Share

[6] Mommy Vero Nggak Like Dipukulin

Banyak hal yang tidak semua orang tahu tentang Vero, termasuk sifat posesifnya yang menurun dari sang daddy. Vero memang layaknya laki-laki lain yang akan menyimpan tambatan hati untuk dirinya sendiri. Ia tak akan rela jika gadis itu, gadis pujaannya, dikagumi oleh manusia-manusia lain— meski hanya secara penampilan.

"Masuk!" titah Vero sembari menatap tajam Stefany. “Cepet masuk!” ulang Vero tak mau dibantah.

"Gue mau pulang!" sentak Stefany saat Vero terus menyuruhnya untuk masuk ke dalam unit apartemen milik laki-laki muda itu.

"MASUK, SEKARANG!" tubuh Stefany tersentak. Ia tak menyangka jika Vero akan berubah semenyeramkan ini. Laki-laki yang biasanya bertingkah tak punya otak itu, cukup membuat tubuh Stefany bergetar hanya karena sebuah sentakan keras.

"Lama!" hardik Vero lalu mendorong tubuh Stefany melewati pintu apartemennya yang telah terbuka lebar.

Vero mendengus. Stefany tak kunjung meninggalkan posisinya di depan pintu. Tak mau mengambil pusing akan keterdiaman Stefany, Vero berjalan meninggalkan gadis itu untuk mencuci tangan di wastafel.

"Masih mau minum? Tunggu bentar. Abis ini minuman lo dateng. Awas aja sampe nggak abis, gur cekokin lo sampe kobam!” ucap Vero tajam. Ia memang tak terlalu suka dengan gosip yang beredar mengenai sosok Stefany. Gadis itu meski pintar dan menjadi ketua BEM di kampus mereka, Stefany  juga seorang mahasiswi kebanyakan yang suka dengan gemerlapnya dunia malam. Jujur saja, Vero nggak like banget. Dunia malam hanya untuk kaum lelaki, bukan gadis yang harusnya memiliki image baik-baik.

Ting... Tong...

Suara bel membuat Vero kembali melangkah mendekati Stefany. Laki-laki itu menggeser sedikit tubuh sang gadis agar bisa membuka pintu.

"Tuan Muda, ini pesanannya." Vero menganggukkan kepala menerima paper bag berisi pesanan alkohol yang akan ia berikan pada Stefany. Setelahnya Vero menyuruh orang suruhannya untuk hengkang secepat mungkin.

"Duduk sana!" titah Vero sebelum melangkahkan kaki menuju pantry untuk mengambil gelas. Malam ini dia akan membuat Stefany jera agar tidak meneruskan gaya bebas yang selama ini gadis itu lakukan.

Stefany duduk gelisah. Ia tak mungkin disuruh menghabiskan satu botol minuman dalam semalam kan? Bagaimanapun juga ia punya batas resistensi dalam mengkonsumsi minuman beralkohol.

"Minum!" Vero menatap tajam Stefany. Melirik gelas dengan cairan pekat kekuningan yang baru saja ia tuangkan dengan ekor matanya, seolah mengatakan pada Stefany jika gadis itu harus menenggak minuman yang ia sediakan.

Satu gelas,

Dua gelas,

Vero masih menguji sejauh mana kehebatan gadis pujaannya dalam menenggak alkohol. Hingga pada gelas ke lima, Stefany mulai meracau membuat Vero tak tega. Gadis itu bahkan sudah menangis sesenggukan di tempatnya duduk.

"Hiks, lo jahat! Racunin gue." Stefany bangkit dan berjalan sempoyongan ke arah Vero.

"Jahat!" racaunya sembari duduk di samping Vero. Stefany lalu melayangkan pukulan tak bertenaga ke da*da laki-laki itu.

"Lo juga harus minum! Harus! Masih banyak itu, sayang kalau dibuang." Stefany meraih botol kaca di meja, meski sempat hampir terjatuh karena jiwa gadis itu melayang-layang, namun pada akhirnya moncong botol berhasil ia bawa ke depan bibir Vero.

"Minum!" titahnya pada sosok yang mulai terlihat samar.

Vero menghembuskan nafas. Ia memegangi botol yang kini berpindah ke tangannya. Menenggak cairan itu berkali-kali sambil melirik ke arah Stefany yang kini menyandarkan tubuh ke sandaran sofa.

Vero tersenyum kala melihat Stefany bangkit dan berjoget. Ia suka melihat Stefany yang polos dan ceria. Vero bangkit, berjalan cepat untuk merengkuh tubuh Stefany ke dalam pelukannya.

"Stef.." bisik Vero ke telinga Stefany yang terdiam di dalam pelukannya.

"Yang.."

"Hemm.." gumam Stefany setengah sadar. Biasanya gadis itu akan mengamuk jika Vero memanggilnya sayang atau jenis dari panggilan yang serupa.

"Stef.. Gue pengen cium lo boleh?” tanya Vero sembari melepaskan tubuh Stefany. Kedua tangannya merengkuh pundak gadis itu. “Boleh?” ulang Vero meminta persetujuan.

“Hem..”

Vero meyakini jika deheman yang Stefany berikan merupakan lampu hijau untuknya. Ia lantas mendaratkan bibir ke atas milik Stefany. Mulai mengecap madu yang tercipta dari lipatan tak bertulang yang biasanya pandai mengutuk dirinya.

Stefany hanya bisa melenguh. Ia tak tahan dengan ciuman bertubi-tubi yang Vero lancarkan. Sedangkan Vero saat ini tengah melucuti pakaiannya sendiri setelah berhasil menelanjangi Stefany. Ia terus saja melabuhkan ciuman nakal pada si pencuri hati setelah Adriana. Hingga fokus Vero buyar karena mendengar seseorang menekan-nekan tombol password apartemen.

"Shit! Yang ayo ke kamar aku. Mau ada or..."

"Alvero Husodo!" Mellia menjerit ketika menemukan sepasang manusia tanpa sehelai benangpun dan itu adalah anaknya sendiri yang mencoba merayu gadis yang sepertinya tengah mabuk.

"Veroooooooooooooo!!!" murka Mellia.

Vero memejamkan mata. Kesenangannya kenapa harus terganggu dengan kedatangan sang Mommy.

"Mom, wait! Vero nggak like Mommy main terobos aja. Bentar-bentar, Vero amanin Stefany dulu." ujar Vero meminta penundaan waktu untuk Mommynya yang murka.

Sedangkan Ray yang tadi baru saja masuk ke unit Vero bingung melihat wajah merah padam sang istri, "Mommy kenapa?" tanya laki-laki itu tak mengerti. Bukankah tadi Mellia mengajak untuk membujuk Vero agar mau pulang ke rumah. Berjanji tidak akan lagi memarahi anak mereka agar Vero berhenti merajuk.

"Hiiaaaaa! Kamu kenapa telanjang?" teriak Ray saat Vero keluar dari kamar.

Mellia secepat kilat berjalan ke arah Vero, melayangkan tas ditangannya ke tubuh anak itu.  "Nggak punya otak! Anak nakal! Nikahin dulu baru kawinin anak orang. Kenapa kamu nggak ada bedanya sih sama Daddy kamu!" Hardik Mellia membuat Vero menjerit kesakitan karena terus saja dipukuli secara membabi buta.

"Mommy ini ada apa?" Ray masih saja tak mengerti padahal sedari tadi Mellia telah memberikan clue yang amat jelas.

"Ver  ini nggak jadi?" tiba-tiba saja Stefany menyembulkan kepala melalui celah pintu yang ia bula sedikit membuat Vero meringis. Tamat riwayatnya setelah ini.

"Hiiaaaaaa!

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Aaaaa, Mommy Vero nggak like di pukulin gini." Teriak Vero kesakitan.

"Cepet pakaiin cewek kamu baju. Bawa pulang ke rumah. Besok kita pergi ke orang tuanya buat lamaran."

Antara sial dan berkah yang datang bersamaan, Vero tak bisa membedakan namun tentu saja dalam hati anak itu berteriak senang. Akhirnya direstui juga, batin Vero.

"Loh? Lamaran apa Mell? Ini kenapa?" panik Ray karena anaknya yang ganteng mau nikahkan di usia yang terbilang masih sangat muda.

"His! Ayo balik aku ceritain di jalan." kesal Mellia pada Ray, "dan kamu!" Mellia menunjuk ke arah Vero, "bawa ke rumah! Bukan ke hotel! Ngerti?!" Vero menganggukkan kepalanya takut. Tentu saja Vero akan membawa ke rumah dibanding rencana menikahi Stefany gagal. Kesempatan kan nggak akan dua kali, masa dilewatin!

"Kesel Mommy! Kamu minum nggak ajak-ajak! Mana kesukaan Mommy lagi." bibir Vero terbuka lebar. Rahangnya serasa mau lepas setelah mendengar ucapan terakhir sang Mommy sebelum menyeret Daddy nya untuk keluar.

Brakk!!

"Astaga!" pekik  Vero kaget karena bisanya sang Mommy masih membanting pintu. Bisa libas Justine sama Axel nanti dia kalau pintu apartemen mereka rusak. Unit ini kan sudah Vero jual sebagian kamarnya demi uang jajan yang pernah terpotong.

"Ver..."

Vero segera memungut pakaian Stefany yang tercecer di atas lantai. Buru-buru ia masuk ke dalam kamar. Matanya membulat saat melihat pose Stefany yang terlentang di atas ranjang. Jakun Vero naik turun, menelan saliva yang mulai banjir memenuhi kerongkongan.

"God! Ayang! Waktunya nggak nyampe kalau kita terusin yang tadi. Pending dulu ya, Ayang. Bambang takut Mommy murka terus rencana nikahin kita gagal.” ujarnya cepat lalu membantu Stefany untuk bangun. Vero lantas memakaikan pakaian untuk Stefany. Dia harus cepat. Jangan sampai otak Mommy nya kembali waras, terus restu kembali tarik.

Amit-amit! Jangan-jangan! Gue nggak mau bikin dosa sebelum nikah!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status