Varsha menggacak kepalanya sendiri. Ia menoleh menatap Alindra yang tengah terbaring setelah melakukan hubungan badan dengannya. Hal itu membuat Varsha resah, karena ia juga tidak tahu mengapa nalurinya berubah seketika. Ia mulai menganggap bahwa aktivitas seksual adalah hal lumrah dan menyenangkan.
Varsha meraih pakaiannya, membersihkan tubuh sejenak kemudian memakai kembali pakaiannya. Tubuhnya letih, dan waktu sudah menunjukan pukul delapan malam.
Perlahan ia berjalan keluar dari kamar tersebut. Tiba-tiba salah seorang pelayan menghampiri.
"Tuan, Tuan Giandra menyuruh anda untuk menginap malam ini. Saya telah siapkan pakaian di kamar anda, silakan."
Varsha baru tahu bahwa ia memiliki kamar di rumah mewah tersebut. Kamar yang bahkan ukurannya jauh lebih besar daripada rumah miliknya di dalam gang. Varsha menghela nap
Varsha memandang sudut kota Jakarta yang saat itu menunjukan waktu dini hari. Tatapannya kosong, teringat akan masa lalu di mana ia bertarung secara kasar di jalanan demi mempertahankan harga diri.Menjadi orang kaya raya, tidak perlu mengotori tangan untuk menghancurkan hidup seseorang. Sementara saat miskin, seluruh hidup rasanya dicurahkan hanya untuk mempertahankan harga diri. Setidaknya itu dua perbedaan mencolok yang Varsha rasakan kini.Frans menatap Varsha seksama. Anak lelaki itu tengah larut dalam pemikirannya sendiri."Apa Tuan merasa resah?" tanya Frans.Varsha menganggukan kepalanya."Besok saat pelantikan, kurasa Fabian tidak akan diam saja. Ia pasti sudah merencanakan sesuatu." Varsha mengusap-usap bibirnya.Frans memandangi Va
Pagi itu beberapa orang berkumpul di area rumah kediaman Tuan Giandra. Ada perancang busana, ada penata rias dan ada juga pihak-pihak pendukung lainnya. Semua tengah sibuk dengan tugas masing-masing, terutama para perancang busana dan penata rias yang menangani Varsha.Triasono group memiliki adat budaya Indonesia yang cukup kental sejak turun temurun. Varsha tidak hanya memakai jas, akan tetapi, perancang telah menyiapkan jubah kebesaran dengan motif batik mewah yang ditenun dengan benang emas. Hiburan tradisi sampai modern akan mengiringi peresmian pemilik Triasono Group sehingga Varsha bagaikan seorang sosok Raja dari kehidupan lampau dan bereinkarnasi kembali dalam wujud baru."Tuan, apakah mereka tahu soal Tuan Fabian dan Tuan Varsha?" Frans berbisik pada Tuan Giandra yang tengah dirias.Tuan Giandra yang tengah memakai pakaian kebesaran Triasono group
Mobil yang ditumpangi Varsha sudah tiba di lokasi Hotel, tempat di mana peresmian pemilik Triasono Group dilaksanakan. Varsha menghela napas sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.Entah mengapa, ia rindu pada sosok Ibu. Andai saja wanita itu bisa melihat bagaimana Varsha berdiri menjadi seorang penguasa. Pasti beliau sangat bangga! Akan tetapi, semua hanya ada dalam khalayannya semata. Kini ia sudah melengang jauh ke tempat yang mungkin tak lagi beliau jangkau."Tuan, berhati-hatilah. Semoga kau bisa menjalani prosedur peresmian dengan baik," Frans tersenyum senang.Varsha meniupkan napasnya demi membuang ketegangan. Ia perlahan menggeser kakinya dan turun dari dalam mobil.Terlihat beberapa wartawan surat kabar dan juga media massa lainnya sudah berkumpul di pelataran Suryakancana group. Semua media massa dan juga pa
(Beberapa adegan cukup sensitif. Diharapkan kebijakan dalam membaca.)DUAK!!!Lutut Varsha mengenai dagu Andre hingga lelaki itu terpelanting ke belakang. Beberapa orang bergegas melindungi sosok Tuan Triasono dari Andre dan sosok yang memungkinkan untuk menyerang sang Tuan diam-diam. Andre tidak mau kalah, ditariknya kemeja Varsha dan satu buah hajaran melayang ke pelipis Varsha dengan keras.Kuat. Hanya itu yang bisa Varsha katakan saat pelipisnya dihajar. Hajaran Andre luar biasanya menyakitkan bagi siapa saja yang merasakan, akan tetapi, Varsha bukan tipe orang yang mudah kesakitan ketika dihajar sesakit apa pun."Hanya segitu?" Varsha tertawa melecehkan.Andre yang merasa geram dengan tawa Varsha bergegas melayangkan tinjuan demi tinjuan pada lelaki tersebut. Varsha yang nota
Varsha berlari kencang ke arah ruang pesta, ia tidak bisa menemukan sosok Tuan Triasono sang Kakek, dan juga Tuan Giandra Ayahnya. Ck, sial! Kemana mereka membawa pergi keduanya? Bagaimana bisa hal seperti ini bisa terjadi?!Frans sontak menahan tubuh Varsha. Lelaki itu menghubungi seseorang dan menyuruh agar Varsha menyimpan tenaganya terlebih dahulu. Beberapa pengawal menyodorkan sebotol air dan Varsha meneguknya perlahan."Sepertinya, Tuan Fabian yang membawa mereka ke kamarnya." Frans menatap Varsha lekat-lekat.Varsha sontak berjalan cepat diiringi para pengawal yang mengekorinya dari belakang. Akan tetapi, langkah mereka terhenti tatkala sebuah pasukan menghalangi langkah Varsha dan juga Frans."Minggir," titah Frans dengan tatapan dingin.Pasukan tersebut tak bergeming sama
"Ini adalah salah satu cara melepaskan diri saat diikat. Tempatkan senjata api di bagian tubuh yang bisa kau jangkau dengan tanganmu yang terikat. Selalu simpan pisau lipat dekat dengan pergelangan tanganmu." Varsha masih ingat bagaimana seniornya di Liondeath mengajari cara melepaskan diri. Bahkan ia sudah menduga kejadian ini akan menimpanya. Varsha sudah melepaskan diri sejak Fabian masuk ke ruangan tersebut. Akan tetapi, ia mengambil ancang-ancang di saat dan waktu yang tepat. "DOORRR!!!" Bagian tungkai kaki Fabian tertembak. Lelaki itu sontak terkulai dan ambruk ke atas lantai, akan tetapi kedua bola matanya fokus menatap Varsha lekat-lekat. "Cecunguk kecil tengah lepas dari perangkap." tutur Fabian dengan emosi yang memuncak. Varsha men
Jakarta, pukul sebelas malam.Beberapa di antara mereka yang berjalan hilir mudik malam itu tengah menuju tempat peristirahatannya masing-masing. Sementara, Varsha hanya tengah berjalan tanpa arah tujuan dengan tangan kanan yang memegang sebatang rokok menyala, dan satu tangan di saku kirinya.Kota Jakarta keras, begitulah orang-orang berkata. Semua berjuang untuk memenuhi ekonominya masing-masing, melakukan cara apapun dari halal hingga haram demi memenuhi kebutuhan hidup. Sah-sah saja, setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya masing-masing bukan? Tidak ada seorang pun yang benar-benar memedulikan nasib kita.Ada yang menjajakan tubuh di pinggir jalanan, ada yang tidur terkulai dalam keadaan barang jualannya yang tidak habis, ada juga yang tidak punya tujuan hingga mereka menghabiskan waktu di pinggiran jalan, tidur dengan beralaskan dus ko
"Tuan … sudah pukul sebelas siang, anda belum makan sama sekali." Pelayan menunduk dihadapan Varsha.Varsha yang diam di balkon rumah hanya menghela napas panjang. Ia menoleh, menatap pelayan seksama. Tampangnya sama sekali tidak menunjukan semangat ataupun kebahagiaan."Aku tidak ingin makan, tolong pergi.""T-tapi Tuan, Nyonya Keiyona ingin anda menemuinya siang ini. "Varsha terdiam kemudian menghela napas. Pasti wanita itu hendak membicarakan pernikahan antara dirinya dan Alindra. Ia tidak tahu harus bagaimana, namun, ia tetap harus bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Alindra."Kak," panggil seseorang.Varsha menoleh, nampak Keyhan menghampiri Varsha. Hari itu adalah hari Minggu, tentu baik Varsha ata