Bab : 56Dilema dengan keadaan dan perasaan.POV ANDIRA***"Bu Andira sakit?" tanya Bibi yang sedang mempersiapkan sarapan di dapur. "Ah, tidak, Bi, saya nggak kenapa-napa," ujarku tersenyum, sambil mengiris bahan-bahan yang akan dimasak pagi ini. Namun sepertinya Bibi tak percaya, beliau mendekatiku lalu mengamati wajahku. "Tapi Bu Andira mukanya pucat lo," ujar Bibi yang masih di depanku.Aku tersenyum, "Nggak, Bi, beneran saya gapapa!" ujarku kekeh, dengan masih mengiris bahan yang akan dimasak. Kali ini biar saja Bibi yang memasak, aku hanya bisa membantunya saja. Badan pun rasanya sangat lemas. Namun lemas bukan karena sakit, tapi hati yang memang sedang tak karuan mengingat kondisi Bapak yang sakitnya semakin parah. Jantung Bapak semakin melemah, untuk itu Bapak juga harus istirahat total dirumah. Untuk sementara, Ibu yang mengurus beberapa usaha Bapak.Semalam aku menceritakan semua masalahku dengan Ibu. Tentu saja tanpa diketahui oleh Bapak. Seperti yang sudah kuduga sebelu
BAB 57.Tingkah Aneh Mas Alan.***Bagaimana kabarmu hari ini, Andira?" tanya Bu Lestari ketika kami sedang berada di ruang tengah. "Seperti yang Ibu lihat, saya baik-baik saja. Oh ya, kapan Ibu ada jadwal terapi lagi?" tanyaku. Karena sekarang beliau sudah mulai melakukan terapi agar bisa berjalan seperti semula. "Besok sore, Andira, makasih atas dukungannya selama ini. Jujur, saya senang ada kamu dirumah ini. Selain Riana, Alan pun sepertinya juga sangat senang dengan keberadaanmu disini,"Aku menghela nafas panjang mendengar ucapan Bu Lestari. Benarkah seperti itu? "Andira, terima kasih atas dukungannya selama ini. Saya tidak tahu, jika tidak ada kamu mungkin akan selamanya berada di kursi roda ini." ujar Bu Lestari. Menyesal yang berlebihan membuat Bu Lestari kehilangan semangatnya. Dan alhamdulillah, akhirnya beliau mau menjalankan terapi untuk kesembuhan kakinya."Jangan berbicara seperti itu, Bu. Seharusnya saya yang berterima kasih karena telah dirawat sedemikian rupa disin
Bab : 58Ketika salah tingkah mulai menyapa.POV ANDIRA"Andira,""Iya, Mas,""Hmm … nanti saja deh, kita makan dulu!"Aku melotot mendengar ucapannya barusan. "Kenapa Mas Alan jadi aneh begini?" Batinku bertanya. Namun aku berusaha untuk bersikap biasa saja, walaupun hati sedang bertanya tentang tingkah aneh Mas Alan hari ini. Aku mulai menyendok nasi di depanku. Tak lupa Bu Lestari juga turut kuambilkan serta. Karena memang nasinya berada di dekatku, dan aku pun senang melayaninya."Makasih, Sayang," ucap Bu Lestari layaknya berbicara dengan anak sendiri. Dan jujur saja aku sangat terharu mendengarnya. "Sama-sama, Bu," ucapku seraya membenarkan posisi duduk."Makasih juga, Andira," Hah?! Aku melotot mendengar suara Mas Alan. Dan baru kusadari, ternyata aku mengambilkan untuknya juga. Kenapa aku gak ngeh? Duh, malu kan? Karena biasanya juga Mas Alan ngambil sendiri. Ini reflek karena melayani Bu Lestari tadi, atau mungkin karena salting dengan tatapan Mas Alan yang ah … entahlah.
BAB : 59Kalau sudah begini, harus apa?***An, kenapa kamu mau pergi? Tidak bisakah kamu tenang tinggal di sini, layaknya rumah sendiri?" Mas Alan terlihat menyugar rambutnya ke belakang. Kini terlihat duduknya juga tak tenang."Tapi, Mas, saya gak enak terus-terusan menyusahkanmu di sini," Memang seperti itulah yang kurasa. Dan jantungku berpacu semakin cepat saat Mas Alan menggeser duduknya lebih dekat denganku. Jujur saja, wajah rupawan serta rasa teduhnya hampir membius kesadaranku. Namun aku segera membuang pandangan yang kian berbahaya ini."Andira Dilbara, dengarkan aku. Semua orang di sini senang dengan keberadaanmu. Lihatlah Riana, yang begitu bahagia bersamamu. Saya juga tenang melihat kamu nyaman di sini," "Kenapa, kenapa Mas Alan begitu peduli dengan saya? Padahal sebelumnya Mas tak pernah mengenal saya!" Entah punya keberanian dari mana, pertanyaan itu lolos begitu saja. Aku hanya ingin mendengar langsung dari Mas Alan sendiri."Tapi janji, jika kamu mengetahui alasanny
Bab : 60Dilanda resah dan bingung.***POV AUTHORSetelah kepergian Alan, Andira kini dalam kebingungan. Ia bingung dengan apa yang harus dilakukan kali ini. Niatnya untuk segera pergi dari sini pun kandas karena janji yang diucapkan pada orang yang menolongnya selama ini. "Mas Alan," gumam Andira, lantas menghembuskan nafasnya. Namun tak lama, bibirnya melengkung senyum mengingat tingkah aneh Alan padanya hari ini. Namun segera ia menggeleng keras setelah menyadari bahwa itu salah. 'Mas Alan bukanlah siapa-siapaku. Aku nggak boleh terlena begitu dalam atas perlakuannya!' Batinnya meyakinkan. "Tapi, dari mana dia tahu kalau aku ingin mengurus perceraianku?" Andira bingung. Ia termenung, seperti memikirkan sesuatu. Namun tak lama ia pun beranjak dari duduknya, "Biarlah, tentang Mas Alan tahu dari mana, aku tak mau memikirkannya lagi. Yang terpenting sekarang aku harus segera menyiapkan berkas-berkas yang digunakan untuk mengurus perceraianku, seperti yang dibilang Mas Alan tadi!" gu
BAB : 61Pesona Sang CEO.***Sementara di tempat lain, Alan sedang mengemudikan mobil menuju kantornya. Wajahnya tampak ceria, entah apa penyebabnya. Alan pun nampak bergembira dengan bernyanyi kecil sambil mengemudikan mobilnya. Seperti tak ada beban, hidupnya kini terasa lebih berwarna."Andira!" gumam Alan dengan tak mengurangi wajah cerianya. Alan menggelengkan kepala pelan mengingat percakapannya tadi pagi. Ia begitu menikmati wajah tegang serta paniknya Andira saat bersamanya tadi. Namun sekelebat bayangan Renata muncul di kepala Alan. Ia begitu mencintai mendiang istrinya, namun justru kini hadir seorang perempuan yang mirip dengannya. "Apa aku peduli dengan Andira karena ia memang mirip dengan Renata?" gumam Alan sambil menyetir mobilnya. Lantas ia menggeleng pelan. "Mereka berbeda, aku tak boleh menyamakan mereka. Ini jelas tak adil untuk Andira!" gumamnya. Walaupun tak dipungkiri, Alan kerap kali melihat wajah Renata dalam diri Andira. Dan itu cukup, menyiksanya. Setelah
Bab : 62Konsekuensi yang diterima oleh RanggaPOV RANGGA"Saya di downgrade, Pak? Tapi kenapa saya juga mendapat surat peringatan?" Dengan suara bergetar, aku bertanya pada orang tertinggi di perusahaan ini. Bagaimana bisa mendapat dua surat sekaligus seperti ini? Namun sepertinya muka Pak Alan memerah mendengar pertanyaanku."Semua sudah saya pertimbangkan, tentu saja dengan melihat performa Pak Rangga yang buruk. Ini catatan absensi bulan ini. Padahal belum lama, Pak Rangga sudah mengajukan cuti!" Seru Pak Alan sambil menyerahkan catatan absensi padaku. Dan itu sukses membuatku mati kutu. Tapi yang aku tak terima, kenapa juga harus mendapat SP seperti ini?"Tapi kenapa saya juga mendapat SP Pak?" Aku mencoba bernegosiasi dengan Pak Alan. Semoga masih bisa untuk mencabut kembali surat putih yang lumayan menyengsarakan ini."Saya sudah memperlihatkan performa dan absensi yang buruk. Namun sepertinya itu tak mampu untuk menyadarkan kesalahanmu, Pak Rangga. Perlu diketahui, perusahaan
BAB : 64.Harapan yang terselip setelah kehadiran Lisa.POV RANGGA***Aku meregangkan tangan sejenak ketika semua pekerjaanku sudah selesai. Waktu menunjukkan angka 17:10 ketika melirik jam dinding, pantas saja para karyawan berkemas untuk pulang. Aku pun ikut berkemas untuk segera pulang menyusul karyawan yang lain.Setelah keluar dari kantor, aku bergegas ke tempat parkir mengeluarkan motor kesayangan. Namun, baru mau keluar dari gerbang terdengar suara seseorang memanggil namaku. Seseorang yang suaranya terdengar tak asing di telinga, tapi tak mau menduga."Mas Rangga, aku di sini!" Aku menoleh. Dan benar saja, perempuan yang akhir akhir ini bersamaku, berlari mendekatiku. Aku menghela nafas, mau apa dia menghampiriku ke sini."Ngapain kamu di sini, Lisa?" ujarku malas. Siapa lagi kalau bukan Lisa yang bikin malas seperti ini."Kok gitu sih, Mas. Bukannya seneng gitu disamperin sama calon istri?" Seru Lisa manyun. Entah kenapa rasanya biasa saja setelah dia menyebut calon istri d