Aku sebenernya sudah punya outline tiap bab untuk cerita ini sampai tamat. Setelah aku ketik, aku print dong karena memang seniat itu! Tapi apa?😭😭 bukunya malah gak sengaja masuk ke mesin cuci dan ikut kecuci juga😭. Hancur kertasnya gak bersisa lagi. Jadi, mungkin cerita ini bakalan aku tamatin dengan alur yang lebih cepet karena jujur aja aku bukan orang yang bisa ingat alur sepanjang itu. Walaupun ini pure buatan aku, tetep aku gak bisa ingat makanya harus dicatat lagi. Bismillah, insyaAllah aku akan fokus tamatin novel ini dulu. Jadi, novel ini akan aku prioritaskan di antara novel-novelku yang lain.
Pernah malas sekolah karena dimusuhi satu circle? Seperti seorang gadis yang saat ini berdiri di samping podium seorang diri. Ia menunduk dalam tak kuasa menerima terpaan sinar mentari yang begitu menyengat. Padahal sedari tadi ia hanya diam tanpa ada sepatah kata dan tindakan apapun. Namun karenanya pula seluruh siswa yang menghadiri upacara Senin pagi ini mendemo pihak guru bagian pengurus OSIS. Hingga OSIS tahun lalu turun tangan mengamankan para siswa yang semakin ricuh. Ketika sudah tenang, bu Rani selaku guru pembimbing OSIS berdiri di atas podium untuk menyampaikan beberapa hal. Semua yang telah beliau sampaikan sangatlah masuk akal, tapi tetap saja para siswa tak setuju akan hal itu. Lebih tepatnya mereka tak mau menerima. Kerumunan siswa dibubarkan s
Salahkan saja ia yang menggunakan pashmina dengan model melilit leher hingga masing-masing ujungnya menjuntai di belakang. Tubuhnya mundur dan kepala gadis itu mendongak mengikuti tarikan pada ujung kain panjang itu. Ia memegang erat pashmina-nya yang menjuntai di belakang. Mempertahankan diri agar tak tertarik lebih jauh. Nyatanya kalah juga karena semakin melawan semakin terasa mencekik leher. "Lepasin!" Ia mencerca. Ingin menoleh ke belakang, tapi lilitan di lehernya terlalu kencang hingga tak dapat gerakan kepala. Di belakang sana salah satu anggota inti Kompeni yang bergelar sebagai perundung paling sadis seantero TB. Kabarnya beberapa anak yang menjadi korban memilih keluar dari SMA incaran ini demi kelangsungan hidup yang aman dan tenang. Nama
Terlahir sebagai anak tunggal, saat ini Eva tak lagi miliki orang tua yang lengkap. Papanya meninggal akibat kecelakaan yang terjadi tiga tahun silam. Masih terekam jelas di kepala Eva hingga saat ini, bagaimana mengerikannya bentuk tubuh papanya yang telah hancur terlindas truk dengan muatan berat. Tersisa ia bersama mamanya. Seorang ibu rumah tangga yang merangkap juga sebagai kepala keluarga. Pekerjaannya sehari-hari hanya membuat kue untuk dijual di toko-toko sembako berbagai tempat sekitar kawasan rumah. Beruntung lokasi rumah mereka dekat dengan pasar hingga memudahkan untuk membeli bahan-bahan juga meniagakannya. Hendak memperluas linglup bisnis, keluarga kecil ini terkendala kendaraan yang tak memadai. Ingin memakai jasa orang, sedang kebutuhan hidup saja sangat pas-pasan dan terkadang kurang. Hanya ada sepeda berwarna pink dengan model khas p
Perlahan Eva rasakan panas pada bola matanya. Benda hitam yang bulat itu memerih, nyaris saja jika Eva memejam maka buliran kristal itu pasti akan meluruh membasahi pipinya. Eva berusaha untuk menahan tangis sendiri. Kesannya akan semakin mempermalukan diri jika menangis di depan mereka semua setelah diperlakukan seperti ini. Pak guru tersebut juga malah melanjutkan materi tanpa memperjelas status Eva, dipersilakan masuk atau tidak? Membuat Eva makin uring-uringan takut serba salah. Mau nyelonong masuk, tapi beliau belum kasih izin. Kalau asal keluar, nanti kesannya tidak sopan dan dianggap bolos. Ketimbang tidak jelas seperti ini, Eva lebih baik bertanya walau sepertinya akan diabaiakan. Tak apa, coba saja dulu. "Pak!" Ya, seperti perkiraan awal, pangg
Melly sebenarnya tak peduli dengan kelakuan anak kelas yang bising karena targetnya saat ini adalah Eva. Tapi telinga cewek itu panas sendiri mendengar lirik lagu yang dinyanyikan Iqbal. Maksudnya ingin menyindirkah? Kenapa pula Melly iri pada orang miskin? Lucu! "Diem lo!" Salsa melotot pada cowok itu membuat Iqbal bersama teman-temannya menaikkan alis menatap cewek itu aneh. "Lah? Suka-suka kitalah, orang kita mau nyanyi," tukas Iqbal mewakili suara teman-temannya. Memang senang sekali rombongan cowok di kelas ini memancing emosi geng Qotsa. Apalagi ada Iqbal di sini. Selaku ketua kelas cowok itu berani saja pada anggotanya. Kenapa takut? Orang tuanya juga pebisnis kaya raya. "Jangan! Jangan iri! Jangan iri dengki!" Hampir semua cowok di kelas ini bernyanyi dengan lirik seperti itu seraya berteriak. "Azeek!!" Tangan Salsa mengepal keras memandang mereka semua yang makin jadi. "Kampungan lo pa
"Va!" "Eh?" Eva tersentak kaget dan segera menoleh ke arah sumber suara. Berdiri Yana di sebelahnya. "Dih, ngelamun lo? Dipanggi dari tadi juga." "Gak denger," sahut Eva pelan. Kepalanya celingukan memandang ke dalam kantor. "Udah selesaikah?" Baru saja Eva menemani Yana ke kantor urusan perbendaharaan. Pastinya cewek itu menerima uang yang sangat fantastis untuk segala project dan kegiatan OSIS. "Iya. Yuk balik ke kelas. Gue laper bangett tauuuu. Tadi gegara lo ribut sama geng Qotsa jadinya gak sempet makan keburu dipanggil rapat." "Ih, gue lagi!" Eva berseru tak terima. "Mereka duluan yang mulai." Yana memutar bola matanya mala
Perlahan dari kepala hingga mengalir sampai kaki. Cowok itu menghabiskan satu botol air untuk membalas perbuatan Eva tadi padanya. Menumpukan tangan pada lutut hingga posisinya sedikit merunduk dan wajahnya kini berada tepat di depan wajah Eva yang hanya setinggi dadanya saja. Eva memejam erat. Ingin kabur pun rasanya itu adalah pilihan konyol yang semakin membuat malu. Karena pastinya nanti sia-sia dan dengan mudahnya Arta akan mendapatkannya lagi. "Gue belum puas balesnya. Masih kesel," ujarnya. Botol kosong itu digunakan untuk menepuk kepala gadis di depannya ini. Tidak kuat, kok. Hanya pelan karena ia tahu, baru disiram air begini saja sudah mau menangis. Apalagi Arta memukulnya 'kan? Namun, jujur saja ia masih kesal dan belum puas membalasnya hanya seperti ini. Tangannya gatal ingin menonjok orang. Bugh! "Aaaa!" Eva menjerit. Berjongkok dengan kedua tangan menutupi telinga tak ingin mendengar apap
Akhirnya Eva bersama teman-temannya dapat menikmati bekal istirahat kali ini tanpa takut diganggu oleh hantu Qotsa lagi. Mereka memakan dengan lahap lauk seadanya tersebut. Sesekali bertukar lauk satu sama lain hingga sangat banyak sekali beraneka ragam lauk di atas piring. Mengenai air minum Eva yang habis dipakai untuk menyembur Melly tadi, ia menggantinya dengan mengambil air galon yang ada di ruang OSIS. Bersama Ana pergi ke sana yang ternyata air cewek itu hanya tinggal setengah dan ingin dipenuhi lagi. "Ehm. Lain kali kita bisa kali ya bikin video mukbang bareng hahaha. Liat nih makanannya banyak banget," celetuk Riska sambil menggigit sotong yang ada di tangannya. "Eh, iya ya?" Uma mengangguk setuju. Gadis manis itu meminum minumannya sebelum