"Kamu sudah punya nama belum?" tanya Wulan.
Bima mengangguk mantap. "Sudah, Mi.""Siapa namanya?""Namanya----"Ucapan Bima terhenti ketika seorang perawat berlari kearahnya sambil berteriak."Pak Bima, ditunggu dokter diruang persalinan sekarang."Bima langsung berlari menuju ruang persalinan. Dia tidak mau terjadi sesuatu pada Aliciya. Karena ingin melihat si buah hati, Bima melupakan kalau Aliciya masih terbaring lemah di ruang bersalin. Dia merutuki diri sendiri, kalau terjadi sesuatu pada Aliciya, Bima tidak akan memaafkan dirinya.
"Permisi, istri saya kenapa dok?" tanya Bima. Nafasnya masih terengah-engah karena habis berlari.
"Istrinya masih lemah, Pak, banyak kekurangan darah. Kami mau memberi infus tapi istri bapak tidak mau." ucap Dokter."Saya coba bujuk dulu ya, Dok." Bima mendekati Aliciya yang masih terbaring. Aliciya masih bersikeras tidak mau di infus karena takut dengan jarum yang menusuk ke kulitnya.Setelah seratus satu bujukan dari Bima, akhirnya Aliciya bersedia di infus. Selanjutnya Aliciya dipindahkan ke ruang perawatan.
***
Arsya Biciya Rahadian, umurnya sudah enam bulan. Pipinya gembul, membuat gemas siapapun yang melihat.
Sudah lengkap kebahagiaan yang mereka rasakan. Punya anak lelaki yang sehat dan menggemaskan merupakan anugrah yang tidak bisa tergantikan dengan apapun.Bima sekarang bekerja di perusahaan keluarga sendiri. Jabatannya sebagai wakil direktur, berada langsung dibawah pengawasan sang papi.Sudah satu tahun bekerja tapi Rio belum sepenuhnya bisa melepaskan Bima. Selain pengalaman Bima yang baru seumur jagung juga karena pekerjaan yang ditekuni sekarang bukan keinginannya. Bima menjalani karena keterpaksaan dikarenakan skandalnya bersama Aliciya dulu membuatnya tidak diterima lagi di sekolah manapun."Hallo anak papi, pagi-pagi sudah wangi." Bima mencium Arsya yang baru saja siap dimandikan Aliciya.Kakinya menendang-nendang, Sepertinya ingin bermain dengan Bima. Tangan mungilnya menyentuh pipi Bima ketika Bima mencium pipinya."Encesnya mana? Papi pengen cium ences tapi dah wangi aja." ucap Bima gemes.Arsya tertawa, seolah-olah mengerti dengan ucapan papinya."Hhmmm, karena anak papi gak ada ences lagi. Papi mau cium mami aja yang masih bau ences." Bima mendaratkan ciumannya di pipi Aliciya. Walaupun belum mandi, Aliciya membalas ciuman suaminya.Arsya sudah wangi, Bima juga sudah siap dengan setelan kerja. Aliciya meminta Bima untuk menjaga Arsya, karena ia juga mau mandi.Bima membawa Arsya ke ruang tengah, supaya bisa bermain dengan Opa dan Omanya."Hallo cucu opa, sini opa gendong sebentar." Rio Rahadian, papi Bima meletakkan koran yang dibacanya. Direntangkan tangannya menyambut Arsya yang sedang berada di gendongan Bima.Bima menyerahkan Arsya kepangkuan Rio. Arsya yang sudah wangi tertawa senang ketika di cium gemas oleh opanya.
"Pagi ini ada ketemu client Bim, kamu bisa gantikan papi kan?" Rio menghentikan ciumannya pada Arsya. Dia menatap serius kearah Bima."Bisa, Pi." jawab Bima."Jangan sampai mereka membatalkan proyek yang sudah disetujui. Kamu kan tau proyek ini adalah proyek besar. Kita sangat beruntung mereka memilih kita untuk bekerja sama." ucap Rio lagi.Bima menganggukan kepalanya. Di bidang ini, Bima belajar sangat keras agar bisa menjadi kepercayaan Rio. Tapi Rio masih belum bisa mempercayakan sepenuhnya pekerjaan pada Bima karena masih saja Bima melakukan kesalahan setiap ada proyek yang di handle nya.
Hari ini jadwal cek kesehatan Rio, jadi Rio meminta Bima untuk menggantikannya berjumpa client, membahas kerjasama yang telah disepakati. Kalau meeting untuk mendapatkan proyek, Rio tidak pernah menyerahkan kepada Bima karena Bima masih belum berani beradu persentase dengan perusahaan lain karena pengalaman Bima yang masih minim. Juga karena latar belakang pendidikan yang juga berbeda.
Setelah sarapan, kedua lelaki beda generasi ini beranjak dan bersiap diri untuk keluar dengan tujuan berbeda.
Rio Rahadian menuju rumah sakit ditemani Wulan untuk cek kesehatan. Sedangkan Bima berangkat ke kantor untuk bekerja. Tinggal Aliciya dan Arsya dirumah ditemani beberapa asisten rumah tangga.***
"Pak Bima, client kita sudah datang." Dewi, sekretaris Rio Rahadian yang juga merangkap sekretaris Bima masuk keruangan Bima mengatakan kalau client mereka sudah datang.
"Sudah diantar ke ruang meeting, Dew?" tanya Bima."Sudah pak.""Oke, kamu sudah siap juga kan? Ayo kita temui mereka."Bima dan Dewi menuju ruang meeting. Ini meeting pertama Bima menghandle proyek besar, Bima deg-degan dalam perjalanan menemui client tersebut.
"Selamat pagi, selamat datang di perusahaan kami." ujar Bima membuka percakapan. Tangannya terulur menyalami dua orang tamu yang sudah menunggu di ruang meeting.Diluar dugaan, kedua tamu Bima perempuan. Yang satu bernama Hana, sekretarisnya dan yang satu lagi bernama Laura, sipemilik proyek yang akan mereka kerjakan.Setelah saling mengenalkan diri, mereka melanjutkan meeting membahas proyek yang akan mereka kerjakan dalam waktu dekat ini.
Bersambung...
Happy reading
"Aaaa...Tidaakkk." Yasmine berteriak histeris. Kepalanya berdenyut tak tertahankan, pandangannya mengabur. Seketika ia ambruk dalam pelukan Ibra.Peluh bercucuran dari dahi Ibra, ia menatap bingung Yasmine yang sedang berada dalam pangkuannya. Pemuda itu tidak tau sedikutpun tentang P3K, pertolongan pertama pada kecelakaan. Yang ia lakukan hanya menggoyang-goyangkan tubuh Yasmine supaya Yasmine tersadar dari pingsannya dan itu sudah dilakukan Ibra dari sepuluh menit uang lalu. Sementara ia tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk berteriak minta tolongpun rasanya sia-sia.Ibra mendekatkan indra pendengarannya ke tubuh Yasmine, memeriksa detak jantung perempuan itu.Apakah ia masih hidup?
Terdengar suara kunci pintu dibuka. Keduanya kaget dan merapat ke dinding. Pintu dibuka, Andi masuk dengan wajah angkuh mendekat ke arah Ibra dan Yasmine.Andi mengernyitkan kening seraya berkata "Kalian bisa membuka lakban yang ditempel dimulut?" punggung tangannya menelusuri pipi milus Yasmine, gerakan itu berhenti di dagu. "Kalau begitu, aku tidak perlu repot membukanya.""Heiii... Jangan lancang, bro. Dia bukan siapa-siapa lo, jadi jangan asal sentuh." Ibra menatap lekat Andi, wajahnya memerah menahan marah."Cuih,, jadi lo itu siapa? pahlawan kesiangan yang menyelamatkan istri orang? lo pasti punya niat dibalik semua ini." Andi balik menatap Ibra. "Jangan khawatir, gue hanya mau selangkah lebih maju dari lo. Gue akan pakai perempuan ini untuk mendapatkan apa yang gue mau
Pemuda tersebut keluar dari ruangan kecil tersebut lalu membanting pintu dengan keras.Ceklik.... terdengar suara pintu dikunci dari luar.Ibra bernafas lega, meskipun tangan dan kakinya terikat setidaknya pemuda itu sudah tidak berada di dalam ruangan ini lagi, melakukan pelecehan terhadap Yasmine.Yasmine pun juga demikian, meskipun ia duduk tertunduk namun gestur tubuhnya memperlihatkan ia lebih tenang dari sebelumnya.Ibra mendekati Yasmine, sadar Ibra beringsut ke arahnya, Yasmine mengangkat kepala dan menatap Ibra. Mereka saling tatap, seolah sedang berkomunikasi melalui telepati lewat pancaran mata.Yasmine menundukkan kepalanya ke arah bahu kananny
Kisah cinta Aliciya 19Jam empat sakit, Ibra sudah berdiri di depan rumah Yasmine. Rumah panggung tampak lengang dan tertutup. Tidak lama kemudian, Andi dan Pak Mansur bersama empat laki-laki lain yang tidak di kenal Ibra menjalan mendekat. Ibra segera menyalami mereka satu persatu sebagai bentuk rasa hormat.“Kamu sudah lama menunggu?” tanya Andi, pria yang sudah menjadi teman Ibra ini memang sangat bisa diandalkan. Ibra merasa beruntung bertemu dengannya.“Belum terlalu lama.”“Ayo, kita langsung saja menemui Bu Sarti.” Lelaki paruh baya itu berjalan mendahului.Ibra, Andi dan ke empat bapak yang lain mengikuti Pak Mansur dari belakang. Pak Mansur seteng
Kisah cinta Aliciya 19Jam empat sakit, Ibra sudah berdiri di depan rumah Yasmine. Rumah panggung tampak lengang dan tertutup. Tidak lama kemudian, Andi dan Pak Mansur bersama empat laki-laki lain yang tidak di kenal Ibra menjalan mendekat. Ibra segera menyalami mereka satu persatu sebagai bentuk rasa hormat.“Kamu sudah lama menunggu?” tanya Andi, pria yang sudah menjadi teman Ibra ini memang sangat bisa diandalkan. Ibra merasa beruntung bertemu dengannya.“Belum terlalu lama.”“Ayo, kita langsung saja menemui Bu Sarti.” Lelaki paruh baya itu berjalan mendahului.Ibra, Andi dan ke empat bapak yang lain mengikuti Pak Mansur dari belakang. Pak Mansur seteng
Sudah hampir dua jam Ibra mondar mandir di depan rumah Yasmine. Semalaman ia tidak bisa tidur karena terus memikirkan keadaan Yasmine.Ibra takut, perempuan tua yang mengaku inaq itu menyiksa Yasmine karena kedatangannya tempo hari. Ditambah lagi, mereka sempat bertengkar mengenai status Yasmine.Seorang pemuda menghampiri Ibra disaat Ibra hampir putus asa menunggu kemudian berniat memaksa masuk mencari Yasmine ke dalam rumahnya."Kamu siapa? Jangan buat onar di kampung kami."Sadar dengan perkataan pemuda yang berdiri di depannya, Ibra langsung minta maaf. Ia tidak mau terjadi salah paham dengan kedatangannya di kampung mereka."Maaf, saya ada keperluan d