Alvero Husodo sedang melancarkan aksi ngambek pada kedua orang tuanya. Hal ini disebabkan karena Ray Husodo- sang daddy yang bertindak plin-plan. Laki-laki itu sekarang telah menjadi penghianat pertama di segala bangsa yang Vero ketahui. Ray mulai mendaftarkan diri jadi pengikut setia Mellia yang menolak untuk mendukung dirinya. Alhasil kini Vero memutuskan kabur saja dari rumah. Ia berdiam di dalam apartemen yang Ray belikan.
“Sepi nggak ada Daddy..” keluh Vero. Biasanya jika malam tiba ia akan merangsek ke tubuh sang daddy. Menjahili laki-laki itu karena tidak ada agenda main dengan Axel dan Justine.
Malam semakin larut tapi Vero sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Anak pertama pasangan Raynald dan Mellia Husodo itu masih memikirkan kesialan yang ia dapat. Andai sang daddy tak menyuruh dirinya pulang, ia pasti sedang bermesraan dengan Stefany saat ini. “Ah! Padahal tadi gue diajakin masuk ke kamar dia loh!” kesal Vero. Semua itu gagal akibat panggilan Lord Husodo. Coba saja daddy-nya tak membuat ulah besok pasti mereka telah menikah, batin Vero.
“Huf!! Ray.. Ray! Bucin banget deh lo ke Mellia.” Decak Vero sok menjadi anak kurang ajar diantaranya Mommy dan Daddynya.
“Gue enaknya ngapain ya?” Ia berguling seperti seekor babi yang dipanggang sebelum memutuskan memilih posisi tengkurap. “Chat Stefany aja kali ya.” Pekiknya semakin tak masuk akal. Siapa tahu Stefany mau membalas. Vero akan mencoba peruntungannya malam ini.
[Jodoh masa depan akoh] : Ayang, aku gabut. Liat nih nggak bisa tidur. Temenin!!!!!!!
Vero mengarahkan kamera depan dan memfoto dirinya sendiri di atas ranjang. Ia lantas mengirimkan gambar tangkapan mandirinya ke kolom chat bersama Stefany.
[Jodoh masa depan akoh] : sent!
Vero tanpa sadar menggigit bibir. Ia yakin jika Stefany tak akan membalas pesan yang dirinya kirimnya. Vero sudah sering- hampir setiap hari malah mendapati semua pesannya berakhir hanya dengan dua tanda centang biru.
[Jodoh masa depan akoh] : Ayang, ih! Aku kabur dari rumah demi bisa hamilin kamu
Satu notifikasi dari Stefany membuat mata Vero membeliak. Ia kaget karena Stefany membalas pesannya.
[Jodoh masa depan]
Gila!
Vero terkikik. Ia tak menyangka jika Stefany baru mengetahui kegilaannya. “Gemes banget deh ah nih anak! Masa gue chat panjang balesnya satu kata doang.” Diantara rasa bahagianya Vero turut serta memberikan kritikan tajam.
“Nggak papa Ver.. Dia mau bales aja harusnya lo bikin tumpeng tujuh hari tujuh malem.” Racau Vero pada diri sendiri. Ia merubah posisi tubuhnya menjadi terlentang. Dua jempol Vero mengambang. Ada jeda beberapa saat karena aksi sok keren Vero. Ia sempat berpikir beberapa saat, namun ternyata otaknya sedang susah diajak bekerja sama untuk membuat topik agar bisa terus berkirim pesan.
[Jodoh masa depan] Dimana Yang?Mau nyusul, Abang rinduuuu!
Stefany mengirimi Vero lokasi terkini dirinya. Sontak saja Vero bangkit dan mengumpat karena mengetahui keberadaan Stefany.
"Nih cewek gue pesantrenin juga ya! Bukannya tidur di kosan malau dugem. Awas aja jadi bini gue, gue kunci dalem kamar tiap hari." racau Vero lalu bersiap-siap untuk menyusul Stefany. Vero mengambil jaket yang ia letakan di atas sofa ruang tamu. Ia juga mencari kunci mobilnya.
“Dimana sih woi?! Calon bini gue lagi happy-happy nih! Masih aja lo ilang kunci mobil!” ia terus mengomel karena tak kunjung menemukan kunci mobilnya. “Mikir Ver.. Terakhir di..” Vero mengumpat keras. Ia lalu berjalan menuju lemari es di dapur apartemennya.
“Nah ini dia!” pekik Vero. Setelahnya tentu Vero berlari sekencang mungkin untuk sampai di basement. Ia lalu melajukan mobilnya tanpa memikirkan jarum speedometer. Keinginan untuk menyeret Stefany membuat Vero seratus persen sadar dalam mengemudi. Ia tak akan bertemu malaikat maut sebelum menyeret pulang calon istri masa depannya.
"Minggiiiiirrrrr, anak Daddy mau lewat." teriak Vero agar lautan manusia di hadapannya menyingkir secepat mungkin. Tak ada tanggapan, Vero lalu membalikkan tubuh. Ia melirik pada beberapa orang di belakangnya memberi kode pada mereka agar melakukan apa yang Vero minta tadi sebelum masuk ke dalam kelab.
Satu orang pergi meninggalkan Vero, setelah itu terdengarlah suara dari pengeras jika semua orang harus menyingkirkan dari hadapan Vero. Laki-laki suruhan Vero turut memberikan ancaman kalau mereka akan jatuh miskin dadakan. Tentu saja perintah itu langsung dituruti!
Lautan manusia mendadak menjadi barisan antri sembako. Mereka sangat tertib dan memberikan jalan yang luas untuk sang pangeran Husodo. Vero mengedarkan pandangan matanya. Ia masih sulit mencari keberadaan Stefany karena mungkin gadis itu juga ikut menepi, memberi ia akses untuk melewati dance floor.
"Stefany Sayaaaaaaaaaang! Ayo pulang!" teriak Vero membahana. "Stefanyyyy pulang apa aku bikin ini tempat kocar-kacir!" Vero memberikan ancaman. Sejak ia kecil cara tersebut benar-benar sangat mutakhir untuk membuat semua orang tunduk.
Tentu saja kecuali Stefany dan orang-orang terdekatnya..
"Eh, Eh, nama gue Siti bukan Stefany woiii!" panik Stefany ketika salah satu temannya mendorong tubuhnya agar keluar dari barisan.
"Woi, ah, Sialan!" maki Stefany. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian dan malam ini Vero sukses membuatnya menjadi bintang yang ditatap horor oleh semua manusia.
"Ayo, pulang! Kamu mau minum, aku beliin sepabriknya buat kamu. Minum di apartemen aku!" hardik Vero lalu menyeret kasar tubuh Stefany. Stefany yang ingin memberontak seketika ciut karena melihat empat orang bertubuh besar yang mengelilingi Vero. Sialan, batinnya. Tahu vero akan berbuat hal gila, Stefany tak akan memberikan lokasinya pada Vero.
"Ayo, Ayang! Ih!" rengek Vero membuat Stefany semakin malu.
"Mbak ikut aja. Nanti pacarnya ngamuk loh. Kita kesini mau seneng-seneng Mbak. Bukan mau liat drama pertengkaran kalian." celetuk salah satu pengunjung membuat Stefany kalah dan akhirnya mengikuti langkah kaki Vero yang dijaga empat orang bodyguard.
"Kamu beliin saya whiskey. Antar ke apartemen saya. Biar kobam ini cewek satu. Beraninya dia pakai pakaian kurang bahan gini di tempat umum lagi!” geram Vero sembari menatap tajam penampilan Stefany dari ujung kepala hingga kakinya.
“Berani pakai pakaian gini lagi aku bakar kamu ya!” teriak Vero murka. Ia benar-benar tak suka melihat wanita yang telah mencuri perhatiannya memakai pakaian tak layak pakai.
Stefany bergidik mendengar ucapan Vero. Entah mengapa nyalinya jadi ciut seketika.
God! God! Moga abis ini onderdil dalem gue nggak dijual-jualin sama si Vero. Gue belom siap mati, Tuhan!!
Banyak hal yang tidak semua orang tahu tentang Vero, termasuk sifat posesifnya yang menurun dari sang daddy. Vero memang layaknya laki-laki lain yang akan menyimpan tambatan hati untuk dirinya sendiri. Ia tak akan rela jika gadis itu, gadis pujaannya, dikagumi oleh manusia-manusia lain— meski hanya secara penampilan."Masuk!" titah Vero sembari menatap tajam Stefany. “Cepet masuk!” ulang Vero tak mau dibantah."Gue mau pulang!" sentak Stefany saat Vero terus menyuruhnya untuk masuk ke dalam unit apartemen milik laki-laki muda itu."MASUK, SEKARANG!" tubuh Stefany tersentak. Ia tak menyangka jika Vero akan berubah semenyeramkan ini. Laki-laki yang biasanya bertingkah tak punya otak itu, cukup membuat tubuh Stefany bergetar hanya karena sebuah sentakan keras."Lama!" hardik Vero lalu mendorong tubuh Stefany melewati pintu apartemennya yang telah terbuka lebar.Vero mendengus. Stefany tak kunjung meninggalkan posisinya di depan pintu. Tak mau mengambil pusing akan keterdiaman Stefany, Ve
Vero menarik nafas dalam untuk beberapa detik, sebelum mengeluarkannya secara perlahan. Ia mencoba mengumpulkan tenaga di kedua otot lengannya untuk menaikkan posisi Stefany yang terlelap dalam gendongan laki-laki itu. Dalam hati Vero mengumpat, merasakan berat badan Stefany yang ternyata cukup ampuh untuk membuat seluruh tubuhnya pegal.Kebanyakan dosa nih cewek! Makanya jangan nolak gue, biar dosa lo berkurang Stef, gerutu Vero dalam hati lalu kembali berjalan untuk melangkahkan kaki menaiki anak tangga pertama rumahnya. "Eits! Mau dibawa kemana itu anak orang, Bang?" cegah Mellia bertindak bak begal yang siap menghadang mangsa buruannya."Kamar Abang Vero, Mom." Jawab Vero menjelaskan kemana tujuan kakinya akan melangkah. Vero mengerang kala sang Mommy justru merentangkan kedua tangan seolah benar-benar niat untuk menghadang dirinya."Mom, ini berat. Awas ih!” pinta Vero. Ia benar-benar nggak like sama kerjaan mommynya saat ini. Jika Stefany jatuh lalu masuk neraka, ia akan menjad
Stefany merasakan mual. Di sepanjang perjalanan, selepas mereka mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang dan menuju ke kota kelahirannya, Batang, Mommy Vero selalu saja melancarkan aksi tanya yang lebih dapat Stefany jelaskan sebagai interogasi dadakan. Stefany sebenarnya tak suka jika orang lain terlalu banyak mengusik privasinya. Tapi apa daya, ia tentu tak memiliki pilihan lain selain memberikan jawaban."Serem gini sih jalannya, Yang. Kamu orang ndeso ya?! Tinggalnya di hutan gini." celetuk Vero membuat sumbu amarah di otak Stefany semakin memendek. Seharian ini Stefany sudah mencoba memanjangkan sabarnya. Pasalnya tak hanya Vero, seluruh anggota keluarga laki-laki itu benar-benar menguji kewarasan."Bukan, gue Orang Utan makanya tinggalnya di hutan gini buat pulang ke rumah. Puas!" amuk Stefan ketika mobil yang mereka kendarai sedang melintasi jalanan Alas Roban. Daerah yang mereka lewati memang menyajikan pepohonan besar seperti jati dan mahoni. Terlebih kendaraan yang berlalu-l
"Ver... Lo kemaren pergi kemana?!" tanya Justine sembari memainkan ponselnya. Selain menjadi mahasiswa abadi, Justine juga calon ayah yang harus memantau kondisi terkini malaikat kecilnya. Ia tak bisa jauh-jauh dari benda pipih itu. Meleng sedikit saja istrinya yang cantik jelita pasti akan berselfie-ria, membuat seluruh kaum adam mengirimkan direct message pada akun sosial sang istri."Sibuk gue, Just! Banyak acara.." sahut Vero. Mata Vero berbinar. Justine yakin sebentar lagi pasti akan ada kekacauan yang sahabatnya itu buat."Cantik..."Nah, kan!!"Cewek!! Yuhuuu! Godain Abang dong!" goda Vero sembari memberikan cengiran kuda andalannya hingga membuat Justine menggelengkan kepala. Memang selalu ada saja kelakuan Pangeran Husodo satu itu. Sehari tidak mengganggu Stefany mungkin anak itu akan sembelit dengan perut melilit-lilit. Justine saja heran."Cewek, uhuiii. Swiuuuiiittt." Kali ini Vero bahkan sampai bersiul. Andai anak itu tahu jika apa yang ia lakukan masuk ke dalam kategori
Hais!! Seandainya Stefany boleh membunuh Vero, mungkin Stefany akan melakukan itu dan mencoba melupakan kesalahan fatal yang ia lakukan bersama Vero seminggu lalu. Hanya saja waktu tak bisa ia putar kembali demi mengembalikan apa yang telah hilang. Jujur Stefany menyesal membiarkan Vero menikmatinya seperti harimau kelaparan. Ia terlalu terbawa suasana sampai ikut lupa daratan.Laki-laki bodoh, begitulah Stefany menjuluki Vero dan segala tingkah laku tak tahu malunya. Bagaimana bisa ada orang normal sengaja mengumbar aib. Sungguh Stefany tak habis pikir. Belum lagi alasan Vero yang sungguh tak masuk diakal.Bayangkan saja, Vero menyebarkan aib mereka karena takut ditinggalkan.Takut ditinggalkan?! Tolong dicatat satu kalimat dalam dua kata itu. Sungguh tak logis sekali. Alasan yang semakin membuat Stefany meyakini jika otak Vero benar-benar halus. Tak memiliki sedikitpun urat kasar alias bodoh!"Goblok banget sih lo!" kesal Stefany. Wanita itu bahkan sampai berteriak demi menumpahkan
Suasana di kediaman Raynald Husodo mendadak ramai. Seluruh anggotanya dipaksa pulang sebelum waktunya. Vallery yang sedang menghabiskan waktu bersama teman-temannya bahkan terpaksa membatalkan janjinya, begitu pula dengan seluruh acara keluarga Stefany. Mereka diberi kabar yang cukup membuat jantungan."Saya kecewa.. Tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Saya harap kamu tidak akan meninggalkan putri saya. Menyakiti dia sama saja kamu meminta saya mengambil Stefany!"Hening sesaat.Vero tidak berani melayangkan protes apalagi balasan pada peringatan yang calon mertuanya berikan. Vero tiba-tiba merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya. Nyalinya menciut ketika melihat tatapan maut yang Papah Stefany layangkan. Perasaan euforia yang sempat menguasai diri anak itu seketika lenyap, tergantikan dengan rasa takut kalau-kalau setelah sah nanti ia justru akan dibunuh, lalu dicincang menjadi potongan kecil untuk santapan para piranha peliharaan tetangganya.Hiii! Amit-amit! Masa baru s
Vero menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Mata laki-laki itu terpejam, berputar pada hari dimana seharusnya ia dan Stefany dapat menghabiskan malam pertama mereka. Huft! Mengingat itu Vero jadi kesal sendiri. Malam pertama apa! Boro-boro malam pertama, baru mau buka baju istri saja, Stefany sudah ngibrit ke kamar mandi. Sekalinya keluar malah minta roti yang buat masa period.Ngeselin nggak sih?! Kenapa bulan itu datang disaat yang tidak tepat. Kan jadi merana Vero nggak dapet jatah malam pertama."Aaaa...." Vero berteriak membuat Stefany yang baru saja keluar dari kamar mandi berjengit- kaget."Ish! Bisa nggak sih jangan ngagetin gitu!” Amuk Stefany.Vero memalingkan wajah ke kanan, melihat tubuh Stefany yang hanya berbalutkan kimono saja. "Aaaa, Daddy Vero nggak like. Makin merana Daddy!” jerit anak itu mengadu pada sang Daddy yang tidak ada di kamarnya.Jeritan kepiluan Vero membuat Stefany berdecak. Ia terlalu hafal dengan jalan pikiran Vero. Pasti lelaki itu tengah berpikir mes
"Kenapa baru pulang sekarang? Kenapa harus sekarang?!"Tak kuat mendengar temu kangen antara Stefany dengan laki-laki yang tak ia ketahui, Vero memilih untuk meninggalkan mereka. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan sakit yang sekarang ia rasakan. Katakan dia pengecut. Tapi hanya ini yang bisa ia lakukan saat mendengar suara lirih teramat menyakitkan milik wanita yang selama ini selalu memasang benteng pertahanan padanya. Baru kali ini Vero melihat Stefany serapuh itu."Ver, lo kenapa?" tanya Justine melihat air mata di mata Vero turun, meski laki-laki itu menghapusnya cepat."Lo bisa hubungin kelab punya mantan tunangannya bini lo nggak? Suruh buka, gue mau ke sana." Pinta Vero. Ia butuh sesuatu yang bisa membuat rasa nyeri di hatinya menghilang."Lo? Siang-siang gini?" heran Justine."Gue nggak mungkin minum di rumah. Mommy pasti.. Udah lah, bisa nggak?" paksa Vero. Kali ini dia butuh dan Vero berharap Justine bisa membantunya karena tidak ada lagi Axel sang Abang sepupu.Ah, Vero jadi