LOGINNadia, seorang istri muda yang menikah dengan Arman, pria mapan namun sangat pelit. Dari luar, rumah tangga mereka terlihat harmonis, rumah rapi, kehidupan sederhana, dan tidak ada masalah besar. Tapi di balik itu, Nadia sering merasa tertekan karena sifat Arman yang selalu menghitung segala pengeluaran, bahkan untuk kebutuhan kecil.
View More*****
"Ini uang belanjamu hari ini, masak ayam ya jangan lupa beli paha atau sayap." Ujar mas Arman "Hah? Apa ini mas? Kamu kasih aku uang 20ribu dan kamu minta dimasakin ayam?" Tanya Nadia dengan kesal. Pagi ini sudah di awali dengan perdebatan masalah uang, lagi dan lagi. Sudah seperti sarapan Nadia setiap hari. Tok! Tok! Tok! "Ibu? Ayah?" Ujar seroang anak perempuan kecil yang sangat cantik dan menggemas kan itu. Namira, anak dari Arman dan Nadia. Usia nya kini masih 5 tahun dan sudah sekolah Tk. "Iya nak, sebentar ya!" Seru Nadia yang kemudian mengambil uang 20 ribu yang di kasih suami nya itu dengan kesal. "Anak ibu udah cantik sekali,, Ayo ibu kepang ya rambut nya!" Ujar Nadia dengan mengajak putri nya menuju meja makan. Pagi ini ia membuat sarapan nasi goreng dengan telur ceplok. "Mira udah siap belum? Ayo nak kita bernagkat!" Seru Arman tanpa melirik ke istri nya. Meski ke dua nya sering bertengkar dan adu mulut, tetapi mereka selalu mengupayakan agar anak nya tak pernah meraskan kekurangan kasih sayang. "Bentar yah, ini kan masih di kepang rambut anak nya." Jawab Nadia tanpa mengalih pandangan nya dan tangan nya masih telaten mengepang rambut putri kesayangan nya itu. "Tau nih ayah! Kan Mira juga pengen terlihat cantik di sekolah nanti!" Jawab gadis cilik itu dengan tangan yang menyuapkan makanan ke dalam mulut nya. "Dih, anak ayah udah mulai centil ya sekarang!" Ujar Arman dengan berkacak pinggang dan menatap gemas ke arah putri nya, karena saat mengunyah pipi nya kelihatan snagat cubbhy. "Sarapan dulu aja yah sambil nunggu anak nya." Ujar Nadia, jarang sekali Arman sarapan di rumah. Biasanya ia akan membawa sarapan nya ke kantor "Enggak bu, bawain buat bekal aja ya. Aku sarapan di kantor saja nanti." Ujar Arman yang menarik kursi untuk duduk di sebelah putri nya. Setiap pagi Arman akan mengantar kan anak nya ke sekolah Tk, dan nanti Nadia yang akan menjemput nya. Begitulah rutinitas mereka setiap hari. Setelah selesai mengepang dan menunggu putri nya sarpan, kini Mira berpamit kepada ibu nya untuk berangkat sekolah. Sedang kan Nadia mencium tangan suami nya dengan takzim. "Berangkat dulu ya sayang." Ujar Arman yang kemudian mencium lembut kening istri nya. "Ih ayah, ibu aja nih yang di cium?" Ujar Namira yang cemberut melihat kemesraan ayah dan ibu nya. "Kenapa? Iri ya sama ibu?" Ujar Nadia dengan memeluk Arman dan menjulur kan lidah mengejek putri nya. "Ih ibu mh apaan sih! Ayo yah nanti kita telat!" Seru nya dengan menarik tangan Arman. Dengan tersenyum riang Arman pun dengan perlahan melajukan motor nya, meninggal kan halaman rumah. "Bye ibu, kini ayah Arman sama aku dulu ya, wleekk.." Seru Namira dengan menjulur kan lidah nya, mengejek ibu nya yang masih diam di tempat dan menunggu keberangkatan mereka. "Dasar anak nakal! Entah sampai kapan aku bisa sabar menghadapi sifat pelitmu, mas,," Gumam nya setelah suami dan anak nya sudah jalan cukup jauh dan tak terlihat lagi. Setelah nya kini Nadia bergegas masuk ke rumah dan hendak merapikan meja makan dan dapur. Karena tadi pagi ia belum sempat untuk membereskan rumah. Terlebih lagi jika ada perdebatan kecil dengan sang suami, pasti seharian mood nya akan rusak. "Sayurr!! sayurr!!" Mendengar suara abang mahmud, bergegas Nadia keluar rumah untuk berbelanja. "Bang!" Sapa Nadia. Perlahan para ibu ibu juga keluar untuk berbelanja di bang Mahmud, kang sayur langganan ibu ibu. "Mau belanja apa mbak Nad?" Tanya bang Mahmud dengan tersenyum ramah. "Apa ya bang, aku juga bingung ini." Ujar Nadia yang masih melihat lihat gerobak sayur itu. "Pagi mbak Nad!" Seru bu Leli, tetangga sebelah rumah, yang terkadang memang mendengar perdebatan kecil nya dengan sang suami. "Masak apa bu enak nya?" Tanya Nadia yang masih bingung akan memasak apa untuk siang nanti. "Kali ini budged berapa mbak." Tanya bu Leli degan mencebik. Tak banyak orang yang tahu tentang permasalahan rumah tangga Nadia dan suami. Mungkin bang Mahmud, karena Nadia memang sering hutang di bang Mahmud jika uang nya tak cukup. Dan beberapa tengga terdekat yang sering ngumpul bareng dengan nya. "Biasa bu, makanya ini bingung." Ujar Nadia dengan menghela nafas kasar. "Bayam aja mbak sama tempe ni di buat mendol nanti." Ujar bang Mahmud memberikan solusi dari kebingungan pelanggan tetap nya itu. "Boleh deh bang, sama telur nya seprempat ya." Ujar nya kemudian dan langsung membayar nya. "Ini mbak Nad kembalian nya." Ujar bang Mahmud dengan memberikan kembalian 5 ribu. Dengan gontai ia berjalan ke tempat duduk panjang yang terbuat dari kayu itu yang berada di bawah pohon rambutan depan rumah bu Leli. "Pagi pagi udah lemes aja neng!" Seru mbak Sari, tetangga sebelah kiri rumah nya itu dengan tertawa, di sertai dengan suara tawa dari ibu ibu yang sudah berkumpul di gerobak bang Mahmud. "Abis di gempur sampai subuh bu, malam jumat kan!" Seru mbak Indah kemudian dengan tertawa makin kencang. Mendengar ejekan itu, Nadia hanya mendengus kesal. "Di gempur apa nya, main cuma bentar mana pernah puas aku!" Seru nya dengan kesal. Memang jika mereka berhubungan paling lama cuma 5 menit karena Arman memang cepat keluar. Sedang kan Nadia, 5 menit dia baru merasakan sensasi kenikmatan dunia. Ia bukan wanita yang hyper tetapi jika hanya bermain 5 menit ia pun belum sampai klimaks. "Sudah mbak In, lihat muka nya itu makin masam." Ujar bu Leli yang masih tertawa. "Sudah bu ini masih pagi tapi perut saya udah keram karena besti kita itu sudah bad mood." Ujar bu Leli dengan mencebik. Mbak indah pun menghampiri Nadia yang kini duduk bersandar di kursi panjang di bawah pohon. "Kenapa sih Nad masih pagi udah kusut tuh wajah." Ujar mbak Indah yang kini berjalan mendekat ke arah nya. "Alah biasa mbak, masih pagi udah di bikin bad mood. Masa ya dikasih uang 20 ribu minta di masakin ayam! Siniting kali tuh orang!" Seru nya dengan kesal mengingat perdebatan nya tadi pagi. "Makanya, kalau mau cari suami tu harus lebih selektif. Sekarang nyesel kan." Ujar nya yang masih menertawakan nasib tetangga nya ini yang memang usia nya tak begitu beda jauh. "Dulu jaman pacaran dia royal banget mbak, huhhh setiap ke rumah bawa martabak, buah, kadang camilan camilan gitu. Terus nih ya klau kita jalan pasti dia jajanin aku beli makank bareng di luar. Helehh sekarang pas udah nikah boro boro makan bareng di luar, pulang kerja aku minta di beliin gorengan aja udah komat kamit mulut nya kaya mbah dukun." Ujar Nadia dengan kesal, Bukan mengumbar aib suami nya, para tetangga semua juga sudah tau. Karena keluarga Arman suami nya juga masih satu Rt dengan mereka dan sifat nya pun sama saja. Jadi mereka tak heran sama sikap Arman yang sangat pelit bin medit.**** "Sayang, kamu udah lama nunggu?" Tanya Maya, kini ia sudah berada di sebuah cafe tempat dimana ia dan Viki janjian. "Oh enggak kok, aku juga baru sampai. Kamu pesen dulu aja sana, aku mau vanilla latte sama pasta ya, aku laper banget ini." Ujar Viki yang menyuruh Maya untuk memesan. "Lah tadi kenapa gak sekalian pesan kata nya laper?" Tanya Maya yang seperti nya mulai kesal, karena setiap kali bertemu pasti maya lah yang akan membayar semua pesanan mereka. "Aku lupa, tadi langsung duduk di spot ini karena bisa lihat view sunset nanti, kalau aku pesan ke sana takut nanti ditempatin orang lain." Tidak masuk akal sekali bukan alasan si mokondo? Tapi dengan bodoh nya Maya menuruti nya meski dengan perasaan yang sedikit dongkol. Mungkin karena Viki adalah pria idaman nya semenjak duduk di bangku SMP dulu, dan ia baru bisa mendapat kan hati nya sekarang ini. Jadi ia merasa tak keberatan meski harus menghemat u
****"Dasar waita sinting! Bisa bisa nya dia mempermalukan aku di depan banyak orang!" Gerutu bu Warni sembari berjalan memasuki rumah. Setelah perdebatan tadi dengan sang menantu dan di saksikan langsuung oleh para tetangga, kini bu Warni sudah pulang ke rumah nya sendiri dengan rasa malu. Malu karena menuduh dan menjelek jelek kan Nadia tanpa alasan yang jelas dan bukti yang kuat. Terlebih Arman tadi juga tak membelanya.Setelah menaik kan motor ke teras rumah, dengan santai Maya memasuki rumah dengan mata yang masih terfokus pada layar ponselnya."Lihat bu, ada yang memvideo ibu tadi saat ribut sama mbak Nadia dan memposting nya di story whatsapp!" Seru Maya dengan menunjuk kan video tersebut ke hadapan sang ibu."Huft, biarin aja biar orang orang tau kelakuan menantu durhaka itu! Sekalian aja biar mereka tahu siapa menantu ku itu! Kurang ajar, mulutnya pedas kayak sambal ulek!” Mendengar jawaban sang ibu Maya tersenyum miring.“Ya gimana, Bu. Itu kan menantu pilihan ibu sendiri. D
****"Ibu mertua mu memang udah gak waras ya Nad. Bisa bisa nya dia jelek jelekin menantunya sendiri di depan banyak orang!" Seru mbak Indah yang ikutan kesal, kini Nadia dan putri nya memilih ngungsi ke rumah mbak Indah dan seperti biasa mereka nongkrong di bawah pohon rambutan dengan di temani mendoan dan es teh jumbo yang barusan di beli mbak Indah. Nadia pun memilih untuk keluar rumah karena tak mau memperpanjang pertengkaran tadi dengan sang mertua."Huft,, aku juga gak ngerti mbak kenapa ibu bisa sebenci itu sama aku. Apa karena aku yatim piatu dan miskin kali ya jadi gak ada yang bisa ibu banggain dari aku." Ujar Nadia dengan tersenyum getir meratapi nasib nya.Ini bukan kali pertama mereka bertengkar, tapi bagaimana pun juga, Nadia juga menginginkan kehidupan yang normal seperti orang orang yang ia temui selama ini."Sebenar nya aku juga capek mbak kalau ribut terus tiap ketemu sama ibu. Apalagi mas Arman, mana ada dia membela ku. Tadi saja dia malah membentak ku saat aku mena
****"Armann!!" Pekik bu Warni sembari memasuki rumah putra nya itu. Semua orang yang berada di rumah pun sontak langsung berjalan tergopoh gopoh ke ruang tamu karena teriakan itu."Ibu, kenapa? Ada apa bu?" Tanya Maya yang kini sudah duduk di sebelah ibu nya itu."Ambil kan ibu segelas air!" Seru nya dengan nafas yang masih ngos ngosan. Sedangkan Nadia kini sedang berkumpul di spot favorit nya dengan para ibu ibu di bawah pohon rambutan."Pasti sebentar lagi bakal ada drama." Ujar Nadia dengan mendengus kesal."Lagian tumben ibu mertua mu datang pagi pagi gini?" Tanya bu Leli yang sedikit penasaran."Dia kaya jelangkung, tamu yang tak di undang dan tak pernah ku harap kan, huft." Ujar Nadia dengan nafas berat."Orang kalau udah bau tanah pasti gitu Nad, bakal nyebelin. Kaya almarhumah ibu ku dulu juga gitu, gak lama meninggal." Ujar mbak Indah yang membuat semua orang tertawa."Gak boleh doain yang jelek jelek mbak nanti balik ke kita loh, tapi kalau sama Tuhan di percepat ya gak pap












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.