"Nak, Dimas. Ayah dan Paman Hendra sudah berniat akan menjodohkanmu dengan Angela," ucap Ayah Deni.
"Apa??"
Mendengar sang ayah yang tiba-tiba saja berkata kalau dirinya akan menjodohkan Dimas dengan Angela, membuat laki-laki ini kaget. Bahkan bukan hanya Dimas saja melainkan sang adik Pingkan pun ikut kaget.
"Tapi Ayah kenapa mendadak sekali seperti ini," tanya Dimas. Wajahnya sudah berubah menjadi pucat karena dia sama sekali tidak menyangka kalau pertemuan dua keluarga ini ternyata malah berujung dengan perjodohan dua keturunan mereka. Mendengar pertanyaan sang anak, ayah Deni pun tersenyum.
"Sebenarnya tidak mendadak juga, Nak. Sebenarnya rencana perjodohan ini sudah ayah dan Paman Hendra siapk
Sore itu juga Dimas pulang dengan mengendarai mobilnya sendiri karena Pingkan dilarang untuk ikut menemani sang kakak pulang. Gadis itu pun terus menangis akan tetapi dia tidak bisa melawan perintah dari sang ayah. Jika Ayah Deni sudah berbicara, baik sang istri maupun Pingkan tidak ada yang berani melawannya. Mungkin baru kali ini Dimas melawan keinginan sang ayah. Akan tetapi mau bagaimana lagi, semuanya demi seorang Rania, cinta pertama dan terakhirnya yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya.Sesampainya di rumah, Rania pun terkejut melihat sang suami pulang dengan keadaan babak belur begitu. Malah saat wanita itu membuka pintu, Dimas langsung jatuh pingsan ke dalam pelukan sang istri.Rania pun meminta bantuan pelayan di sana untuk membawa sang suami ke dalam kamar. Mereka membaringkan Dimas di atas tempat tidurnya
Sore itu cuaca di atas langit sangat mendung. Malah hujan gerimis sudah mulai turun membasahi jalanan dan juga pepohonan. Sore itu Rania berdiri di dalam kamarnya. Berdiri di dekat jendela yang tertutup dengan mata yang terus menatap air hujan yang turun semakin lama semakin deras.Sengaja wanita itu menutup jendela kamar karena angin yang masuk ke dalam begitu kencang dan dingin sehingga bisa membuat badan menjadi menggigil. Sang anak Rizky setelah dimandikan dan minum susu, malah tidur. Mungkin dia merasa lelah setelah seharian bermain.Pandangan Rania memang melihat ke arah langit akan tetapi pikiran wanita ini kosong. Iya, dia sedang melamun tapi tidak ada bayangan apapun yang sedang berputar di kepalanya. Hanya kosong saja.Sampai pada akhirnya sebuah
"Hmm, ternyata sudah pada habis. Di sini pasar tradisional kemana ya?"Pagi itu wajah Rania sedang murung di dapur. Seharusnya pagi ini dia memasak sarapan untuk suami dan juga anaknya. Iya, sebagai seorang istri, Rania hanya belum siap untuk melayani Dimas di atas ranjang saja. Akan tetapi semua kewajiban lainnya, dia laksanakan dengan baik. Seperti salah satu contohnya iya membuat sarapan ini.Akan tetapi pagi ini, wanita itu hanya duduk di kursi yang ada di dapur sambil melamun. Semua pasokan bahan makanan sudah habis dan dia tidak tahu harus pergi kemana untuk membeli semua itu. Kalau masalah uang sih, gadis ini aman, karena setiap harinya sang suami selalu memberikan bekal uang untuk memenuhi keperluan keluarga dan juga kebutuhan sang istri sendiri.Rania me
Rania begitu bersemangat untuk ikut bersama sang suami menjenguk sang ayah mertua yang sedang di rawat di Rumah Sakit. Untuk pertama kalinya wanita itu merengek manja kepada sang suami. Rania berpikir ini adalah waktu yang sangat tepat untuk dirinya mengenal keluarga sang suami dengan sangat dekat. Rania berpikir mungkin dengan dirinya membantu sang ibu mertua merawat sang ayah mertua, kedekatan dirinya dengan keluarga Dimas pun akan terjalin.Iya setelah bertemu dan mengenal Pingkan, wanita ini pun mulai bisa menerima pernikahannya dengan Dimas. Wanita ini juga mulai ada keinginan untuk mengenal keluarga sang suami lebih dekat lagi. Bukan hanya pada sang adik ipar, Pingkan saja. Akan tetapi dirinya juga ingin mengenal lebih dekat dengan ayah dan juga ibu dari sang suami."Rania apa kamu yakin mau ikut ke rumah sakit?" ta
"Dimas, ceraikan Rania! Tinggalkan Rania! Dari sejak dulu sampai sekarang ayah tidak pernah setuju kamu berhubungan dengan wanita itu. Wanita yatim piatu yang tidak tau asal usulnya dari mana. Ayah mohon jika kamu masih mencintai ayah dan juga keluargamu, berpisahlah dengan gadis itu," ucap Ayah Deni lemah.Rania melihat sang suami sedang menatap wajah sang ayah mertuanya itu dengan kedua tangannya menggenggam salah satu tangan Paman Deni. Mendengar apa yang seharusnya tidak dia dengar, benar-benar membuat hatinya hancur.Langkah gadis itu yang awalnya akan melangkah masuk pun terhenti seketika. Bahkan pintu yang sudah terbuka sedikit itu kembali menutup seolah membuat jarak pembatas antara dirinya dengan sang suami atau lebih tepatnya antara dirinya dengan keluarga ini.
"Rania, semua yang kamu lihat itu dan semua yang kamu dengar itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Kita bisa hadapi semua cobaan ini bersama Rania. Kita bisa bersama-sama meyakinkan kedua orangtuaku kalau cinta kita tulus.""Tidak kak. Aku tidak mau kalau sampai kakak menjadi seorang anak yang durhaka hanya gara-gara aku. Biarkan aku pulang kak. Tinggalkan aku. Turuti semua keinginan ayah kakak. Jangan pernah durhaka kepada orang tua kak, karena hidup kita tidak akan pernah bahagia."Tapi Rania. Jangan seperti ini caranya. Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu Rania. Aku mohon." Air mata Dimas pun terjatuh. Sebuah pepatah mengatakan bahwa seorang laki-laki itu jarang sekali menangis akan tetapi jika dia sudah mengeluarkan air matanya itu artinya dia sudah berada di fase terendahnya.&
Pagi hari kembali datang. Perputaran malam dan siang, pergantian tugas antara bulan dengan matahari kini tengah terjadi. Sinar mentari pagi yang mencoba menerobos helaian demi helaian tirai yang masih menutup jendela kamar sang empunya kamar, mulai memberikan efek rasa panas dan gerah.Sedikit demi sedikit Dimas pun mulai terbangun dari tidurnya. Malam tadi rasanya dia tidur dengan sangat lelap sampai tidak ingat apa yang sudah terjadi. Tangan kanannya yang semula memeluk sang istri, kini hanya memeluk sebuah guling. Laki-laki itu pun berpikir kalau sang istri tercintanya itu pasti sudah bangun terlebih dahulu dan sedang memasak di dapur menyiapkan sarapan untuk mereka.Pikirannya kembali melamun saat-saat malam yang begitu romantis dia habiskan berdua dengan sang istri. Walaupun belum sampai ke tahap berhubungan layaknya
Dengan kecepatan diatas rata-rata, Dimas terus menjalankan mobilnya. Rasanya satu meter perjalanan seperti satu kilometer saja. Rasanya satu menit waktu perjalanan serasa satu jam dia habiskan. Beberapa kali mobilnya melewati kendaraan lain dengan kasar dan berbahaya membuat laki-laki ini tak jarang mendapatkan bunyi klakson yang begitu keras ataupun juga teriakan para sopir lain yang merasa terganggu oleh cara menyetir laki-laki ini. Akan tetapi Dimas tak menghiraukan hal itu. Baginya sekarang yang terpenting adalah segera bertemu dengan sang istri Rania. Saking tak konsentrasinya dia terhadap jalanan di depannya, sudah beberapa kali dia hampir saja mengalami kecelakaan. Untung saja Allah masih terus menyelamatkannya sehingga tak terjadi apapun pada laki-laki itu. Perjalanan yang seharusnya memakan waktu lima jam lam