Kinan memutar matanya jengah, saat Wisnu baru saja memutuskan panggilan telponnya. Pria itu memang sedikit aneh, sepanjang menit ia hanya berbicara sepatah dua kata yang Kinan sendiri tidak mengerti dan sekarang ponsel berwarna merah muda kembali bergetar.
Sebuah pesan dari Renaldi terpampang di layar ponselnya. Kinan menghela napasnya berat. Ia membukanya dan membaca pesan dari pria itu.
Dia masih normal, Kinan tau itu. Tapi, ini membosankan. Kinan tidak suka jika saat memulai sebuah obrolan dengan pertanyaan klise seperti itu. Sedang apa? Sudah makan? Apakah Kinan tidak cukup dewasa untuk tau kapan saatnya ia harus makan?
Si sialan Noah itu berani sekali dia menantang Kinan. Tapi, bagaimana jika ia tak juga mendapatkan pasangannya. Kinan tidak mau kalah dari pria songong itu. Meski kalau dipikir-pikir ia cukup baik dan lebih normal ketimbang kelima cowok aneh itu.
Kinan merebahkan tubuhnya di ranjang, tawa Noah tiba-tiba saja terlintas
Kinan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah mendengar penuturan Gery. Keduanya duduk di salah satu meja bundar yang tersedia di gedung super mewah itu. "Lalu jika kau sudah dijodohkan, mengapa kau mendaftar sebagai seseorang yang mencari pasangan?""Bukankah sudah jelas, bahwa aku tidak menyukai wanita itu," kata Gery menaikkan alisnya, memberi tanda untuk Kinan agar melihat wanita berambut panjang lurus yang terlihat tengah berbincang dengan beberapa tamu."Bukankah dia wanita yang cantik?" Kinan menolehkan kembali pandangannya. "Sebenarnya apa yang pria cari?"Gery menyungging senyum, mengambil gelas berisi minuman beralkohol di hadapannya. Ia menegaknya sedikit lalu berkata, "tidak ada yang mau dipaksa untuk bisa hidup dengan seseorang yang tidak kau cintai."Kinan terdiam, perkataan pria itu kembali menenggelamkan dirinya ke dalam kubangan itu. "Ya, kau benar. Seharusnya kita bisa menikah tanpa dipaksa."Gery menatap Kin
Alunan musik mulai terdengar menggema, seiring gerakan dansa para pasangan yang terlihat sangat antusias. Kinan masih berusaha untuk rileks dan menstabilkan detak jantungnya, ia gugup setengah mati. Apalagi sedari tadi Noah terus memandanginya, Kinan jadi salah tingkah dibuatnya. "Berhenti memandangiku seperti itu," bisiknya pelan, sambil terus mengikuti langkah kaki Noah yang menuntunnya."Bukankah kau ingin menang?" tanyanya. "Bersikaplah seolah-olah kita ini pasanganBenar juga. Baiklah. Kinan mencoba menikmati alunan musik tersebut sambil menatap wajah Noah, sorot tajam mata pria itu mampu dengan cepat menenggelamkannya.Ada sesuatu yang aneh pikir Noah, ia sama sekali tidak bisa memindahkan pandangannya dari wanita ini. Setiap jengkal wajah Kinan bisa ia lihat dengan jarak sedekat ini, mata coklatnya berhasil terbius.Kinan melakukan gerakan memutar tubuhnya dengan merentangkan sebelah tangannya di ge
Kinan tidak bisa berpikir, ia tidak mungkin mencium Noah. Tapi, mengatakan jika mereka bukan pasangan lebih tidak mungkin. Kinan tidak ingin dipermalukan karena telah menipu ratusan orang yang hadir di sini. Ia juga tidak rela jika kalung yang sudah melingkar cantik di lehernya diambil kembali."Kami tidak pernah menunjukkan kemesraan kami di depan publik, jadi kami merasa sangat malu jika melakukannya di sini." Noah masih mencoba bersikap tenang meski ia sudah merasa ingin kabur dari sini.Kinan membuang napasnya gusar, masa bodoh dengan reaksi pria itu nanti. Tapi, Kinan harus segera menyelesaikannya jika keduanya tidak ingin terjebak di sini--di depan orang-orang yang tengah menatap mereka penuh tanda tanya juga curiga.Lantas Kinan menarik Noah, mendaratkan bibir ranumnya pada bibir pria itu. Persetan dengan apa yang terjadi setelah ini, sekarang Kinan lakukan saja sebelum kalung berlian berharga selangit itu diambil kembali. Kinan mengalungka
Noah membuang napasnya lelah, ia telah berhasil membawa wanita itu ke apartemennya. Awalnya ia ingin membawa Kinan pulang ke rumahnya saja, tetapi Noah tidak lagi sanggup menyetir karena pengaruh alkohol yang ia minum tadi sedikit membuat kepalanya berat."Aku tidak tau kenapa ibu terlalu memaksaku untuk menikah, padahal aku sudah bahagia."Noah menatap Kinan yang tertidur di lantai dapur, sejak 10 menit yang lalu wanita itu tidak mau diajak untuk bangkit dari sana. Ia terus meracau dan sesekali berteriak. "Aku takut, aku takut menikah!"Kinan tiba-tiba bangkit menghadap ke arah Noah yang terduduk di kursi makan. Rambut wanita itu tampak acak-acakan, dengan riasan yang telah sepenuhnya luntur dari wajahnya. "Aku ingin bebas tanpa ada yang mengekang diriku," katanya sebelum kemudian merentangkan tangan dan berputar-putar seolah sedang menari di udara.Noah sejujurnya belum paham, ketakutan apa yang sebenarnya m
Noah menghidangkan dua mangkuk sup ke atas meja makan, satu mangkuk sup berisi mi beserta daging ayam itu ia taruh tepat di depan Kinan dan satu mangkuk sup yang sama ia taruh di hadapannya. "Makanlah, agar kepalamu bisa segera pulih."Suasana menjadi sangat canggung pagi ini, puing-puing ingatan tentang kejadian semalam benar-benar memporak-porandakan diri Kinan. Ia malu ketika mengingat kejadian itu, harga dirinya seperti melayang saat ia mencium pria itu di depan khalayak ramai. "Terima kasih," jawabnya.Noah mengernyit bingung, ia menyadari perubahan sikap wanita itu. Wajar memang, Noah bisa memaklumi jika Kinan malu soal kejadian tadi malam. Tapi, ya itu hanya bagian dari rencana yang mereka lakukan. Lalu kenapa harus merasa malu?"Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin tetap di sini," jawabnya cepat. Pandangannya ia tundukkan pada mangkuk sup, tidak berani melakukan kontak mata dengan pria itu."Kau tidak berniat menemui pria selanju
"Kita ke rumah siapa?" tanya Kinan saat keduanya telah sampai di sebuah rumah dengan taman yang membentang cukup luas. Keduanya menghabiskan waktu satu jam untuk bisa sampai di tempat yang berudara sangat sejuk itu."Rumah Opa sama Oma," jawab Noah seraya melangkah masuk ke teras rumah dan disambut oleh kedua orang yang paling Noah sayangi itu. "Omaaa!""Noah cucuku!" Oma langsung memeluk Noah hangat. "Sudah lama kau tidak datang."Kinan yang berdiri di samping Noah, cukup terkejut melihat kedekatan pria itu dengan Omanya. Kinan tersenyum saat pria tua itu tersenyum ramah padanya. "Hai Opa," katanya berusaha terlihat akrab dengan menyalim Opa lalu kemudian Oma."Ini siapa?" tanya Oma tersenyum. Meski kerutan sudah memenuhi seluruh tubuhnya. Tetapi, Kinan bisa melihat jika Oma adalah orang yang sangat cantik sangat muda dulu."Saya Kinan Oma.""Kinan?" Oma kemudian menoleh ke arah Noah."Dia salah satu klien aku Oma, dia ikut ke s
Noah melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, tak banyak mobil yang berlalu lalang di jalan ini lantaran mereka masih berada di pemukiman desa yang dipenuhi hamparan kebun teh dan tidak padat penduduk. Sesekali Noah melirik ke arah Kinan yang masih sibuk menciumi bunga-bunga segar yang dipetiknya di rumah Oma."Seharusnya kita bisa tinggal lebih lama di sini." Kinan menoleh.Noah memandang sekilas. "Kita bisa kembali kapan pun kau mau.""Benarkah?" tanya Kinan tidak percaya. Matanya berbinar cerah, menarik perhatian Noah untuk melihat."Ya, lagi pula aku juga merindukan tempat ini."Kinan tersenyum sekali lagi, sebelum memindahkan pandangannya ke arah luar. Udara di sini sangat segar, Kinan pasti akan merindukan tempat ini. Mengingat, tempat tinggalnya sangat jauh dari kata sejuk dan bebas kebisingan."Aku takut menikah karena aku tidak ingin punya suami seperti ayah," kata Kinan menolehkan wajahnya ke arah Noah.Pria
Kinan telah sampai di tempat yang Noah katakan untuk bertemu. Malam ini ia mengendarai mobilnya sendiri karena Noah tidak mengatakan untuk menjemputnya ke rumah. Sejujurnya sekarang Kinan merasa gugup, wrap maxi dress bewarna dengan potongan dada yang cukup rendah menjadi pilihannya setelah membongkar seisi lemari. Tak lupa, Kinan juga mengikat rambutnya dan menambah scarf yang akan menambah keanggunannya malam ini.Kinan melihat dirinya sekali lagi di kaca mobil, sebelum berjalan masuk ke area restoran yang letaknya tepat di pinggiran pantai. Ah, sejujurnya Kinan tidak suka pantai. Angin benar-benar menghancurkan penampilannya. Kinan tersenyum, ketika matanya langsung mendapati Noah duduk di salah satu meja kayu. Melambaikan tangannya, Kinan melangkah cepat menghampiri. "Apa kau menunggu terlalu lama?""Kau." Noah tampak terkejut. "Apa yang kau lakukan pada pakaianmu?"Masih dengan bibirnya yang mengembang senyum, Kinan duduk di depan Noah. "Ya, aku tahu. Ak