"Kenapa baru pulang sekarang? Kenapa harus sekarang?!"Tak kuat mendengar temu kangen antara Stefany dengan laki-laki yang tak ia ketahui, Vero memilih untuk meninggalkan mereka. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan sakit yang sekarang ia rasakan. Katakan dia pengecut. Tapi hanya ini yang bisa ia lakukan saat mendengar suara lirih teramat menyakitkan milik wanita yang selama ini selalu memasang benteng pertahanan padanya. Baru kali ini Vero melihat Stefany serapuh itu."Ver, lo kenapa?" tanya Justine melihat air mata di mata Vero turun, meski laki-laki itu menghapusnya cepat."Lo bisa hubungin kelab punya mantan tunangannya bini lo nggak? Suruh buka, gue mau ke sana." Pinta Vero. Ia butuh sesuatu yang bisa membuat rasa nyeri di hatinya menghilang."Lo? Siang-siang gini?" heran Justine."Gue nggak mungkin minum di rumah. Mommy pasti.. Udah lah, bisa nggak?" paksa Vero. Kali ini dia butuh dan Vero berharap Justine bisa membantunya karena tidak ada lagi Axel sang Abang sepupu.Ah, Vero jadi
Satu bulan sudah Vero membiarkan Stefany. Anak Ray Husodo itu bahkan seakan tak melihat keberadaan sang istri meski mereka tidur di dalam kamar yang sama. Stefany seperti tak kasat mata di mata laki-laki itu."Vero nggak sarapan lagi?" tanya Mellia ketika Vero menuruni anak tangga rumah. Tadinya Mellia ingin memanggil Vero, tapi anak itu turun sendiri secara tak terduga. "Di kampus aja, Mom. Sama Justine..” jawab Vero tak berselera."Nggak bareng Stefany lagi? Dia lagi sarapan loh." "Dia bisa pake mobil sendiri. Punya kaki." Mellia menyerngit. Perilaku Vero sungguh diluar kebiasaan. Vero terlihat seperti tak menggilai Stefany lagi sejak Ray Husodo membawa anak itu yang pulang dengan keadaan setengah sadar. "Kalian lagi berantem?" selidik Mellia. Jika ia ingat-ingat kembali tingkah tak manusiawi putranya sudah berlangsung cukup lama.Vero menggeleng, ia berlalu cepat tak menghiraukan sang Mommy yang berteriak mengatai ia tak memiliki sopan santun. Biar saja. Vero sedang dalam mood y
"Huwaaa! Oh, No!" Jeritan Vero membuat dua manusia yang tengah bersitegang mengalihkan perhatian mereka. Keduanya menatap Vero dengan pandangan berbeda. Jika Stefany ketakutan, Mischa dilanda tanda tanya mengenai keberadaan laki-laki lain di ruangan yang seharusnya hanya terisi dirinya dan Stefany. "Sayang.." panggil Vero membuat sekujur tubuh Stefany menggigil kedinginan. Vero datang diwaktu yang tidak tepat. Ia bahkan belum menceritakan tentang hubungan rahasianya dengan Vero. Stefany masih tak siap untuk menyakiti hati Mischa. Pria itu sudah banyak terluka karenanya. "Dia siapa?" tanya Mischa menuntut. Ia tahu ada yang tidak beres dalam diri Stefany. Sejak pertemuan mereka Stefany telah memberikan sinyal yang berbeda. Alih-alih bahagia karena lama terpisah, wanita itu justru terlihat cemas tanpa sebab. Jelas bukan respon seorang wanita yang merindukan kekasihnya. "Jawab Stef.. Kenapa dia panggil kamu sayang?" lirih Mischa sarat akan sakit dalam pita suaranya. "Apa ada yang aku le
Vero sesekali tersenyum, meringis lalu menggaruk kepala sebelum mengeluarkan kekehan kecil, membuat Justine menatap laki-laki itu dengan perasaan kesal bercampur ngeri. Bayangkan saja, sejak tadi Justine curhat meminta bantuan Vero untuk urusan perumah-tanggaan, Pangeran Husodo itu malah mesam-mesem nggak jelas macam orang kesambet setan. "Si Bangke!” kesal Justine, “lagi mikir jorok ini pasti. Vero!!" Teriak Justine kala memanggil nama Vero. Habis sudah kesabaran Justine berteman dengan Pangeran Husodo. Gilanya nggak waras-waras. Plakkk!! "Kutil Anoa! Jast-just minuman anak SD! Gue tebas burung perkutut lo. Kenapa lo hancurin imajinasi gue tentang keluarga bahagia sama Stefan, Hah!!” Bentak Vero tak habis pikir. Kenapa juga ia harus memiliki sahabat nggak pengertian macam Justine. "Ya Tuhan!” desah Justine. "Is, nggak like gue. Gue kan lagi bayangin anak gue sama Stefany lahir, Just." Justine mendengus. Ngapain juga pakai dibayangin segala kalau beberapa bulan lagi
Duh! Tingkah istri ngidam itu ngeri ya?! Vero jadi iri sama Justine, waktu Clara hamil anak pertama mereka. Boro-boro ngurusin Clara ngidam, tuh anak yang ada habisin waktu sama selingkuhan. Kenapa Stefany nggak kaya Clara yang lembut dan pengertian sih. Jadi envy kan Vero. "Istri kamu masih ngambek?" Vero menganggukkan kepala berulang kali. Kalau bisa copot aja deh sekalian kepalanya. Pusing abisnya. Ngidam kok hampir dua puluh empat jam. Hamil anak super kali ya si Stefany. "Daddy.. Dulu waktu Mommy hamil Vero emang ngidamnya nyusahin gini?" Ray menegang. Pertanyaan Vero bagaimana bisa ia jawab. Ia tak berada disamping sang istri ketika hamil. Tahu Vero ada nggak. "Oh lupa! Dulu Daddy nggak ada ya. Sibuk kerja. Tiba-tiba aja gitu ketemu di supermarket dulu. Eh ternyata Vero masih punya Daddy, nggak jadi meninggal ternyata." Vero melirik sekilas ke arah Ray. Ia jadi merasa bersalah melihat mata berkaca-kaca Sang Daddy. "Daddy, Vero nggak maksud gitu." lirih Vero ikutan sedih.
Di dunia ini apa ada lagi hal paling indah selain bisa terbangun disamping tubuh seseorang yang kita cintai?!Jawabannya nggak ada!Dan nggak akan pernah ada!Bagi Vero membuka mata sembari memeluk tubuh Stefany adalah hal yang selalu ia dambakan sejak dulu. Dia bahkan rela dikatai sebagai lelaki cabul oleh Justine karena sempat mengutarakan keinginannya.Kurang bucin apalagi? Sampe sekarang aja keinginan itu masih bersarang. Nggak ilang-ilang! Makin nambah parah malahan. ‘Gue pengennya sambil nggak pake apa-apa gitu, hahaha,’ batin Pangeran Husodo satu itu."Stef.. Kalau lagu Babang Iqbal Ramadhan tukang kuda itu masih ngehits sampai sekarang mungkin aku bakalan nyanyi deh." Vero menarik nafas, bersiap-siap untuk mengeluarkan pesona maut andalannya. "Kau bidadari turun dari surga, dihadap..." Vero membungkam bibir dengan tangan saat amukan Stefany menggema."Vero! Kamu berisik ih!”"Iya aku beri
“Daddyyyyyy!!” teriak Vero kencang ketika anak itu membuka pintu rumah. Amarahnya masih meluap-luap, membara membakar seluruh jiwa. Ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Justine memang manusia beruntung di dunia. Makhluk sinting tukang perkaos anak orang itu mujur terus.Dapet Clara yang punya Lambo Kuning. Jadi penerus satu-satunya keluarga Clara yang kaya raya. Justine tanpa jadi Pangeran Mahkota bisa naik tahta cepet. ‘Tahu gitu gue restuin sama Vale biar miskin terus dia. Big No! Dasar nggak setia kawan!’ kesalnya dalam hati. Kelakuan Justine ini Vero nilai sebagai bentuk pengkhianatan. Mereka tak lagi kepompong yang menunggu berubah menjadi ulat bersama.“Daddddyyyyy!!!”“Ver apa sih! Jangan teriak-teriak! Berisik tau!” Hardik Stefany sembari menutup telinganya.Gila Vero emang nggak bisa kalem sedikit. Kalau nggak bar-bar ya otaknya
Jerman?!Memang dipikir Negara Om Hitler itu deket apa sekali langkah langsung sampai. Astaga! Stefany benar-benar tak habis pikir dengan isi otak Vero. Sayang saja pria itu suaminya. Jika bukan.. Beuh! Ingin rasanya Stefany kuliti hingga ke tulang-tulangnya.Bukan Vero namanya kalau nggak buat kehebohan. Setelah sore tadi merengek minta dibelikan ijazah, kali Vero menggegerkan meja makan dengan permintaan lain yang tak masuk akal. Stefany heran bagaimana bisa mommy dan daddy mertuanya tahan memiliki anak seperti Vero. Ia saja ingin tukar tambah secepatnya.“Pokoknya sejam lagi Abang mau terbang ke Jerman..” ujar Vero dengan suara tegasnya. Ia tidak mau dilarang. Misinya untuk menemui Oma Justine harus segera terpenuhi demi masa depannya.“Makan Vero!” Peringat Mellia sudah hilang kesabaran. Terkadang Vero memang akan menguji kewarasan. Beruntung Mellia selalu memiliki stok lebih untuk menghadapi tingk