Share

5. Tugas Baru

Di tengah hiruk pikuk pasar Ramza bersenandung riang. Dia memegang serbuk lembut kunyit kuning rempah khas dari daerah kekaisaran Mughal. Tangan jahil itu pindah menyentuh barang lain. Kali ini meremas kacang kapri dari kerajaan Britton. Belum puas rasa ingin tahunya, dia mengendus aroma bunga lilly putih khas dari kerajaan Prussian. Tradisi ini selalu dia lakukan ketika melintas di pasar pelabuhan Reims.

"Ramza." Seorang Nenek sedikit bungkuk pamer apel. Tentu yang dipanggil menghampiri.

Ramza mengambil buah di tangan Nenek. "Apel! Makasih Nek." Gigitan besar gigi taring nyaris menyayat habis buah di tangan. Dia sangat suka rasa manis apel.

"Ini, untuk Haikal." Nenek memberi satu lagi buah apel. "Ke mana saja kalian, kenapa lima tahun belakangan jarang terlihat?"

"Sibuk Nek. Aku pamit dulu, ya." Ramza melangkah cepat tenggelam dalam laut pengunjung pasar.

Ramza dan Haikal lumayan dikenal di kota pelabuhan Rems. Mereka besar di sini. Ketika senggang mereka suka bermain di dermaga, juga sering disuruh-suruh oleh pedagang.

Ramza menghampiri Haikal yang sedang berjongkok di tepi jalan memandang lepas ke pelabuhan. "Kal, mau apel?" tawarnya, menyodorkan buah itu setengah ingin.

"Buatmu saja."

"Hei, ada apa?"

Haikal tidak menjawab, fokus memandang jauh ke depan. Di bawah terik matahari beberapa kapal carrack dari Prussian dan daerah lain berkandang ke pelabuhan Rems. Layar kapal terlipat. Bendera di atas tiang berkibar tertiup angin bermain-main dengan beberapa burung camar yang melayang-layang di udara. 

"Ada apa?" Ramza memakan habis apel, lalu mengelap telapak tangan ke pundak Haikal. "Tidak seperti biasa kamu seperti ini. Ada apa?"

"Bagaimana cara bicara pada Paman Hektor?"

"Ya bicara biasa, seperti kita sekarang, bicara."

Haikal menepuk mukanya. "Ram, kita baru berhenti dari kepolisian Parisi dan ingat apa pesan beliau dulu sewaktu kita dikirim ke kesatuan kepolisian Parisi?"

"Apa ya?" Ramza mencoba mengingat. "Ah! Kalau tidak salah hati-hati di jalan, kan?"

Haikal menggeleng.

"Salah? Oh, jangan membunuh orang?"

Haikal berdecak lebih kencang lagi. Percuma bicara dengan Ramza yang selalu menggampangkan semua masalah. Dia bangkit melangkah menuju mansion di atas bukit, berharap sesampainya di sana bisa menemukan kalimat yang cocok guna meminta maaf dan menjelaskan pada Hektor apa yang terjadi di Parisi. 

Waktu bergulir dengan cepat. Tidak terasa mereka berdua tiba di depan pintu gerbang jeruji besi tua. Dua manutang berpakaian besi berdiri di sisi kiri dan kanan pintu. Di balik pagar menjulang sebuah gedung batu bertingkat tiga dikelilingi pepohonan pinus. Mereka tiba di Mansion Rems, hunian keluarga Lionese.

Seorang penjaga kurus menyambut dengan senyum ramah dua tamu mereka. "Oh, kalian? Hei Wedge, lihat siapa yang datang!"

Penjaga berkumis tebal menghampiri Ramza dan Haikal. Dia menepuk kepala keduanya. "Aku kira kalian betah di Parisi, heh? Berapa tahun berlalu, empat?"

"Lima!" seru Ramza dengan semangat.

"Paman Biggs," tegur Haikal. "Apa Paman Hektor ada di mansion?"

"Ada, mau bertemu? Beliau di ruang kerja."

Kedua penjaga membuka satu daun gerbang besi membiarkan dua pemuda masuk tanpa diperiksa.

Selama perjalanan menuju ruang kerja di lantai dua, beberapa wajah lama menyapa Ramza dan Haikal dengan senyum persahabatan. Semua itu tidak bisa menghapus rasa tegang di wajah Haikal.

Keduanya berhenti di depan pintu kayu mahoni. Belum juga mengetuk pintu, pintu dibuka dari dalam. Seorang wanita berwajah serius menyambut.

"Masuk." 

Ramza dan Haikal berdiri tegap di atas permadani, memberi hormat pada Hektor dengan cara tangan kanan mengepal di depan dada kiri. 

"Istirahat," ujar Hecktor. Pria berusia nyaris empat puluh tahun itu menuang sesuatu ke gelas berkaki satu membelakangi kedua pemuda. Ia berbalik memandang datar keduanya. "Berhenti dari kepolisian? Kalian kira kalian di sana tamasya?"

Ramza dan Haikal tak berani menjawab. Sepertinya Hektor telah mendengar kabar itu. Mungkin Razael mengirim burung merpati ke sini.

Hektor, satu dari empat kesatria Frankia, pria berbadan besar kekar dengan wajah kotak sangar. Berewok panjang berwarna cokelat tua menutup dagu. Rambut sewarna jenggot tumbuh panjang disisr ke belakang. Telinga dan ekor harimau ciri khas keluarga Lionese. Pakaian lengan panjang merah menutup nyaris semua kulit kuning kusam berbulu. Dia kehilangan tangan ketika bertarung dengan Julius Silverwolf, manutang serigala salah satu dari kesatria Frankia yang membelot tujuh belas tahun yang lalu.

Ramza dan Haikal sangat menghormati Hektor, pria yang mengajari mereka cara memakai senjata, membaca, juga menunggang kuda. Dan sekarang keduanya bingung harus apa.  

"Razael tidak memberi tahu alasan mendetail kenapa kalian memundurkan diri. Sekarang katakan. Kenapa kalian keluar dari Kepolisan Parisi?"

Ramza membuka cerita, lalu Haikal melanjutkan. Keduanya menceritakan apa yang terjadi tanpa menambah atau mengurangi sesuatu. Sementara itu Hektor meneguk wine kecut. Setelah mendengar semua cerita sampai habis, dia berkomentar.

"Jadi semua ini karena Primus? Sayang sekali. Ayah pasti sangat marah jika mengetahui kalian memundurkan diri. Asal kalian tahu kalian dikirim ke sana bukan untuk hanya menjadi Polisi, tetapi mencari pejabat korup. Hilang sudah orang kita di Parisi."

"Maafkan kami Paman," ujar Ramza, tertunduk lemas. 

Hektor membawa gelas berdiri di belakang jendela yang terbuka lebar. Dia menikmati angin laut sambil melihat keindahan pelabuhan di kejauhan. Pria itu berusaha mencerna apa yang terjadi. Dia sangat percaya pada Haikal dan Ramza. Keduanya tidak mungkin berbohong dengan apa yang mereka lihat. Terlebih dia tahu dari Rufus tentang penelitian aneh yang dilakukan oleh ilmuan misterius. 

"Olivia, bisa ambilkan foto di rak kabinet?"

Gadis muda yang sembari tadi berdiri di belakang pintu dalam posisi istirahat ditempat pergi membuka rak kabinet dekat perapian. Dia mengambil foto yang dimaksud lalu menaruh ke meja kerja. Dia kembali berdiri ke tempat semula dengan posisi istirahat di tempat. 

Hektor tidak bergerak sedikit pun. "Apa itu yang kalian lihat?"

Ramza dan Haikal bertukar pandang bingung. Keduanya memungut beberapa foto di meja. Mata mereka nyaris keluar dari kantung saking kagetnya mendapati apa yang tertera di foto.

"Iya Paman," jawab Haikal. "Makhluk ini yang menyerang kami. Mereka sangat kuat. Pedang pun gagal melukai mereka."

"Benar paman, rapierku sampai patah dibuat mereka."

Semakin jelas dugaan Hektor. Apa yang kedua bocah itu lihat adalah Lizardian, makhluk aneh yang menjadi mimpi buruk setiap makhluk hidup, musuh bersama manutang dan manusia. 

"Kalau boleh tahu, dari mana foto-foto ini, Paman?" tanya Haikal.

"Homs. Dua puluh tahun yang lalu ketika perang tiga sisi, pihak manusia nyaris kalah. Mereka mengadakan penelitian aneh dan berhasil membuat makhluk itu. Mereka melepasnya begitu saja hingga menyerang semua makhluk. Baik manusia dan manutang semua tewas karena makhluk itu." 

"Olive, kirim surat ke ayah. Katakan, Lizardian kembali muncul."

"Apa perlu menambahkan detail kepada Perdana Menteri, Tuan?"

Hektor menggeleng. Gadis berbadan lekuk jam pasir kurus itu memberi hormat ala Lionese lalu keluar kamar. 

"Paman," tegur Ramza. "Boleh kami tidur? Capek Paman, dari perjalanan jauh."

"Heh," bisik Haikal. "Kita belum mendapat hukuman, sudah mau tidur saja."

Ramza menguap lebar, menepuk-nepuk mulut. "Ngantuk, Kal. Dari kemarin jalan terus, capek."

"Hukuman bagi kalian ...." Perkataan Hektor memaksa dua pemuda berdiri tegap. " .... menyamarlah menjadi pengedar narkotik di ibukota Marseile. Biarkan diri kalian tertangkap dan coba sogok para polisi di sana. Jika mereka menolak, katakan jika kalian orang-orang Lionese, jika mereka menerima suap, hapalkan wajah mereka. Mengerti?"

"Uang sogokannya?" tanya Ramza.

"Minta Olivia. Dia akan memberimu uang."

"Bagaimana kalau kedok kami terbongkar?" tanya Haikal.

"Kabur. Sekarang kalian tidur yang nyenyak. Besok pagi kalian pergi ke Ibu Kota. Mengerti?"

"Kalau gagal?" tanya Ramza.

"Hukuman kalian akan dilipat gandakan, biar ayah yang mengurus kalian. Sekarang keluar."

Kedua pemuda memberi hormat lalu pergi dari ruang kerja.

Hektor menghela napas panjang, menaruh gelas ke bingkai jendela.  "Julius, sekarang bagaimana? Makhluk sial itu sekarang mereka kembali muncul."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status