Share

Bab 4

Gue usil, gue nakal. Itu semua karna di mata gue lo itu beda.

- Jai -

***

Jinny tengah asik memakan bekalnya di kelas, nasi goreng spesial buatan Mamanya yang tersayang. Sendok demi sendok ia suapkan ke mulutnya, ia tak ingin buru-buru. menurutnya, salah satu kasih sayang seorang Ibu dapat ia rasakan melalui masakan yang dibuat oleh Mamanya.

"Wih enak tuh, bagi dong," Jai mengambil tempat duduk di samping Jinny dan segera merampas bekal Jinny lalu melahapnya hingga habis.

Jinny yang dari tadi diam pun akhirnya tersadar, ia merampas kemabali kotak bekalnya lalu melihat isinya. Kosong, dengan hati yang panas Jinny menatap Jai.

"Lo apa-apaan sih!" ucap Jinny jengkel.

"Gue laper," balas Jai, santai kayak di pantai.

"Trus, harus gitu lo ambil bekal gue?" tanya Jinny ketus. Jelas, baru saja setengah dari bekal itu yang Jinny makan, tapi si monyet kampret di sampingnya ini merebut dengan seenaknya, memang dasar manusia tidak punya perasaan.

"Masakan mama lo enak, gue suka,"

jawab Jai, setelah itu ia melenggang menuju tempat duduknya tanpa merasa berasalah sedikitpun.

Jinny mengepalkan tangannya.

Jai sialan. Umpatnya dalam hati.

Dari arah lain, Sasya memasuki kelasnya dengan terburu-buru, ia mendekati Jinny lalu mulai mengatur napasnya, setelah merasa lebih baik ia membuka suaranya.

"Lo dipanggil sama Pak Teo," ucap Sasya.

"Kenapa?" tanya Jinny.

Sasya mengangkat bahunya. "Mana gue tau, buruan sana," ucap Sasya. Lalu setelah itu ia mulai menduduki bangkunya.

Jinny mengangguk mengerti dan segera pergi menemui guru pembinanya itu.

Sasya menepuk jidatnya pelan, ia melupakan satu hal lagi.

"Woy, Jailangkung !" panggilnya namun yang di panggil tak menoleh sama sekali.

"Woy, Hijai budeg!" lanjut Sasya, ia merasa sangat kesal karna Jai yang seolah bersikap tak acuh.

Jai menoleh, ia mengangkat satu alisnya.

"Lo juga dipanggil tu sama Pak Teo, buruan!" ucap Sasya.

Jai hanya membalasnya dengan anggukan lalu ia berjalan menyusul Jinny.

Dari tempatnya berjalan, Jai dapat melihat Jinny yang tak jauh di depannya, sebuah ide jahil terlintas di otaknya. Jai menambah kecepatan jalannya, lalu dengan sengaja menjegal kaki Jinny. Saat Jinny akan terjartuh, dengan sigap Jai menangkap tangannya.

"Kalo jalan pake mata dong," ucap Jai.

Jinny mendengus kesal lalu menghempaskan tangan Jai.

"Bilang aja kalo Lo mau modus sama gue!" ucap Jinny seraya tersenyum sinis.

"Najis! ngapain gue modus-modusan sama cewek yang modelnya kayak lo? Mustahil!" ucap Jai seraya berjalan mendahului Jinny.

Jinny menghentakkan kakinya di latai, ia sangat kesal demgan Jai. Dengan cepat Jinny menyusul langkah Jai lalu balas menjegal kakinya, namun kali ini ia tak menangkap tangan Jai, sehingga Jai pun tersungkur di lantai.

"Mamam tu lantai," ejek Jinny, setelah itu ia berlari ke ruangan Pak Teo sambil tertawa.

Jai yang masih berada dilantai pun tertawa hambar.

cewek sialan! Umpatnya dalam hati.

Jinny dan Jai kini tengah duduk berhadapan dengan Pak Teo selaku pembina mereka dalam olahraga basket.

"Kalian tau kenapa saya panggil kalian kesini?" tanya Pak Teo.

"Ya kali pak, bapak aja belum bilang gimana kita bisa tau," balas Jai. Ia sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran guru di depannya ini.

Pak Teo terkekeh pelan.

"Jadi gini, sebulan lagi akan ada turnamen basket se-Jakarta. Intinya, saya ingin kalian berdua mempersiapkan tim dengan baik, usahakan kita meraih kemenangan di turnamen ini, apa kalian siap?" tanya Pak Teo.

Jinny dan Jai mengangguk setuju.

"Kalalu begitu saya tunggu kalian nanti sore, cukup kalian berdua dulu, ada suatu hal yang ingin saya sampaikan secara pribadi, soal tempatnya nanti saya informasikan kembali," lanjut Pak Teo.

Jinny dan Jai kembali mengangguk.

"Kalau begitu kalian boleh kembali ke kelas." J

ai dan Jinny lagi-lagi mengangguk lalu keluar dari ruangan Pak Teo.

Ide jahil kembali terlintas di otak Jai, ia dengan sengaja menarik rambut Jinny yang diikat ekor kuda itu, sehingga Jinny pun terdorong ke belakang, untung saja tak jatuh.

"Lepasin woy, sakit nih!" jerit Jinny.

"Gak!" jawab Jai, ia berjalan sambil terus menarik-narik rambut Jinny.

"Bisa rontok nanti rambut gue!"

"Bukan urusan gue,"

"Lo gak punya perasaan mah, sakit tau gak!"

"Bodo amat!"

"Dasar monyet brengsek!"

"Yang penting ganteng,"

"Idih, ganteng? Noh kalo di liat dari lobang sedotan dari atas monas,"

"Makasih udah ngakuin gue ganteng,"

"Dasar pea', sapa juga yang ngakuin lo ganteng, amit-amit dah!"

"Itu lo tadi yan bi-"

"Kak Jai!"

Ucapan dan langkah Jai terhenti karna seseorang yang memanggilnya. Jai mendongak, dan seketika Jai memutar bola matanya jengah. Itu mawar, adik kelas yang suka padanya.

Jai terdiam sebentar, ia malas jika harus berhadapan dengan Mawar lagi. Perlahan tangannnya turun dan menggenggam tangan Jinny.

"Dalam hitungan ketiga, lo harus lari," ucap Jai.

Jinny hanya diam di tempatnya, dunianya seolah tuli, bahkan ia tak mendengar, apa yang dikatakan Jai barusan. Mata, jantung dan pikiranya kini hanya terfokus pada tangannya saja.

"Tiga!" dengan segera Jai berlari menjauhi Mawar. Jinny yang tak tau apa-apa terseret dan ikut berlari bersama Jai.

Deg.. Deg.. Deg..

Jinny merasa aneh dengan dirinya, kenapa Jantungnya berpacu dengan cepat seperti ini, hanya sebuah genggaman dan itu adalah genggaman dari orang yang dibencinya kenapa ia merasa deg-degan.

Gue udah gila! Umpat Jinny dalam hati.

Jai dan Jinny kini sudah sampai di tembok pagar yang tinggi. Jai berpikir sejenak lalu mulai membuka suaranya.

"Naik!" ucapnya pada Jinny.

Jinny diam, karna ia tak mengerti dengan maksud Jai.

Jai menunjuk pagar dihadapan mereka

"Naik!" ucapnya lagi.

"Lo gila ya!" teriak Jinny, kali ini ia otaknya sudah berfungsi dengan normal untuk memcerna maksud Jai.

"Lo mau ngajak gue bolos, huh?" tanya Jinny.

Jai hanya mengangguk. "Gue bosen di kelas, lagian guru-guru pada rapat lagi kan?" ucap Jai santai.

"Ogah! Ngapain juga gue harus ikut bolos sama lo?!" tolak Jinny kasar.

"Lo mau naik dengan suka rela apa gue gendong lewat pintu gerbang?!" ancam Jai.

Jinny mendengus, jika dilihat dari ancamannya memang seperti main-main, mana berani Jai ikut pintu gerbang, kan berabe jika di ketahui oleh guru piket yang super galak. Tapi, ketika Jinny melihat wajah Jai, kali ini ia memang tak main-main dengan kata-katanya. Dengan pasrah, Jinny menatao tembok tinggi di depannya ini.

"Ini gimana naiknya?" tanya Jinny, jujur ia bulum pernah bolos sekalipun dan tembok di depannya ini cukup- ralat, sangat tinggi.

"Tunggu disini, gue ngambil tangga dulu, jangan coba-coba untuk kabur!" ucap Jai.

Jinny hanya mengedikkan bahunya. Setelah kepergian Jai, Jinny hanya diam mematung, ia bingung kenapa ia menurut saja dan menunggu Jai disini, padahal ia bisa saja lari dari sini.

Setelah beberapa menit menunggu, Jai datang membawa sebuah tangga kecil lalu meletakkannya di tembok agar Jinny bisa menaikinya. Jai naik duluan ke atas lalu setelahnya ia menyuruh Jinny untuk naik. Jinny tampak ragu, namun paksaan sekaligus ancaman dari Jai memaksa Jinny untuk tetap menaikinya.

"Turun!" perintah Jai, saat ini dirinya sudah berada di bawah, sementara Jinny masih di atas.

"Ini gimana turunnya?" tanya Jinny, ia mulai panik karna tak tau harus bagaimana lagi.

"Tinggal lompat aja elah," jawab Jai, santai.

"Lo kata gampang apa?!" gerutu Jinny, ia sangat kesal pada Jai karna tak menngerti dengan posisinya.

"Lo tinggal lompat aja nanti gue tangkap," ucap Jai sambil memasang kuda-kudanya.

"Beneran ya lo bakal tangkap gue?" tanya Jinny, memastikan saja jika itu bukan sebuah candaan. Ia masih ragu seorang Jai akan menangkapnya, bukankah itu terlalu mustahil.

"Iya beneran nanti gue tangkep!" ucap Jai, meyakinkan Jinny.

Jinny menutup matanya, ia mulai meyakinkan dirinya.

"Bismillahirrohmanirrohim," setelah mengucapkan basmalah Jinny melompat, Jinny sangat takut jika nanti terluka, kali ini ia pasrah saja. Namun, sudah beberapa menit ia menunggu, tapi tidak merasakan apapun, perlahan Jinny membuka matanya. Betapa terkejutnya Jinny saat waja Jai berada sangat dekat dengan wajahnya. Jinny mengedipkan matanya berkali-kali, setelah itu ia mendorong tubuh Jai untuk menjauh.

"Ayo," ajak Jai. Jinny mengangguk lalu mulai mengikuti langkah Jai yang entah mau pergi kemana.

Diperjalanan, Jai terus memikirkan kejadian tadi. Dari arah sedekat itu, mengapa wajah Jinny terlihat sangatlah cantik? Pertanyaan itu terus berputar-putar di otaknya. Namun setelah itu ia menggeleng.

Mungkin itu hanya perasaanku saja. Batin Jai.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status