Bab : 58Ketika salah tingkah mulai menyapa.POV ANDIRA"Andira,""Iya, Mas,""Hmm … nanti saja deh, kita makan dulu!"Aku melotot mendengar ucapannya barusan. "Kenapa Mas Alan jadi aneh begini?" Batinku bertanya. Namun aku berusaha untuk bersikap biasa saja, walaupun hati sedang bertanya tentang tingkah aneh Mas Alan hari ini. Aku mulai menyendok nasi di depanku. Tak lupa Bu Lestari juga turut kuambilkan serta. Karena memang nasinya berada di dekatku, dan aku pun senang melayaninya."Makasih, Sayang," ucap Bu Lestari layaknya berbicara dengan anak sendiri. Dan jujur saja aku sangat terharu mendengarnya. "Sama-sama, Bu," ucapku seraya membenarkan posisi duduk."Makasih juga, Andira," Hah?! Aku melotot mendengar suara Mas Alan. Dan baru kusadari, ternyata aku mengambilkan untuknya juga. Kenapa aku gak ngeh? Duh, malu kan? Karena biasanya juga Mas Alan ngambil sendiri. Ini reflek karena melayani Bu Lestari tadi, atau mungkin karena salting dengan tatapan Mas Alan yang ah … entahlah.
BAB : 59Kalau sudah begini, harus apa?***An, kenapa kamu mau pergi? Tidak bisakah kamu tenang tinggal di sini, layaknya rumah sendiri?" Mas Alan terlihat menyugar rambutnya ke belakang. Kini terlihat duduknya juga tak tenang."Tapi, Mas, saya gak enak terus-terusan menyusahkanmu di sini," Memang seperti itulah yang kurasa. Dan jantungku berpacu semakin cepat saat Mas Alan menggeser duduknya lebih dekat denganku. Jujur saja, wajah rupawan serta rasa teduhnya hampir membius kesadaranku. Namun aku segera membuang pandangan yang kian berbahaya ini."Andira Dilbara, dengarkan aku. Semua orang di sini senang dengan keberadaanmu. Lihatlah Riana, yang begitu bahagia bersamamu. Saya juga tenang melihat kamu nyaman di sini," "Kenapa, kenapa Mas Alan begitu peduli dengan saya? Padahal sebelumnya Mas tak pernah mengenal saya!" Entah punya keberanian dari mana, pertanyaan itu lolos begitu saja. Aku hanya ingin mendengar langsung dari Mas Alan sendiri."Tapi janji, jika kamu mengetahui alasanny
Bab : 60Dilanda resah dan bingung.***POV AUTHORSetelah kepergian Alan, Andira kini dalam kebingungan. Ia bingung dengan apa yang harus dilakukan kali ini. Niatnya untuk segera pergi dari sini pun kandas karena janji yang diucapkan pada orang yang menolongnya selama ini. "Mas Alan," gumam Andira, lantas menghembuskan nafasnya. Namun tak lama, bibirnya melengkung senyum mengingat tingkah aneh Alan padanya hari ini. Namun segera ia menggeleng keras setelah menyadari bahwa itu salah. 'Mas Alan bukanlah siapa-siapaku. Aku nggak boleh terlena begitu dalam atas perlakuannya!' Batinnya meyakinkan. "Tapi, dari mana dia tahu kalau aku ingin mengurus perceraianku?" Andira bingung. Ia termenung, seperti memikirkan sesuatu. Namun tak lama ia pun beranjak dari duduknya, "Biarlah, tentang Mas Alan tahu dari mana, aku tak mau memikirkannya lagi. Yang terpenting sekarang aku harus segera menyiapkan berkas-berkas yang digunakan untuk mengurus perceraianku, seperti yang dibilang Mas Alan tadi!" gu
BAB : 61Pesona Sang CEO.***Sementara di tempat lain, Alan sedang mengemudikan mobil menuju kantornya. Wajahnya tampak ceria, entah apa penyebabnya. Alan pun nampak bergembira dengan bernyanyi kecil sambil mengemudikan mobilnya. Seperti tak ada beban, hidupnya kini terasa lebih berwarna."Andira!" gumam Alan dengan tak mengurangi wajah cerianya. Alan menggelengkan kepala pelan mengingat percakapannya tadi pagi. Ia begitu menikmati wajah tegang serta paniknya Andira saat bersamanya tadi. Namun sekelebat bayangan Renata muncul di kepala Alan. Ia begitu mencintai mendiang istrinya, namun justru kini hadir seorang perempuan yang mirip dengannya. "Apa aku peduli dengan Andira karena ia memang mirip dengan Renata?" gumam Alan sambil menyetir mobilnya. Lantas ia menggeleng pelan. "Mereka berbeda, aku tak boleh menyamakan mereka. Ini jelas tak adil untuk Andira!" gumamnya. Walaupun tak dipungkiri, Alan kerap kali melihat wajah Renata dalam diri Andira. Dan itu cukup, menyiksanya. Setelah
Bab : 62Konsekuensi yang diterima oleh RanggaPOV RANGGA"Saya di downgrade, Pak? Tapi kenapa saya juga mendapat surat peringatan?" Dengan suara bergetar, aku bertanya pada orang tertinggi di perusahaan ini. Bagaimana bisa mendapat dua surat sekaligus seperti ini? Namun sepertinya muka Pak Alan memerah mendengar pertanyaanku."Semua sudah saya pertimbangkan, tentu saja dengan melihat performa Pak Rangga yang buruk. Ini catatan absensi bulan ini. Padahal belum lama, Pak Rangga sudah mengajukan cuti!" Seru Pak Alan sambil menyerahkan catatan absensi padaku. Dan itu sukses membuatku mati kutu. Tapi yang aku tak terima, kenapa juga harus mendapat SP seperti ini?"Tapi kenapa saya juga mendapat SP Pak?" Aku mencoba bernegosiasi dengan Pak Alan. Semoga masih bisa untuk mencabut kembali surat putih yang lumayan menyengsarakan ini."Saya sudah memperlihatkan performa dan absensi yang buruk. Namun sepertinya itu tak mampu untuk menyadarkan kesalahanmu, Pak Rangga. Perlu diketahui, perusahaan
BAB : 64.Harapan yang terselip setelah kehadiran Lisa.POV RANGGA***Aku meregangkan tangan sejenak ketika semua pekerjaanku sudah selesai. Waktu menunjukkan angka 17:10 ketika melirik jam dinding, pantas saja para karyawan berkemas untuk pulang. Aku pun ikut berkemas untuk segera pulang menyusul karyawan yang lain.Setelah keluar dari kantor, aku bergegas ke tempat parkir mengeluarkan motor kesayangan. Namun, baru mau keluar dari gerbang terdengar suara seseorang memanggil namaku. Seseorang yang suaranya terdengar tak asing di telinga, tapi tak mau menduga."Mas Rangga, aku di sini!" Aku menoleh. Dan benar saja, perempuan yang akhir akhir ini bersamaku, berlari mendekatiku. Aku menghela nafas, mau apa dia menghampiriku ke sini."Ngapain kamu di sini, Lisa?" ujarku malas. Siapa lagi kalau bukan Lisa yang bikin malas seperti ini."Kok gitu sih, Mas. Bukannya seneng gitu disamperin sama calon istri?" Seru Lisa manyun. Entah kenapa rasanya biasa saja setelah dia menyebut calon istri d
Bab : 64Kepergian Andira dan AlanPOV ANDIRA"Bunda cantik banget!" Celoteh Riana yang sedari tadi di kamarku. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya."Anak Bunda juga cantik. Lebih cantik malah!" ucapku dengan mengelus pipinya. Gadis kecil yang lebih mirip dengan Ayahnya ini meringis mendengar pujianku.Ya, malam ini kami sedang mempersiapkan diri untuk pergi menemui seseorang seperti yang Mas Alan rencanakan tadi pagi. Seseorang yang bisa membantu mengurus perceraianku dengan Mas Rangga. Riana dan Kania pun ikut serta, menemani kami untuk pergi malam ini. Dan tentunya Riana pun terlihat sangat girang, karena ia mengira kami semua akan pergi untuk jalan-jalan bersama."Beneran Bunda cantik, soalnya Riana gak pernah melihat Bunda pake baju itu dirumah!" Celotehnya lagi.Aku kembali melihat penampilanku di depan meja rias. Memang benar tak pernah memakai baju ini di rumah. Jangankan dirumah ini, bahkan dulu saat bersama Mas Rangga pun jarang sekali memakainya. Ya, karena pekerjaanku
BAB : 65Malam yang indah, dengan keadaan degub jantung yang tak biasa.***"Udah, Mas, ayo!" ujarku setelah duduk di sebelah Mas Alan. Jujur saja, rasanya jantungku ingin melompat setelah berada di sebelahnya seperti ini. Padahal di kursi belakang ada Riana dan Mbak Tuti, tapi entahlah, apa yang membuatku deg-degan seperti ini."Pake dulu seatbeltnya, Andira!" titahnya dengan tersenyum."Iya, Mas," ucapku sambil menggerakkan tangan meraih sabuk pengaman."Berkasnya sudah dibawa semua?" "Udah, ini," ujarku dengan memperlihatkan berkas yang kupegang sejak tadi."Bagus!" Mas Alan langsung tancap gas dan kami semua meluncur ke tempat tujuan. Entah kemana Mas Alan kini membawa kami, terserah saja. Yang jelas, aku sangat berharap semoga semua ini segera berakhir.Aku menghembuskan nafas berulang-ulang, sambil menikmati pemandangan malam di jalanan. Suasana malam yang indah, cukup membuatku terhibur. Dan entah kapan terakhir kali aku merasakan seperti ini. Anak-anak di belakang nampak sek