Share

Nab 187 : Menjadi Mata-mata

Author: Xiao Chuhe
last update Huling Na-update: 2025-09-23 21:26:52

Aku mendapatkan izin dari Ibu untuk mendatangi suamiku di perbatasan barat. Jaraknya tidak jauh, kurang lebih dua jam dengan kuda cepat.

Jadi aku masih bisa sampai di sana sebelum siang, kan?

Aku segera pamit untuk pergi ke dapur.

"Mau apa?" Ibu bertanya.

"Aku ingin menyiapkan bekal makan siang untuknya."

Ibu tertawa kecil. "Padahal kau bisa menyuruh Chunhua saja yang melakukannya, kan?"

Aku cemberut dengan wajah memanas. "Tapi aku ingin membuatnya sendiri."

Meski sedikit mendapat godan dari Ibu, aku tetap pergi ke dapur dan memasak sesuatu yang disukai Ye Qingyu.

Tapi dia memang menyukai apa pun yag kuberikan padanya, sih …. Chunhua juga ikut membantu, dia sangat ahli dalam memotong bawang.

Lalu, urusan menata bekal pun, dia adalah nomor satu di antara para pelayan di kediaman ini.

"Nyonya Muda, sumpitnya saya letakkan di dalam bekal, ya?" Chunhua mengambil beberapa pasang sumpit.

Aku mengangguk. "Baiklah, terima masih, Chunhua."

"Apakah Anda benar-benar akan pergi sendir
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 188 : Bekal

    Tatapanku bertemu dengan Ye Qingyu, tubuhku membeku di atas kuda. Suamiku …, ternyata sangat gagah! Astaga, bagaimana ini? Aku merasa seperti berubah menjadi tetesan air yang menguap karena udara panas di musim panas dataran tengah! Aku …, tidak berani menatap matanya lagi. Wajahku benar-benar terasa panas, seolah bisa meleleh kapan saja. Lalu, dia melangkah mendekatiku. Membuatku semakin mematung seiring suara derap langkah tegasnya terdengar. "…, Xi?" Aku baru menyadarinya. Ternyata tubuh sebesar itu yang sudah meniduriku semalam! Ah, tidak, aku sudah menjadi istrinya. Maksudku, tak kusangka suamiku adalah orang yang begitu gagah ini. Bagaimana ini? Aku terlaku gugup untuk menghadapinya. "Jingxi?" Kalau semalam kami tidak melakukan itu, seharusnya aku tidak akan segugup ini. Tidak, tidak. Aku tidak bisa menyalahkan hal itu. Seharusnya aku tidak perlu memaksakan diri datang menemuinya saat dia sedang bekerja. Kalau aku tetap diam di rumah menunggunya pulang, seharusnya tida

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Nab 187 : Menjadi Mata-mata

    Aku mendapatkan izin dari Ibu untuk mendatangi suamiku di perbatasan barat. Jaraknya tidak jauh, kurang lebih dua jam dengan kuda cepat. Jadi aku masih bisa sampai di sana sebelum siang, kan? Aku segera pamit untuk pergi ke dapur. "Mau apa?" Ibu bertanya. "Aku ingin menyiapkan bekal makan siang untuknya." Ibu tertawa kecil. "Padahal kau bisa menyuruh Chunhua saja yang melakukannya, kan?" Aku cemberut dengan wajah memanas. "Tapi aku ingin membuatnya sendiri." Meski sedikit mendapat godan dari Ibu, aku tetap pergi ke dapur dan memasak sesuatu yang disukai Ye Qingyu. Tapi dia memang menyukai apa pun yag kuberikan padanya, sih …. Chunhua juga ikut membantu, dia sangat ahli dalam memotong bawang. Lalu, urusan menata bekal pun, dia adalah nomor satu di antara para pelayan di kediaman ini. "Nyonya Muda, sumpitnya saya letakkan di dalam bekal, ya?" Chunhua mengambil beberapa pasang sumpit. Aku mengangguk. "Baiklah, terima masih, Chunhua." "Apakah Anda benar-benar akan pergi sendir

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 186 : Datangi Saja Dia

    Kupikir, aku akan lebih bersemangat untuk melakukan pekerjaanku begitu bangun tidur di kamarku sendiri. Tapi yang terjadi justru ….Aku baru membuka mata setelah matahari naik sepenggalah, dan udara hangat pagi hari musim semi sudah menerobos ke dalam kamar. Aku mematung dengan posisi tidurku. Rasanya …, tubuhku tidak bisa digerakkan. Aku menghela napas malas. Leherku terasa sakit, pinggangku, bahkan paha dan pergelangan kaki. Astaga …. Sebenarnya siksaan macam apa yang terjadi padaku sepanjang malam? Aku menoleh ke samping, Ye Qingyu sudah tidak ada di tempat tidurnya. Mungkinkah dia bangun lebih awal dan tidak membangunkanku? Aku beringsut duduk dengan susah payah, wajahku sedikit meringis menahan sakit, sambil sesekali memijat pinggangku sendiri. "Selamat pagi, Nyonya Muda. Apakah tidur Anda nyenyak?" Chunhua mengetuk pintu dua kali lalu berjalan memasuki kamar, senyumnya cerah, dan tampaknya dia sedang dalam suasana hati sangat gembira? Aku mendesah pelan sambil meluruskan k

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 185 : Pengakuan

    Aku menarik napas dalam-dalam ketika akhirnya mengenakan pakaian merah tipis itu. Kainnya begitu lembut, menempel di kulitku, nyaris seperti tak ada jarak antara tubuhku dengan udara kamar. Wajahku panas bukan main, pipiku seakan terbakar, tapi aku tidak berani menolak lagi setelah melihat tatapan penuh cinta dari mata Ye Qingyu.Dia tidak mengatakan apa-apa ketika aku berdiri kikuk di hadapannya, hanya tersenyum tipis dengan mata yang tak pernah lepas dariku. Aku tahu, aku terlihat sangat memalukan, bahkan mungkin seperti gadis kecil yang baru saja dipaksa menghadiri perjamuan orang dewasa. Bahuku menegang sedikit saat aku menyadari bagaimana tubuhku menanggapi pakaian ini—bukan hanya malu, tapi juga rasa ingin tahu yang tak pernah kuterima sendiri.Namun, berbeda dengan bayanganku, tatapannya tidak meledek. Tatapan itu …, benar-benar terasa hangat, tenang, membuatku semakin tidak tahu harus bersikap seperti apa."Duduklah." Suaranya terdengar pelan, seolah takut memecah suasana.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 184 : Pakaian

    Rencananya, kami akan melanjutkan perjalanan ke Beizhou setelah sarapan. Ibu dan Ayah sedang mengobrol dengan Ye Tinghan. Ah, aku dan dia belum pernah berhadapan lagi sejak kami berbicara setelah malam itu. Tidak, yang benar adalah, dia menghindariku duluan sebelum aku punya kesempatan untuk berdiri di dekatnya. Apa kalimat penegasanku saat itu terlalu berlebihan, ya? Membuat dia merasa semakin benci padaku, atau semakin kesal setiap melihatku, pokoknya yang jelas hasilnya sama sekali bukan hal baik untukku. "Xi'er." Ye Qingyu mengetukkan sumpitnya ke mangkukku dengan pelan. Aku menatap matanya, tak berkedip. "Makan." Aku sedikit tersentak. Lalu menatap ke bawah, di mana mangkuk nasiku memang masih penuh. Ini adalah waktu sarapan kami. Aku pelan-pelan menyuap nasiku. "Kau memikirkan ciuman itu, ya?" dia berbisik. Aku menatapnya lagi sambil melotot. "Apa-apaan?!" aku balas berbisik. "Kau tak habis-habisnya merenung. Memang bisa memikirkan apa lagi selain memikirkan aku?" Haa

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 183 : Rasa yang Sudah Lama Tak Dirasakan

    "Selamat pagi, istriku."Suara itu terdengar begitu dekat, terlalu dekat. Begitu mataku terbuka, wajah Ye Qingyu sudah hanya sejengkal dari wajahku, senyumnya lebar sekali seperti anak kecil yang baru saja menang lotre.Sesaat setelah termenung, berusaha mencerna apa yang barusan kulihat dengan mataku setelah bangun tidur, aku terlonjak setengah mati. Jantungku memukul-mukul tulang rusuk. Hampir saja aku menjerit. "Y-Ye Qingyu!"Dia malah terkekeh, matanya menyipit ceria. "Kau tidur begitu pulas semalam. Aku sampai khawatir kau tak akan bangun."Aku terdiam, sejauh yang kuingat, terjadi hal yang memang terasa menakutkan semalam. Aku hampir terbunuh di tangan pria yang tidak kukenali sama sekali, dan penyelamatku adalah Yu Yan, pria yang sudah membuatku sangat berhati-hati selama beberapa bulan terakhir. "…, Xi?" Dia menawarkan bantuan terkait pasukan pemberontak yang disiapkan Ayah dan aku masih mempertimbangkannya, karena penawaran itu sulit untuk diabaikan begitu saja. Lalu setela

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status