BAB : 20Ingin merampas paksa.***Seketika aku berjingkat mendengar ancaman Ibu. Nekat sekali nenek sihir ini. Apa yang harus aku lakukan? Ayo Andira, berpikirlah! Bagaimana jika mereka ingin mengeroyokku sekarang? Tak ada orang yang membelaku saat ini. Kania yang ingin tidur pun sekarang ikut terjaga karena mendengar berisiknya suara gedoran pintu dari luar.Aku mondar-mandir di depan pintu, bertahan dengan suara yang semakin membuatku pusing. Pasti kesempatan langka ini tak akan disia-siakan oleh mereka. Uangku? Ya, aku harus mengamankan uangku sekarang. Aku bergegas menyimpan uang ke dalam tas, lantas menyimpannya ke dalam lemari. Setelah itu kunci kuambil, kumasukkan ke plastik dan menyimpannya ke dalam tempat sampah. Hanya untuk antisipasi saja, jika mereka mencari kuncinya, tak mungkin juga mencari ke tempat sampah."Andira sialan! Kamu budek apa gimana sih? Buka pintunya!" Ibu menggedor pintu dan berteriak seperti orang kesurupan. Huh, aku harus mengambil tindakan. Tak mungki
BAB : 21Hukum Alam yang Membalasnya.***"Keluar kamu, pelakor!"Dok dok dok!Terdengar gedoran pintu yang menggema di ruang depan, membuat kami semua menoleh dan terkejut. Siapa yang menggedor pintu hingga sekeras itu? "Keluar kamu, wanita jalang sialan!"Lagi-lagi suara itu menggema hingga kami semua saling pandang. Aku pun tak kalah terkejut dengan suara lantang yang berada di luar."Dasar lancang, siapa yang berani ngamuk di luar? Siapa yang disebut pelakor?" Gerutu Ibu."Andira, apa yang kamu lakukan diluar sana? Kamu selingkuh dari Rangga? Selingkuh dengan suami orang, begitu?" Suara Ibu tak kalah menggema sama yang berada diluar.Kulirik Mbak Rosa, wajahnya pias seperti orang ketakutan. Dugaanku sepertinya tak meleset, yang diluar itu pastilah istri dari langganan Mbak Rosa. Rudi juga tak kalah syok dengan Mbak Rosa. Cih! Ternyata cuma segitu tampang garang kalian. "Lebih baik di buka saja pintunya, Bu, biar kita tahu siapa yang suka main sama laki orang!" Sinisku."Ja-jang
BAB : 22Runtuhnya Kesombongan***"Rudi, kenapa kamu diam saja! Lihat, istrimu diperlakukan seperti itu. Apa kamu akan terus diam saja jika Rosa mati di tangan wanita gajah ini!" Teriak Ibu. Tangannya menuding ke arah Rudi dengan murka. Namun Rudi hanya plonga-plongo mendengar teriakan Ibu. Mungkin dia tak peduli istrinya mendapat perlakuan seperti itu. Namun untuk menutupi kebusukannya, muka pura-pura panik dan polos ia tampilkan di depan Ibu. Dasar suami gila!"Astagfirullah …." ucap Mbak Winda dengan menutup mulutnya.Aku terkejut ketika Mbak Winda tiba-tiba datang dan sekarang berada disampingku. Mbak Winda juga kelihatan syok melihat yang terjadi di depan mata. Sedangkan wanita yang menghajar Mbak Rosa, melepaskan cengkeramannya setelah Mbak Rosa tak berdaya. Lantas berdiri membenahi dirinya. Mbak Winda mengambil minum untukku, dan langsung ku tenggak hingga tandas. Entahlah, padahal aku sudah menduga bahwa ini pasti terjadi, namun kenyataannya tetap saja berbeda jika berada di
BAB : 23Semakin Terpojok.***"Sekarang jelaskan, apa yang membuat Ibu marah-marah seperti tadi?" tanya Bude Gina dengan sorot mata tajam.Ya, disaat wanita gempal ini berorasi di tengah keramaian, Bude Gina datang dan membubarkan kerumunan tersebut. Dan kini, kami semua tengah berada di dalam rumah bersama Bude Gina."Wanita itu telah berselingkuh dengan suami saya, Bu!" ucap wanita itu tegas dengan menunjuk Mbak Rosa yang masih berantakan.Bude Gina terlihat syok mendengar ucapan wanita itu. Kini pandangannya tertuju pada Ibu mertua yang sedang memeluk Mbak Rosa di sampingnya."Benarkah seperti itu, Rosa?" tanya Bude Gina tegas.Ruangan ini nampak begitu tegang, tak terkecuali Mbak Winda yang kini duduk berada disampingku. Mbak Winda masih berada disini karena aku yang menahannya untuk pulang. Entahlah, rasanya aku tak mau sendiri jika masalah yang menimpa ini semakin rumit."Cepat, jawab! Benarkah seperti itu?" Bude Gina murka melihat mereka hanya diam saja. Aku pun ikut geram mel
Bab : 24Mengungkap Fakta yang Mencengangkan.***"Jangan usir mereka, Mbak Gina. Tolong Mbak, mereka mau tinggal dimana jika pergi dari sini? Hmm …." Ibu mertua menangis dan berlutut di depan Bude Gina. Bude Gina merenung sejenak. Mungkin bingung apa yang akan dilakukan kemudian. Apalagi Ibu nampak menangis dan memohon di depannya. Namun ketika melirik ke arah Mbak Rosa yang masih memeluk Rudi seperti itu, Bude Gina kembali mengepalkan tangannya."Aku hanya mengusir Rudi, bukan Rosa. Jika Rosa keberatan aku mengusirnya, silahkan pergi berdua! Apa kamu tak bisa melihat, Ranti, Rudi itu membawa pengaruh buruk buat Rosa!" Bude Gina mencoba memberi penjelasan pada Ibu mertua. "Tapi Rosa mencintainya, Mbak. Aku gak mau semakin menyakiti Rosa jika mengusir Rudi dari rumah ini," Ibu mertua melirik sekilas ke arah dua ratu drama tersebut."Mbak Gina tahu persis kan, Rosa sekarang pasti sudah dapat sanksi sosial dari para warga tentang masalahnya. Biarlah dia tenang dulu bersama Rudi, Mbak,
BAB : 25Dendam dan Ancaman yang Mengintai.***Aku membuang muka ketika mata ini bersirobok dengan mata Rudi. Nampak sekali tatapan mendendam ke arahku. Namun aku harus tetap terlihat tenang di depan mereka semua. Walaupun tak kupungkiri, jantungku berdetak sangat cepat memikirkan nasibku sendiri disini. Semoga Allah selalu melindungiku dari psikopat seperti Rudi."An, aku pulang dulu bawa Kania. Sepertinya terlalu berbahaya jika Kania disini. Kamu hati-hati dengan suaminya Mbak Rosa, An. Sepertinya dia menyimpan dendam setelah kamu berucap seperti tadi," Mbak Winda berbisik padaku. "Ya, Mbak Winda pulang aja bawa Kania. Tenang, mereka tak akan berani macam-macam, Mbak, ada Bude Gina disini," bisikku pula pada Mbak Winda.Mbak Winda berlalu meninggalkan tempat ini membawa Kania. Memang saat ini Kania tidak aman jika terus berada disini. Aku takut sewaktu-waktu mereka menyerang anakku. "Tunggu, Mas! Aku mau ikut denganmu." Ibu mertua nampak tercengang mendengar ucapan Mbak Rosa. I
BAB : 26Kamu Akan Menyesal, Mas!***Tok tok! "An, ini Bude, buka dulu An, Bude mau pamit!"Aku tersentak ketika mendengar suara Bude mengetuk pintu kamarku. Ada apa Bude memanggilku sepagi ini? "Ya, Bude, gimana?" tanyaku setelah membuka pintu untuk Bude Gina."Bude harus segera pulang sekarang juga, An, Hilmi kecelakaan, jadi Bude harus bertolak ke Surabaya sekarang juga." "Ya Allah, Bude, terus gimana sekarang?" Aku ikut panik mendengar kabar dari Bude."Katanya sih nggak parah, tapi tetap saja Bude juga gak tenang jika berlama-lama disini, An. Bude lagi menunggu Rangga, dari semalem dia gak pulang," ucap Bude. Nampak sekali raut wajahnya tegang karena khawatir.Hilmi adalah anak Bude satu-satunya. Umurnya pun tak jauh beda dengan Mas Rangga. Hilmi melanjutkan bisnis peninggalan almarhum Ayahnya. Ya, Bude Gina memang single parent, tapi single parent yang luar biasa menurutku."Eh, kok bengong," ucap Bude menjentikkan jarinya di depanku. Aku gelagapan sendiri mendapat teguran
BAB : 27Puncak dari Sebuah Dendam***Ceklek! Ceklek!Siapa yang berusaha membuka pintu kamarku? Apa mungkin itu Ibu? Bukankah Ibu tadi pamit keluar, lalu itu siapa? Ah, mungkin aku hanya berhalusinasi saja. Tak ada orang dirumah ini, tak mungkin handle pintu kamarku berbunyi sendiri. Nyatanya sekarang sudah tak ada suara apapun yang kudengar. Kucoba untuk menghilangkan rasa takut ini dan berpikir positif, agar terhindar dari panik yang melanda. Aku harus tenang. "Tenang, An, jangan panik. Panik hanya akan membuat pikiran buntu!" Batinku menyemangati diri sendiri.Semua baju sudah ku kemas, termasuk surat perjanjianku dengan Mas Rangga dan uang pemberiannya sudah tersimpan rapi di dalam tas. "Aman," gumamku sedikit lega. Ceklek! Ceklek!Aku terlonjak kaget saat handle pintu kamarku ada yang menggerakkan dari luar. Jantungku berpacu cepat ketika menyadari bahwa kali ini bukanlah halusinasi seperti yang kupikirkan tadi. Aku kembali panik ketika wajah Rudi mulai melintas dipikiranku de