Kinan adalah seseorang wanita berumur 27 tahun yang sehari-hari mengelola sebuah toko bunga. Pada suatu hari ia dikagetkan dengan kedatangan seorang pria yang mengaku sebagai Biro Jodoh bernama Noah yang dibayar oleh ibunya untuk mencari pria yang cocok untuk dirinya. Ada sepuluh pria yang harus ia temui selama 1 jam perhari. Kinan awalnya menolak karena ia benci pernikahan, tetapi sang ibu memaksa dan membuat Kinan mau tidak mau harus menurutinya. Semua pria yang Kinan temui jauh dari kriteria idaman. Namun, ada satu pria yang cukup masuk ke dalam kriteria Kinan, pria itu bernama Rey. Tapi, Noah yang masih senantiasa sabar dengan segala tingkah Kinan tanpa sadar telah menarik perhatian wanita itu. Apalagi waktu-waktu yang mereka habiskan bersama, membuat percikan rasa di dalam hati Kinan terus tumbuh. Noah yang seharusnya membantu dirinya menemukan jodoh malah membuatnya jatuh cinta. Lantas bagaimana nasib Kinan selanjutnya? Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Noah sudah lebih dulu dijodohkan oleh kedua orang tuanya? Apakah pada akhirnya Kinan akan memilih salah satu dari kesepuluh pria itu dan menikah sesuai perintah sang ibu?
View MoreKinan mendesah pelan, sudah 3 jam semenjak ia membuka tokonya tetapi belum ada satu pun pelanggan yang datang. Kinan ingin menutup tokonya saja dan pulang ke rumah. Tapi, rumah sudah seperti neraka sekarang. Orang-orang selalu saja mempertanyakan soal menikah. Memangnya itu adalah sesuatu yang membuat manusia bisa bertahan hidup? Kalau tidak menikah apakah seseorang akan segera mati?
Kinan cukup muak, ingin sekali rasanya ia menyumpal satu-persatu mulut tetangganya dengan bunga-bunga di tokonya. Memang apa salahnya jadi perawan tua? Sex tidak selalu bagus, lagi pula ia tidak terlalu peduli akan hal itu. Kinan ingin hidup tenang dan bersyukur dengan apa yang ia miliki meski umurnya hampir memasuki kepala 3
Nyaring lonceng terdengar, saat seseorang datang—membuka pintu. Kinan yang semulanya menenggelamkan wajahnya di meja tiba-tiba mendongak. "Selamat datang di Toko Bunga Kinan."
Seorang pria, setelan jas hitam, dan tampan. Kinan pun langsung tersenyum sumringah, pria itu pasti ingin memesan bunga untuk kekasihnya. Kinan harus merekomendasikan bunga yang bagus dan mahal. Melihat penampilannya, orang tersebut pasti punya cukup uang. "Ada yang bisa saya bantu?"
Pria itu mendekat ke arah meja setinggi perut Kinan itu, dan bertanya. "Kinan?"
Kinan lantas menganggukkan kepalanya pelan. "Ya."
Pria itu tersenyum sebentar, tangannya tergerak untuk mengambil sesuatu dari balik jasnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar semacam foto dan menaruhnya di atas meja. "Bunga-bunga di sini sangat segar, mungkin saya akan membawa pulang satu."
Kinan masih terdiam, tidak mengerti. Ia pandangi pria itu, lalu melihat ke arah foto yang sudah Kinan hitung berjumlah 7 lembar dengan masing-masing ditaruh secara terbalik.
"Kalau begitu, tentukan pilihan pertamamu," ujar pria bermata coklat itu.
"Pilih?" Kedua alis Kinan semakin menyatu, ia belum memahami maksud kedatangan pria itu. Bukankah ia datang untuk membeli bunga? Lalu kenapa ia meminta Kinan untuk memilih lembaran foto itu. "Bukankah Anda datang untuk memesan bunga?"
Pria itu mengangguk. "Aku akan membawanya saat aku pergi."
Kinan kembali memandangi setiap lembar foto tersebut, lalu kembali memandangi wajah pria itu. "Saya tidak tahu maksud Anda?"
"Pilih salah satu foto itu dan saya akan jelaskan."
Mendesah pelan, Kinan memilih salah satu foto dengan keterangan nomor 3 di bagian belakangnya di antara 10 lembaran foto yang pria itu taruh di mejanya dan memberikannya tanpa melihat terlebih dahulu bagian depan dari foto tersebut. "Lalu sekarang apa?"
"Hemmm." Pria itu bergumam pelan, ia kemudian membalikkan foto tersebut dan menunjukkannya pada Kinan. "Pilihan yang bagus untuk awalan yang sempurna."
Kedua alis Kinan makin menukik ke atas, masih belum bisa memahami maksud dari pria itu. Setelah dia memilih, lantas apa? Apa yang akan terjadi? Apa pria itu akan segera memilih bunga yang ia mau?
"Baik begini." Pria bermata coklat itu mulai menjelaskan. "Saya adalah salah satu anggota dari biro jodoh, di sini saya datang untuk membantu Anda menemukan pasangan yang tepat."
Kinan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, apa maksudnya? Jodoh lagi? Pasangan? Pernikahan? Kinan benar-benar muak, ia selalu mendengar perkataan itu setiap detiknya. "Tidak, saya tidak berminat sama hal seperti itu. Jika Anda tidak berniat membeli bunga di toko saya, sebaiknya Anda pulang."
"Saya akan datang lagi besok," katanya seraya merapihkan kembali ke sembilan foto tersebut dan mengembalikan di tempat semula, di balik jas. Sedangkan foto yang Kinan pilih tadi, ditaruhnya di sisi kiri.
"Anda akan membuang waktu anda saja, lebih baik Anda pulang. Saya tidak berniat hal semacam itu dan uang saya tidak cukup jika hanya sekedar melakukan hal yang saya tidak inginkan."
"Saya tidak bisa pergi, karena saya telah dibayar untuk hal ini?
"Hah?" Mulut Kinan menganga, telah dibayar? Siapa yang membayar pria itu agar membantu dirinya agar segera memilih pasangan? Yang benar saja.
"Baiklah, saya akan pergi dan akan kembali sekitar pukul 9 pagi." Pria itu berbalik dan berjalan pelan menuju ke arah pintu. Sebelum ia membuka pintu, ia berbalik kembali menghadap ke arah Kania dan berucap, "Anda bisa bertanya pada orang rumah."
Orang rumah? Ibu? Andini? Apa ini ulah mereka berdua? Yang benar saja, selepas pria itu pergi Kinan dengan cepat bergegas menutup rokoknya dan pulang ke rumahnya yang jaraknya tidak jauh dari tokonya. Ia cukup berjalan kaki sekitar 10 menit, lalu sampai. Tanpa basa-basi, Kinan langsung menyodorkan pertanyaan pada Ibu dan Andini yang terlihat tengah asyik memasak di dapur.
"Apa ini ulah kalian?"
Sontak keduanya menoleh bersamaan, Andini yang tengah memotong sayur menaruh pisaunya di atas telenan. "Orangnya udah dateng kak? Gimana-gimana?"
"Gimana apanya? Ibu, Kania gak suka sama hal kayak gini." Kania berjalan, mendekati sang Ibu yang mengembang senyum di bibirnya.
"Ibu ngelakuin ini buat kamu loh, supaya kamu bisa dapetin pasangan. Kamu gak malu, dikatain terus sama tetangga?" tanya perempuan paruh baya itu. Dirinya terlanjut kesal karena para tetangga dan teman-teman terus bertanya mengapa sang anak tak juga kunjung mendapat pasangan padahal usianya sudah cukup matang.
"Aku kan udah pernah bilang sama Ibu, kalau aku gak mau menikah," kata Kania dengan suara di ujung tenggorokan.
"Kakak mau hidup sendiri terus? Seumur hidup kakak?" tanya Andini yang tiba-tiba beranjak dari tempatnya dan mendekati sang Ibu. "Ibu gak selamanya bisa di samping kakak, begitu juga aku. Aku akan pergi dengan pasanganku kelak."
Kania terdiam, mencerna semua ucapan sang adik. Kania takut sepi, tapi menikah bukanlah hal yang tepat baginya. Ada banyak hal yang cukup mengganggu pikirannya. "Kania cuma terlalu takut Ma, takut kalau ditinggal kayak mama!"
"Kak, gak semua laki-laki itu sama, gak semua laki-laki itu kayak Ayah!" Andini meninggikan suaranya.
Kania tidak lagi bisa bersuara, ia tidak ingin memecahkan tangis ibunya. Kania lebih baik diam, menatap sang ibu lalu mendesah pelan. "Baik, aku akan ikutin saran kalian kali ini. Tapi, kalau aku gak juga bisa menemukan seseorang yang cocok, berhenti untuk paksa aku untuk menikah."
"Kaka pasti bakalan nemuin seseorang yang cocok kak, Biro jodoh itu adalah yang terbaik di seluruh provinsi. Sudah ada banyak sekali pasangan yang berhasil karena dia."
Kania membuang napasnya kasar, seraya melangkahkan kakinya menaiki tangga ia berucap. "Kalian menghabiskan separuh tabungan hanya untuk mendatangkan orang yang tidak ada gunanya," gerutunya kesal.
Andini dan Ibu tertawa pelan, ini adalah jalan terakhir yang bisa mereka pilih untuk membantu Kania menemukan orang yang akan melindunginya. "Semoga aja, ada satu yang nyantol," celetuk Ibu pelan
"Pasti ada dong bu, nanti kalau Kania beneran dapet pacar. Andini beliin es krim ya," ujarnya sambil tertawa.
"Kamu ini, makanya es krim mulu. Entar gendut!"
"Gapapa, gendut itu lucu."
~•~
TBC
Kinan terpaku menatap dirinya di depan cermin, di tubuhnya sudah melekat sempurna gaun pengantin brokat bewarna putih dengan model sabrina berlengan panjang. Lekuk tubuhnya sangat sempurna, dengan gaun tersebut. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dengan sebuah mahkota di atasnya menjadikan Kinan tidak mengenali dirinya sendiri.Ternyata begini rasanya memakai gaun pengantin, tampak biasa saja. Ia tidak terlalu menyukainya, untung saja gaun pengantin tersebut tidak berat dan panjangnya hanya sampai mata kaki. "Lalu sekarang apa lagi?" tanya Kinan sudah sangat kesal. Hampir satu jam lamanya orang-orang di sana meriasnya. Ia pun melangkah keluar dari ruangan tersebut dan bertemu dengan Ferdinand."Ayo kemarilah cepat!" kata Ferdinand berdiri di depan salah satu ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan ruangan tempatnya berada tadi.Kinan melangkah masuk, di sana ia bisa melihat Noah sudah menunggunya dengan setelan jas bewarna hitam lengkap dengan
Sudah hampir 3 minggu berlalu, Kinan sudah mulai bisa berjalan kembali meski tidak bisa terlalu sering dan memakai heels. Sudah dari 2 pekan yang lalu ia kembali ke rumahnya, saat Ibu dan Andini menjemputnya pulang dari apartement Noah setelah mengetahui bahwa kakinya sakit.Semenjak itu, ibu kerap kali datang ke apartement Noah untuk memberinya banyak makanan padahal ibu tahu jika pria itu pandai memasak. Tapi, ibu bersikeras dan mengatakan kalau Noah bisa saja tidak punya waktu untuk memasak. Lagi pula katanya ini sebagai rasa terima kasih ibu karena sudah merawat dirinya. Ibu memang terlalu berlebihan."Sekarang kau akan kemana?" tanya Andini melihat Kinan sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja polosnya.Kinan menoleh sekilas dan kembali menata rambutnya yang ia biarkan tergerai. Hari ini ia akan memakai sneaker saja, untuk menghindari kakinya terasa sakit lagi. "Aku masih harus menemui 3 pria lagi, agar aku bisa seg
Mata Kinan kembali melebar, tetapi kini dihiasi dengan kerutan pada dahinya. Rasa malu itu kini kembali menjalar, hingga membuat kedua pipi Kinan terasa panas. Ah, Noah memang tidak bisa ditebak. Ada apa dengannya, kenapa pria itu sampai menawarkan untuk tidur bersama lagi?"Kalian telah tidur bersama?" tanya Rey, nada bicaranya jelas terlihat bahwa ia terkejut."Ya." Kinan menoleh, tetapi kemudian ia menyadari jawabannya. "Tidak, ma-ksudku."Rey melihat ke arah Noah, keduanya beradu pandang. Tatapan tajam Rey lebih terlihat seperti sebuah peringatan keras. "Kuharap kau tidak lupa Noah.""Bagaimana jika aku ingin?" tanya Noah seolah menantang.Bibir Rey membentuk garis tipis. "Kau tahu kau tidak bisa melakukannya."Kinan menatap kedua orang kakak beradik itu bingung, ia tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Ketika Kinan melihat ke arah Noah, ia bisa melihat kekesalan tergambar sangat jelas di sana."Ya,
Noah terdiam, hentakan saat memotong wortel tak lagi terdengar. Ucapan Kinan mengacaukan seluruh pikirannya, terlebih sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Noah berkedip, ia kembali melanjutkan. "Tentu," ujarnya singkat."Kalau begitu, aku harus segera menemukan orang itu." Kinan akan bertekad, ia harus membahagiakan orang-orang di sekitarnya termasuk pria itu. Noah pasti akan sangat senang, pekerjaan dengannya yang super merepotkan juga akan selesai. Jadi pria itu tidak lagi harus mengurusinya yang memang cukup melelahkan. "Aku berhutang banyak padamu, jadi aku tidak akan melupakanmu."Noah mencoba untuk terkecoh, meski pikirannya begitu berantakan. Ia sekarang melanjutkan ke sayuran yang lain, memotongnya hingga semuanya siap untuk di masak."Setelah kakiku sembuh, aku akan menemui pria yang tersisa sehingga aku bisa segera melepas bebanmu.""Kau sama sekali bukan beban bagiku."Kinan menoleh, dilihatnya Noah yang telah berbalik. Keduanya men
"Noah."Noah tersentak dalam tidurnya saat mendengar suara lirihan Kinan. Ia menenggakkan kepala serta tubuhnya dari kursi yang telah menahannya saat tidak sengaja tertidur tadi. Noah menatap tangannya yang masih di genggaman wanita itu dan bertanya, "iya, ada apa?""Tidurlah, kau juga butuh istirahat," kata Kinan seraya menarik pelan tangannya dari genggaman pria itu."Aku sudah tidur." Noah sengaja mengambil salah satu kursi meja makan dan membawanya ke kamar agar ia bisa tetap menjaga wanita itu dalam tidurnya."Tubuhmu bisa sakit nanti, tidurlah di sofa." Kinan merasa bersalah setelah melihat bagaimana Noah menjaganya dalam tidur. Ia telah banyak menyusahkan pria itu. "Ah, sofa juga buruk. Aku telah banyak menyusahkanmu."Noah mengambil beberapa helai tisu yang sudah ia taruh di atas nakas. "Ini adalah tanggung jawabku karena telah membuatmu sakit," katanya seraya menghapus keringat ya
Kinan mengernyit saat melihat Noah mendekatkan sesendok bubur ke dekat mulutnya. "Aku bisa memakannya sendiri," tolak Kinan seraya mengambil sendok di tangan Noah dan memasukkannya ke dalam mulutnya."Bagaimana rasanya?" tanya Noah, karena ia benar-benar ragu dengan rasa bubur buatannya itu. "Aku jarang membuat bubur, jadi aku pikir aku tidak akan membuatnya dengan enak.""Ini enak, aku menyukainya." Kinan tersenyum sekilas sebelum kembali menyuapi bubur itu ke mulutnya. "Terima kasih."Tangan Noah refleks menyentuh puncak kepala Kinan dan mengusapnya pelan. "Sama-sama," kata Noah lalu tiba-tiba terdiam saat pandangan keduanya bertemu.Noah buru-buru menjauhkan tangannya, ia sungguh melakukannya dengan spontan hingga ia tidak menyadarinya. "Maaf, aku tidak sengaja."Tanpa Noah ketahui, jauh di dalam sana Kinan hampir terlempar dari bumi. Kinan berusaha untuk menyamarkannya ekspresi k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments