"Kau ini seorang Guiner, Daxton! Guiner tidak pernah menangis apalagi gagal sepertimu!" Rasa sakit, kekecewaan, dan luka telah menjadi segenggam dendam membara dalam diri Daxton.
View More"Bangun, Daxton! Kau baru saja mulai dan sudah ambruk huh?" Teriakan penuh amarah menggema di seluruh penjuru Guiner Mansion, membuat seorang anak lelaki yang sejak tadi berlari memutari lapangan belakang mansion berusaha untuk berdiri.
"Daxton!"Anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam, tangannya bergetar dan bulir keringat membasahi dahinya, ia tak lagi sanggup untuk berlari seperti permintaan sang Ayah, jangankan berlari untuk berdiri saja ia sudah tak sanggup.Lelaki yang barusan berteriak menggelegar penuh amarah segera berjalan mendekati si anak lelaki, dan dengan kuat menarik tangan si anak lelaki bernama Daxton Guiner itu."Bangun! Kau ini lelaki dan seorang lelaki tidak boleh lemah, Daxton Guiner!" Lelaki itu kembali berteriak dan memaksa Daxton untuk berdiri dengan benar."Berhenti, Gozard Guiner!""Ayah mertua tidak perlu ikut campur!" balas si lelaki yang rupanya bernama Gozard Guiner."Aku berhak ikut campur karena Daxton juga cucuku!" sahut seseorang barusan yang disebut oleh Gozard sebagai Ayah mertuanya, ia adalah Kaslo Nesser.Dengan ekspresi wajah kesal Gozard melepaskan cengkeraman pada lengan putra sulungnya—Daxton, dan setelahnya lelaki itu melengang pergi meninggalkan lapangan di belakang Guiner Mansion itu.Kaslo langsung memeluk cucunya itu, lelaki paruh baya itu lalu mengusap keringat di wajah cucunya dan kembali memeluknya erat. "Tidak apa-apa, Daxton! Tidak apa-apa, jangan dengarkan apa pun yang dikatakan oleh Ayahmu itu," ucap Kaslo mencoba meyakinkan Daxton bahwa apa yang dikatakan oleh Gozard tak perlu anak lelaki itu dengarkan.Daxton tidak menangis, anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam dengan wajah pucat yang tak disadari oleh Kaslo bahwa cucunya itu sudah tak sadarkan diri."Daxton, Daxton, sadarlah!" Kaslo berteriak memanggil nama Daxton dan bergegas menggendong sang cucu untuk dibawa masuk ke Guiner Mansion.Kini Daxton telah dibaringkan di ranjang besar yang berada di kamar anak lelaki itu."Bagaimana keadaannya?" Kaslo bertanya pada seorang dokter yang barusan memeriksa cucu lelakinya."Tuan Muda Daxton Guiner mengalami dehidrasi dan kondisi fisiknya melemah, sepertinya ia tidak beristirahat dengan baik, Tuan Kaslo Nesser," jelas dokter berkaca mata kotak itu jujur.Kaslo diam-diam mengepalkan tangannya. Bagiamana mungkin Daxton bisa beristirahat dengan baik kalau Ayahnya saja iblis seperti Gozard? Batin lelaki paruh baya itu merasa jengkel luar biasa pada sang menantu lelaki—Gozard Guiner."Baiklah, terima kasih karena sudah memeriksa cucuku," ucap Kaslo dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi ramah.Dokter lelaki berkaca mata kotak itu menganggukkan kepala dan setelahnya berpamitan pada Kaslo.Kini di kamar Daxton hanya tersisa anak lelaki itu dan Kaslo sang Kakek."Kakek," panggil Daxton dengan suara lirih nyaris tak terdengar.Kaslo tersenyum dan duduk di pinggir ranjang lalu memeluk erat cucu lelakinya itu. "Aku di sini Daxton, aku Kakekmu ada di sini," ucapnya membuat Daxton tersenyum tipis."Apa Ayah akan semakin membenciku karena aku lemah, Kakek?"Kaslo sungguh ingin mengutuk Gozard atas tindakan mengerikannya pada Daxton.Anak lelaki berusia 8 tahun itu sudah diinfus dan masih saja memikirkan Gozard? Sungguh, rasanya Kaslo benar-benar ingin memukul Gozard, ia sungguh tak mengerti terbuat dari apa hati menantu lelakinya itu."Apa Ayah lagi-lagi mengganggu sesi latihan Daxton?"Apa lagi ini? Rasanya Kaslo juga ingin mengutuk putrinya sendiri yang kelakuannya juga tak jauh berbeda dengan Gozard. Mungkin karena itulah mereka akhirnya berjodoh."Posie! Anakmu hampir mati dan kau masih memikirkan latihan-latihan itu huh?" Suara Kaslo meninggi dengan tatapan tajam mengarah pada putrinya yang berdiri di ambang pintu kamar Daxton.Posie Nesser aka Posie Guiner adalah putri kedua Kaslo Nesser yang menikah dengan Gozard Guiner, dan ia juga merupakan ibu kandung Daxton.Posie menghela napas lalu berjalan masuk dan mendekati Daxton juga sang Ayah."Daxton harus dilatih agar ia bisa ....""Apa, Posie? Kutanya apa?" Kaslo kembali meninggikan suaranya, matanya masih menatap tajam Posie, "Pernahkah kau dan Gozard bertanya apa mimpinya? Pernahkah kau bertanya apa selama ini Daxton memang menginginkan semua ini? Pernahkah kau bertanya bagaimana keadaannya selama ini? Pernahkah kau dan Gozard menanyakan semua hal itu pada Daxton huh?" lanjutnya semakin murka pada Posie."Berhentilah bersikap egois! Jika mimpi dan harapanmu dulu tak terwujud, bukan berarti anakmu yang harus mewujudkannya, bukan berarti ia harus melanjutkan impian dan harapanmu! Setiap anak yang lahir ke dunia menggenggam impian dan harapan mereka masing-masing, orang tua hanya mengarahkan bukannya memaksa!"Posie terdiam mendengar ucapan yang meluncur penuh amarah dari mulut sang Ayah. Ia tahu betul tindakannya salah tetapi ia tetap tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri untuk berhenti bersikap egois pada Daxton."Ibu dulu melakukannya padaku, Ibu memaksaku untuk melanjutkan impian dan harapannya."Kaslo memeijit pelipisnya yang mulai keriput itu, "Kini aku menyadari seharusnya kau tidak pernah memiliki anak! Seharusnya kau menyembuhkan dirimu dulu, seharusnya kau memaafkan Ibumu dulu, sayangnya terlambat," ucapnya menatap serius ke arah Posie, "Jika kau terus bersikap egois maka aku akan membawa Daxton pergi dari sini, aku Kakeknya yang akan merawat dan membesarkannya. Akan kupastikan ia tumbuh tanpa dendam, akan kupastikan ia tumbuh dengan baik, tidak sepertimu!" lanjut lelaki paruh baya itu dengan wajah tanpa ekspresi.Posie menatap sang Ayah dingin, "Ayah bahkan tak pernah mencegah Ibu untuk melakukannya, Ayah membiarkan Ibu ....""Kau yang tidak mau ikut denganku, kau yang memilih hidup bersama perempuan gila itu! Kau yang memilihnya sendiri jadi jangan menyalahkan orang lain atas pilihan yang kau ambil sendiri!" balas Kaslo memotong kalimat putrinya begitu saja.Posie kembali terdiam lantaran menyadari kalau ucapan sang Ayah barusan memanglah benar, tentang ia yang memilih tinggal bersama sang Ibu, tentang ia yang menolak untuk tinggal bersama sang Ayah—Kaslo Nesser.Sejak tadi Daxton hanya diam menatap sang Ibu yang kini menangis, ia tahu Ibunya menangis walau tak terdengar suara isakkan lantaran wajah perempuan itu yang memerah dan air mata yang terus mengalir membasahi pipi."Daxton akan tinggal denganku!" Kaslo kembali berucap dan segera melepas infus dari tangan Daxton lalu menggendong cucu lelakinya itu."Ayah tidak bisa membawanya, ia anakku, ia anakku walau bagaimana pun!" teriak Posie berusaha meraih Daxton yang digendong oleh Kaslo dan hendak dibawa pergi dari Mansion Guiner.Kaslo menyingkirkan tangan putrinya bahkan mendorongnya, membuat Posie jatuh tersungkur dengan air mata yang terus berderai."Jangan melihatnya, Daxton! Air matanya hanya palsu, ia tidak pernah benar-benar menyayangimu!" ucap Kaslo menarik kepala Daxton perlahan pada pelukkannya agar tak perlu melihat Posie lagi."Ayah! Jangan bawa Daxton pergi!"Kaslo sama sekali tak menggubris teriakan Posie, lelaki paruh baya itu terus berjalan meninggalkan kamar Daxton di Guiner Mansion."Aku tidak mengizinkan Ayah mertua untuk membawa Daxton! Ia putraku!" Gozard menghadang langkah Kaslo di lorong Guiner Mansion.Kaslo hanya menatap menantu lelakinya itu tanpa ekspresi."Menyingkirlah dari hadapanku atau kau akan tahu akibatnya karena melawan orang sepertiku, Gozard!""Apa yang akan Ayah mertua lakukan memangnya?""Aku akan melaporkanmu pada Dewan Perlindungan Anak, dan aku memiliki bukti atas tindakanmu terhadap Daxton," ungkap Kaslo masih menggendong Daxton yang pada akhirnya membuat Gozard terdiam, ia tentu tak mau sampai satu dunia tahu kelakuannya, ini tentu saja akan merusak citra baiknya sebagai seorang politikus dan keluarga terpandang.Gozard menyingkir membuat Kaslo melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan Guiner Mansion."Kupikir menikahkan Posie dengan Gozard adalah keputusan benar, dan bisa membuat Posie berubah menjadi lebih baik. Tapi aku salah, ia justru bertemu dirinya yang lain. Aku justru mempertemukan sesama monster gila!" Kaslo berujar pada dirinya sendiri sembari mulai memasuki mobilnya yang berwarna silver."Ayo pergi dari sini, Hezart!" perintah Kaslo pada sopirnya."Baik, Tuan!"Hari itu Daxton meninggalkan Guiner Mansion untuk kali pertama.Anak lelaki 8 tahun yang malang.Bersambung.Hari libur telah berakhir. Waktunya bagi Daxton untuk kembali ke sekolah. Sejujurnya Daxton tak senang ke sekolah. Apalagi bertemu dengan Nafferic, dan teman-teman kelasnya.Pagi ini Daxton kembali naik bus sekolah. Seperti yang diucapkan oleh Gozard, bahwa ia harus mulai mandiri. Termasuk tidak diantar jemput lagi.Ban bus berderit, dan berhenti tepat di depan sekolah.Daxton segera keluar dari bus. Hari ini ia bersemangat ke sekolah. Dan berharap bisa segera pulang untuk ikut ke rumah sakit. Ibunya bilang Daxton akan bisa melihat calon adiknya nanti."Hai, Daxton! Selamat pagi!"Seulas senyum terbit di wajah Daxton begitu saja. Ia bahkan membalas lambaian tangan dari seseorang, yang menyapanya."Selamat pagi, Darcel!"Darcel tersenyum lebar, walau ia sedikit heran karena menyaksikan Daxton, yang pagi ini tampak ceria."Ayo masuk ke kelas!" Sekarang Daxton bahkan mengajak Darcel dengan riang.Sejujurnya Darcel ingin bertanya. Tetapi, ia terlalu senang untuk menyaksikan Daxton yang ri
Jonas termangu menatap tangan kirinya yang dipasangi infusan."Apa yang sebenarnya terjadi, Jon?" tanya Wozard seraya menghela napas.Jonas mengerjap. Ia lalu meringis menatap ayahnya itu."Bisa kau jelaskan pada ayahmu ini?"Jonas menganggukkan kepala ragu.Ia lalu mulai menegakkan tubuhnya perlahan, dibantu oleh Wozard."Aku—" Jonas berhenti sejenak seraya mengamati wajah Wozard. Sejujurnya ia tak cukup berani untuk berhadapan dengan ayahnya, menjelaskan tentang semuanya.Padahal ia sendiri telah berjanji untuk tak terlibat masalah apapun. Tapi, ia telah gagal menepati janji itu. Ini tentu amat disayangkan."Bagaimana, Jon? Aku akan mendengarkanmu, tenang saja," ucap Wozard menyadari putranya tampak kesulitan untuk menjelaskan.Jonas menghela napas lalu mengganggukkan kepala. "Aku terlibat keributan lagi. Padahal aku sudah berjanji pada ayah untuk tak terlibat keributan apapun lagi," ucapnya dengan raut wajah bersalah."Aku mengerti, Jon. Kau mungkin punya alasan mengapa kau harus m
Hari libur. Seharusnya Daxton bisa menikmati hari libur dengan bermain. Seperti kebanyakan anak-anak sebayanya. Tapi, ia bukan bagian dari anak-anak itu.Sejak tadi Daxton hanya duduk diam di meja makan. Mendengarkan obrolan Gozard, dan Posie. Tak ada obrolan hangat semacamnya. Itu hanya obrolan politik, yang tak dipahami oleh Daxton sama sekali.Setelah berbincang cukup lama. Dan mengabaikan Daxton. Akhirnya Gozard dan Posie menatapnya."Kau harus ikut ayahmu hari ini, Daxton," ucap Posie dengan tenang. Raut wajahnya tanpa ekspresi.Gozard menghela napas. Ia menatap Posie sebentar, lalu kembali menatap Daxton. "Ayo pergi, Daxton!" ajak Gozard yang kini sudah bangkit dari kursinya.Daxton segera turun dari kursinya. Ia menatap Posie sebentar, lalu segera menyusul Gozard yang sudah berjalan menjauhi ruang makan.Begitu masuk ke mobil, dan duduk di bangku penumpang bersama Gozard. Daxton melirik ayahnya itu sebentar. Ia lalu kembali menundukkan kepala."Ada apa? Kau ingin bertanya sesua
Satu minggu telah berlalu.Daxton duduk termenung di danau belakang Guiner Mansion. Wajah anak lelaki itu begitu murung."Tuan Muda!" Sampai Nozer datang menyapanya dengan senyuman hangat."Nozer!" Daxton segera menggeser tubuhnya, seolah mempersilakan Nozer untuk bergabung, duduk di batang pohon tumbang yang telah lama mati itu."Selamat siang, kenapa Tuan Muda di sini seorang diri?" Nozer bertanya dengan hangat. Lelaki itu tak duduk di sebelah Daxton, melainkan berlutut di hadapan sang majikan muda.Kemurungan kembali datang di wajah Daxton, dan Nozer segera mengerti apa yang menjadi penyebab kemurungan itu."Tuan pasti memiliki alasan mengapa melarang Tuan Muda untuk mengikuti karya wisata ke museum," ucap Nozer seraya bangkit dan menepuk bahu Daxton.Alasannya karena ia tak ingin fokusmu terpecah, ia ingin dalam kepalamu hanya ada tentang politik. Malang sekali dirimu, Tuan Muda. Dalam hati Nozer mengasihani Daxton. Tetapi segera lelaki itu menyadari, bahwa Daxton tak perlu dikasi
Setelah mendengar cerita Wozard mengenai sang Ayah, Daxton diam-diam melengkungkan bibirnya ke atas sembari menatap kukis cokelat di tangannya, makanan kegemarannya yang rupanya juga jadi kegemaran sang Ayah.Kali ini anak lelaki berusia 8 tahun itu mendongak menatap langit yang siang ini membiru cerah lalu beralih menatap Wozard."Jadi Ayahku juga suka kukis cokelat ya, Paman?"Wozard menganggukkan kepala dengan bibirnya yang melengkung ke atas, menciptakan senyum hangat nan tulus di wajahnya.Ayah suka kukis cokelat, aku baru tahu, batin Daxton sembari menatap kukis cokelat di tangannya yang tinggal separuh."Dulu aku selalu membelikan banyak kukis cokelat untuknya, tapi ...," ucapan Wozard terhenti, ia mendongak menatap langit, "Aku tidak tahu akankah ia masih menyukainya hingga saat ini atau tidak."Daxton menunduk dalam, anak lelaki berusia 8 tahun itu menatap lama kukis cokelat di tangannya.Benar, aku tidak pernah lihat Ayah makan kukis cokelat, apa Ayah sudah tidak suka lagi y
"Ti-tidak bisa, sebaiknya kau ba-bantu aku u-untuk ke rumah Dok ...."Iris langsung berjongkok kembali begitu Jonas pingsan, perempuan itu menatap sekeliling dan tak menemukan apa pun yang bisa ia gunakan untuk membungkus luka Jonas. Pada akhirnya Iris memilih melepas jaket abu-abunya lalu merobek kemeja bagian bawah kiri dengan pisau yang ada dalam tas slempangnya.Dengan terburu-buru Iris segera mengikatkan robekkan kain barusan ke luka di perut Jonas, setelahnya remaja perempuan itu mengenakan kembali jaket abu-abunya."Bertahanlah, Kak!" ucapnya sembari memapah Jonas dengan susah payah, perlahan perempuan itu keluar dari gubuk berdebu di kawasan gang kumuh Kota Evanesant.Iris tadinya hendak menghubungi seseorang, tetapi sepertinya lebih baik membawa Jonas ke rumah sakit lebih dulu baru setelahnya menghubungi seseorang itu."Harusnya kau tidak melawan mereka seorang diri, Kakak lelaki," gumam Iris sembari terus berusaha memapah Jonas dengan benar.Setelah keluar dari gang kumuh it
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments