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   137. Tidak Ingin Hamil!

    Keesokan HarinyaPagi itu Livy terbangun. Dia menyadari Kay masih tertidur. Bahkan suaminya itu masih memeluk pinggangnya. Namun tak lama, Kay pun terbangun. Di menatap wajah istrinya. “Pagi Sayang…” ucapnya serak, khas suara bangun tidur.“Pagi Sayang…” Livy membelai pipi Kay.Kay malah langsung memeluknya. Dia mengusap lembut punggung Livy, membenamkan wajahnya di rambut sang istri sambil menciuminya pelan. Suasana begitu tenang, begitu hangat… rasanya sempurna.Livy tersenyum kecil, masih setengah mengantuk. Ia membiarkan Kay membelai pipinya, kemudian mencium sudut bibirnya. Dunia seperti hanya milik mereka berdua. Pembahasan kecil tadi malam, seakan berlalu dan menghilang ditelan malam.Namun, momen hangat itu pecah seketika saat Kay berbisik dengan nada menggoda namun mengandung dorongan halus yang tak bisa disangkal, “Sayang… sepertinya kamu belum datang bulan, kan? Kenapa nggak sekalian test pack hari ini?”Livy terdiam. Senyumnya langsung memudar. Ia menarik diri sedikit, men

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   136. Satu Tahun Kemudian

    1 Tahun Kemudian.Waktu berlalu seperti malam dingin yang berubah menjadi pagi hangat yang cerah. Terasa begitu cepat. Rumah besar yang dahulu terasa sepi dan berat kini penuh canda tawa dan suara langkah kaki Albern yang berlarian, naik turun tangga.Albern, yang kini berusia dua setengah tahun, tumbuh menjadi anak yang aktif dan penuh rasa ingin tahu. Senyumnya mudah merekah, dan tawa kecilnya menjadi musik yang menyemarakkan hari-hari Kay dan Livy.Kay semakin sibuk dengan perusahaannya, namun ia selalu berusaha untuk pulang tepat di sore hari. Menemui istri yang selalu membuatnya rindu dan anaknya yang semakin hari semakin cerdas dan banyak tahu.Livy pun tetap setia berada di sisi anak itu, dengan kasih sayang yang tidak pernah berkurang sedikit pun sejak pertama kali Albern menyebutnya "Mama". Ia juga bahagia. Karena pria yang dicintainya untuk pertama kali sekarang benar-benar menjadi kehidupannya.Sementara Richard, mulai terlihat lebih sering duduk dan tertidur di kursi malas

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   135. Terlambat Bangun

    Matahari menyusup malu-malu di balik tirai kamar yang belum sepenuhnya terbuka. Udara pagi menyelinap dengan aroma embun dan bunga dari taman kecil di halaman belakang.Kay membuka matanya perlahan. Di sebelahnya, Livy masih terlelap. Tubuh seksi itu masih tertutup selimut, napasnya masih tenang. Kay tersenyum, menatap wajah istrinya yang begitu dekat. Dekat dalam jarak juga perasaan.Bukannya bangkit dan bangun, Kay malah lanjut tidur dan memeluk Livy semakin erat. Sampai pagi yang awalnya masih gelap kelabu sudah menjadi terang.Sementara itu di kamarnya, Albern sudah terbangun. Anak itu tidak menangis, hanya saja dia mencari ibunya, Livy. Untungnya ada Bibi Eden yang bisa menenangkannya.Richard yang sedang membaca berita pagi dengan secangkir teh, heran melihat cucunya yang mendatanginya ke ruang tengah.“Kamu cari Mam?” tanya Richard.Albern mengangguk.Richard tersenyum. Sekilas dia menatap ke lantai atas. Belum ada pergerakan dari dua orang yang sudah sah menjadi suami istri it

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   134. Lelah dalam Pelukan

    Mata mereka kembali bertemu. Hidung sudah bersentuhan. Perlahan, Kay memejamkan mata. Begitu juga dengan Livy.Kecupan yang begitu lembut dan lekat terjadi antara mereka. Berlangsung lama. Keduanya benar-benar menikmati.“Padahal… ini bukan kali pertama, Livy. Tapi, aku sangat grogi…” lirih Kay, saat menjeda aktivitas mereka tersebut.Livy tersenyum. Pipinya sudah sangat merah. Begitu pun bibirnya yang seakan habis dilahap Kay.“Kamu tidak mau mematikan lampu? Ini terlalu menyilaukan mata,” bisik Livy.Kay tersenyum. Ia tahu Livy lebih suka suasana temaram dan hangat. Ia pun beranjak dan mematikan lampu utama kamar. Menyisakan lampu kamar yang cahayanya hangat.Livy duduk di sisi ranjang, menunduk, jari-jarinya saling menggenggam. Helaan napasnya terdengar berat namun teratur, seperti sedang menenangkan badai kecil di dadanya.Kay juga mengunci pintu kamar, lalu berjalan mendekat tanpa suara. Ia duduk di samping Livy, menatap wajah istrinya yang kini tampak lebih tenang… namun gugup y

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status