"Itu lho Ma, teman aku SMA dulu. Dia selalu ngejar aku terus Mah. Padahal, akunya nggak suka," jawab Devan ketika ia dan Aisyah kepergok membicarakan sesuatu. Devan tidak terlalu jujur dengan wanita yang dibicarakan yang ternyata Mawar. Mawar yang kini telah menjadi istri keduanya Denis.
"Yang benar? Terus kapan kamu mau menikah? Kalau dah punya cewek, kenalin ke Mamah ya?" Bu Linda meledek Devan karena beliau menginginkan anaknya segera menikah. "Uhuk uhuk uhuk!" Devan malah tersedak karena wanita yang sangat dia cintai berada di sampingnya. Ia tak mungkin mencari wanita lain karena hatinya masih belum bisa move on. "Kok malah tersedak? Ini ada air mineral cepat diminum. Oh, ya, mie ayamnya kita makan yuk? Keburu medok." Mengetahui Devan tersedak, Mama Linda menyodorkan air mineral. Ia khawatir dengan anaknya yang tiba-tiba tersedak. Akhirnya, Aisyah bersama Mama, Devan dan pak sopir makan mie ayam dan camilan bersama. Hati Aisyah yang lara sedikit terobati kala ia bersama dengan keluarga yang hangat. Apalagi ada Devan yang selalu memberi senyum tulus kepada Aisyah. Sesekali Devan mencuri-curi pandang ke Aisyah. Hati Devan sangat terharu melihat Aisyah sedang disakiti oleh adiknya sendiri. "Devan, Aisyah, kalian itu makannya sama-sama rakus. Kalian lagi kesambet apa sih? Tapi Mama senang, kalian doyan mie ayamnya. Jadi Mama belinya nggak sia-sia. Nanti kalau kurang bisa nambah." Mama Linda terkejut melihat Aisyah dan Devan sangat lahap memakan mie ayam. Mereka seperti memiliki ikatan batin yang kuat. "Enak banget Mah mie ayamnya. Di London nggak ada makanan seenak ini. Makanya Devan kepingin pulang. Kuliner Indonesia 'The Best' Mah. Kalau Aisyah mah mungkin lagi PMS itu?" Devan mencoba mencairkan suasana agar tidak tegang. Dan Mama Linda tidak curiga bahwa Aisyah sedang ada masalah dengan Denis. "PMS. Ih, Mas Devan sok tahu. Emang iya. Kok tahu sih? Beneran lho Aisyah lagi dapat tamu. Emang suka makan banyak kalau Aisyah lagi dapet," jawab Aisyah jujur sambil berusaha untuk tertawa. Ia ingin keluarganya tidak ikut merasakan kesedihannya. "Hem. Anak Mama suka cari tahu tentang kebiasaan cewek ya? Kok pertanyaan Mamah nggak dijawab sih, Van. Kamu udah ada kenalan cewek apa belum? Kalau belum, Mamah punya kenalan lho. Dia wanita mandiri juga seperti Aisyah." Diam-diam, Mama Linda sudah menyiapkam calon istri untuk Devan. Mama Linda memang sangat memperdulikan anaknya. "Apa? Mamah mau ngenalin aku sama cewek? Devan malas Mah. Devan belum siap nikah. Devan masih ingin menata karir," jawab Devan dengan tegas. Sama sekali Devan tidak tertarik dengan wanita kenalan mamanya. Ia mencari alasan agar mamanya tidak curiga bahwa wanita yang ia cintai adalah Aisyah. "Menata karir gimana sih, Van? Pekerjaan kamu 'kan sudah mapan. Usaha Catering kamu juga berkembang pesat. Mumpung belum tua kamu secepatnya harus menikah. Atau, kalau nggak mau dengan pilihan Mama ya kamu cari sendiri. Tampan gitu kok sulit cari cewek. Devan-Devan!" Di depan Aisyah Mama Linda mengomel ke Devan karena Devan keras kepala dan sulit diberi tahu. "Mah, pelan-pelan kenapa sih banyak orang. Nanti kalau Devan bertemu dengan wanita yang tepat, Devan langsung kenalin sama Mamah. Tapi Mama harus janji?" jawab Devan sambil melihat Aisyah dengan serius. Diperhatikan seperti itu, Aisyah menjadi malu-malu kucing. Betapa tidak, Devan itu sangat mempesona. "Janji apaan sih, Van? Mama selalu setuju dengan pilihanmu. Asalkan jangan sama wanita yang nggak bener. Nanti Mama dan Papa nggak merestui hubungan kalian," jawab Mama Linda dengan bijak. Ia tahu kemauan anaknya yang ingin mencari cinta sejatinya sendiri. Karena Devan bukan pria yang suka diatur. "Jika Devan sudah menemukan, Mamah jangan marah dengan wanita pilihan Devan apa pun itu keadaannya! Masa iya, Devan milih wanita yang nggak bener? Emangnya wanita yang nggak bener bisa setia?" Devan sangat takut jika rasa cintanya kepada Aisyah diketahui oleh sang Mama. Dan dia takut, jika Aisyah memang jodohnya, ia takut kedua orang tuanya tidak merestui hubungan mereka. "Haha, Devan, kamu lucu sekali. Mama janji deh akan merestui hubungan kalian. Soalnya Mama nggak mau kamu menjadi duda tua," jawab Mama Linda yang sudah menghabiskan satu mangkuk mie ayam. "Makasih Mah. Mah, sepertinya Aisyah dan Pak Dadang dah ngantuk tuh. Kita pulang sekarang yuk? Nanti Devan yang nyopir juga gak papa kalau Pak Dadang capek." Devan memang pria baik hati. Ia memikirkan kondisi orang lain walaupun dirinya juga sangat lelah. "Saya tidak mengantuk kok Den Devan. Malah saya semangat menjemput Den Devan," jawab Pak Dadang yang sedari tadi diam dan menjadi pendengar yang baik. Pak Dadang adalah sopir kepercayaan keluarganya Devan. "Yasudah, yuk kita pulang. Aisyah dah ngantuk 'kan? Makasih ya Syah, kamu dah nemenin Mamah menjemput Devan. Tanpa ada kamu nggak seru." Mama Linda sangat senang ketika Aisyah mau diajak menjemput Devan karena ada taman untuk mengobrol. "Lumayan ngantuk Mah. Iya kita pulang yuk. Dah tengah malam nih. Keburu ada hantu. Eh, nggak deh. Hantunya Kak Devan tuh." Aisyah masih saja berkelakar dengan Devan. Ia ingin segera melupakan kesedihannya. Dengan cara itulah ia bisa tertawa kembali. "Awas nanti Syah, aku jadi Genderuwo dan bikin kamu nggak bisa tidur. Haha!" jawab Devan yang berusaha menimpali perkataan Aisyah yang semakin seru. Bersama Aisyah, hidup Devan menjadi seru. "Haha. Kalian lucu sekali kalau berkelakar. Yuk, jalannya kita percepat agar kita cepat sampai ke tempat parkir." Koper milik Devan ia dorong sendiri menuju tempat parkir bersama dengan keluarganya. Ia juga tidak sabar ingin cepat sampai rumah. Beberapa menit kemudian Devan dan keluarganya sudah berada di mobil dan mereka dalam perjalanan pulang. Saat berada di mobil semuanya terdiam. 'Mas Denis! Malam ini pasti kalian sedang berdua melakukan malam pertama. Kau sangat kejam Mas. Awas saja, Aisyah nggak pulang dalam beberapa hari ini. Silakan, puaskan dirimu menikmati malam di atas penderitaan istri!' batin Aisyah yang mulai teringat dengan Denis. Ia mengira Denis sedang bersenang-senang dengan Mawar malam itu. Dalam detik itu, Aisyah berusaha melupakan Denis. Hingga Aisyah teringat pada chat yang belum ia balas. Kemudian ia mulai membalas chat nomor baru yang membuat dirinya penasaran. "Maaf, Anda siapa ya?" "Kenal saja belum, kok kamu sudah bilang ke aku jika kamu merindukanmu? "Jawab!" Akhirnya Aisyah sudah membalas chat WA yang belum dijawab. Hatinya mulai sedikit lega kala ia bisa menjawab chat tersebut. Tring! Beberapa detik kemudian, bunyi notifikasi chat WA terdengar. Hatinya berdebar-debar ingin segera melihat jawaban chat tersebut.Rina menoleh ke belakang karena Aisyah memanggilnya. "Ada apa Aisyah?" "Benarkah kamu benar-benar berubah, Rina?" tanya Aisyah kepada Rina. Aisyah iba melihat sikap Rina yang mulai berubah. Ia tidak curiga sedikitpun meski sudah diperingatkan oleh Devan. "Buat apa berbohong? Aku pun rela dipenjara jika aku bersalah pada kalian. Aku sangat menyesal telah merusak rumah tangga kalian," jawab Rina sembari menunduk. Ia menampakkan wajah sendu dan kalem. Tidak seperti Rina dulu yang angkuh dan cerewet. "Mas? Rina sudah berubah. Kamu jangan kasar sama dia. Biarkan dia bertamu ke rumah kita," ungkap Aisyah sambil menoleh ke arah Devan yang duduk di sampingnya. Devan hanya terdiam. Ia masih mengamati perubahan sikap yang dialami oleh Rina. Ia tidak bisa memutuskan apa-apa karena ia masih trauma. "Aisyah. Mungkin Mas Devan masih belum percaya. Saya pamit pulang saja. Terima kasih, kamu sudah menerima aku dengan baik." "Rina, silakan duduk kembali. Ini acara aqiqah anak kami. Kamu bole
"Aku kecelakaan Mbok Ijah. Untungnya beberapa warga menolongku. Tadi sempat ke klinik untuk memastikan apakah aku masih baik-baik saja," jawab Devan kepada Mbok Ijah sambil masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih. "Ya Alloh Den. Ayo cepat masuk!" Saat siang, Devan masuk menuju ruang tengah dan langsung duduk di sofa karena semua badannya terasa sakit. "Mas Devan kamu sudah pulang? Kenapa dengan wajah kamu? Apa Mas sudah membeli kambing?" Tiba-tiba Aisyah datang ke ruang tersebut. Ia terkejut melihat keadaan Devan yang terluka. "Sudah, Syah. Tadi sempat kecelakaan dengan sesama mobil. Tiba-tiba dari arah belakang, ada mobil yang menabrak mobil aku hingga aku pingsan sebentar. Mobil Mas ada di bengkel. Tadi aku naik Ojol. Bentar lagi kambingnya datang." Devan menceritakan kecelakaan yang baru saja terjadi. "Astaghfirullah, Mas. Untung saja kamu selamat. Yasudah, Mas istirahat dulu. Atau kalau nggak, Mas makan dulu gih?" ujar Aiayah sambil mendekati sang suami untuk memastik
"Itu ada yang ingin melamar pekerjaan menjadi asisten pribadi di kantor," jawab Devan sambil menekan keyboard ponsel untuk menjawab karyawannya yang bernama Joni. "Jadi, Ayah Aslam besok mau bekerja hari ini kah?" Aisyah sedikit penasaran dengan info yang baru saja ia dengar dari suaminya. Devan menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Tidak. Biarkan Joni yang mewawancarai. Besok aku ingin memesan dua ekor kambing di salah satu peternak di Kota ini. Nanti ada ART yang ke sini. Bisa saya tinggalkan, Sayang? Ini demi keberkahan rumah tangga kita!"Devan ingin segera pergi untuk memesan dua kambing di salah satu peternak pada keesokan hari. Hari itu sudah larut Devan dan Aisyah mulai beristirahat. **Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun dari tidur. Namun, ia belum sempat menyiapkan sarapan karena Aslam rewel. Sementara Devan baru saja selesai mandi untuk persiapan menuju ke penjual kambing. "Sayang, aku biru-biru berangkat ya? Biar nanti cepat pulng."Devan berpamitan dengan Aisyah u
"Maaf kalau saya punya salah dengan kalian. Jangan diperpanjang masalah ini," pinta Dokter Spesialis Anak tersebut. Dokter itu merasa malu ketika Devan tiba-tiba masuk ke ruangan periksa."Oke, saya maklumi. Terima kasih sudah memeriksa anak saya. Aisyah, ayo kita pulang. Harusnya tadi aku ikut masuk ke dalam ruangan ini!" ujar Devan sambil menarik pelan tangan Aisyah. Ia tidak mau Aisyah mengenal dokter tampan yang bernama Weldan tersebut. Aisyah menuruti perkataan Devan sambil menggendong Aslam yang mulai berhenti menangis. Entah mengapa sesudah diperiksa oleh Dokter Weldan, tiba-tiba tangisan Aslam berhenti. Melihat keajaiban itu, Aiayah menoleh ke arah Dokter Weldan. Dokter itu tersenyum hangat ke arah Aisyah. Aisyah langsung ke posisi semula. Ia takut dosa dengan pandangan yang tidak seharusnya ia berikan. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan Dokter Weldan yang tidak biasa. "Kenapa dengan Dokter Weldan ya? Tatapannya aneh?" batin Aisyah. Ia takut akan terjadi apa-apa antar
Pagi itu, Aslam menangis sangat keras. Kebetulan Aiayah sedang di kamar mau memberikan ASI pada Aslam. Namun, Aslam tidak mau minum. Ia malah menangis terus. "Bagaimana ini Mas, Aslam nangis terus?" Aisyah kemudian menggendong Aslam karena tangis sang bayi tak kunjung berhenti juga. "Coba aku cek apa Aslam badannya panas?" Devan mengambil alat pendeteksi demam bayi yang berada di dalam nakas. Setelah dicek hasilnya membuat terkejut. "Sayang, cepet tidur ya. Anak mama jangan nangis lagi," tutur Aisyah sambil menimang-nimang Aslam yang masih menangis. Tidak lama, Devan datang dan memeriksa suhu badan bayi mungil tersebut. "Sayang, suhu badan Aslam tinggi. Ayo kita bawa dia ke Dokter sebelum terlambat," ujar Devan yang cepat-cepat ingin ke dokter karena badan anaknya demam tinggi. "Baiklah. Ayo kita ke dokter! Ini tinggal bawa tas penting dan popok bayi! Bawa susu formula nggak Mas?" tanya Aisyah takut terjadi apa-apa saat berada di dokter nanti. Devan tersenyum sambil mempersiap
Terima kasih, Mas. Kau sangat mencintaiku. Aku juga mencintaimu Mas. Semoga kita diselamatkan dari mara bahaya apa pun. Kita tidur yuk?" ajak Aisyah kepada sang suami denga lembut. Aisyah lelah sekali akibat kejadian yang tidak diinginkan kemarin terjadi. "Iya, Sayang. Kita tidur sekarang juga. Sini aku temenin, biar kamu hangat dan cepat tidur."Malam itu, keluarka kecil mulai tertidur. Alhamdulillah, dedek bayi juga tertidur dan tidak terlalu rewel. ***Pagi pun tiba. Aisyah sudah bangun pada pagi itu. Ia sudah menyiapkan sarapan pagi dan dibantu oleh wanita seumuran Mbok Ghinah. Devan berusaha mencari ART di rumahnya agar pekerjaan Aisyah terasa ringan. Sementara Devan sedang menimang bayi di pagi itu, ketika Aiayah dan ART baru sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Sayang, kamu tampan sekali seperti ayah. Semoga menjadi anak Sholeh ya? Satu lagi. Kamu harus nurut sama Mama. Mama itu dah berkorban besar mengurus kamu. Sekarang dedek udah mandi, tidur yah?" Devan mengajak berbi