"Sebentar lagi dia juga datang," balas Andreas sambil tersenyum penuh kemenangan. Dan setelah menyelesaikan perkataannya. Tak sengaja mata Andreas menangkap sosok wanita yang sedari tadi ditunggunya. "Nah, Om. Itu dia datang," ucap Andreas sambil menggerakkan dagunya untuk menunjuk ke belakang lelaki yang tiga puluh tahun lebih tua darinya itu. Jelas saja lelaki itu segera membalikkan badannya dengan cepat. Dan ketika kedua matanya memandang sosok wanita yang baru saja keluar dari lift matanya pun langsung melotot sempurna.
"Wow. Legit banget!" gumam lelaki itu dengan mata yang hendak meloncat keluar. Tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya sekarang.Andreas pun tersenyum sekilas. Lalu ia angkat tangannya ke udara. Lalu ia lambaikan ke arah wanita yang ia maksud dari tadi."Aruna!" panggil Andreas yang langsung membuat Aruna menoleh. Wanita itu pun membalas lambaian tangan Andreas sambil menarik Denada untuk mendekati lelaki itu.Dengan langkah yang cukup lebar Aruna menapakkan kaki jenjangnya yang mengenakan hak tinggi warna merah menyala di atas lantai Rooftop. Baju lingerie bodysuit bergaya kucing yang berwarna sama pun membuat badan Aruna yang proporsional semakin terlihat menonjol ketimbang tamu-tamu yang lain. Bahannya yang sangat minim hanya mampu menutupi puncak daging kenyal nan berisi Aruna walau masih menunjukkan bulatan kecil di tengah-tengahnya. Pundak Aruna yang tak begitu lebar pun hanya ditutupi seutas tali yang ia ikat di belakang lehernya. Sedang punggung Aruna yang berkulit mulus tanpa ada satu noda bekas jerawat badan pun dibiarkan telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Hanya di bagian bawahnya terdapat model rumbai sejengkal melingkari tubuh Aruna dengan hiasan ekor kucing yang mencuat tepat ditengah-tengah bokong layaknya ekor kucing sungguhan. Di leher, Aruna memakai sebuah pita yang menambah kesan seksi serta menantang. Dan sebagai pelengkap bando yang juga berwarna merah dengan bentuk menyerupai telinga kucing menempel sempurna di ujung kepala Aruna yang dihiasi rambut lurus sebahunya."Ini dia hadiah terindah ya Tuhan kirimkan untuk saya," ujar Andreas saat Aruna hampir sampai di dekatnya. Aruna pun tersenyum. Entah mengapa hatinya merasa terbang ke awang-awang mendengar ucapan Andreas tadi."Happy birthday ya, Mas. Semoga di usia loe yang semakin matang ini. Loe bisa semakin sukses," ucap Aruna sambil mengulurkan tangannya. Namun, bukannya meraih uluran tangan Aruna. Andreas malah meraih pinggang Aruna dan menariknya ke dalam pelukan. Jelas saja Aruna langsung terkejut. Tak menyangka Andreas akan memperlakukannya seperti itu. Di depan orang banyak lagi."Terima kasih ya. Loe udah mau dateng," balas Andreas tepat di depan telinga Aruna. Bulu kuduk gadis itu pun sedikit terangkat saat hembusan nafas Andreas yang hangat menyapa kulitnya yang kedinginan. Tanpa Aruna sadari sebuah aliran listrik pun seakan menyengat tubuhnya begitu saja. Sehingga membuat debaran jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Untung saja Andreas segera melepas pelukannya. 'Kalau tidak. Entah apa yang harus gue lakukan setelah ini,' ucap Aruna dalam hati.Sebagai wanita yang sudah menginjak umur dua puluh lima tahun. Tentu saja ia pernah melihat adegan panas di sebuah film biru yang kala itu sedang naik daun. Dan ia sadar betul kondisinya saat ini bisa memicu reaksinya seperti ketika ia menonton film itu."Iy… iya. Sama-sama," balas Aruna sambil menundukkan kepalanya. Menyembunyikan rona merah yang terbentuk di kedua pipinya."Oh, iya. Kenalin nih. Pak Bramantio. Beliau akan menjadi salah satu investor di Amazing Adult," ujar Andreas memperkenalkan.Aruna pun tersenyum sambil menatap lelaki setengah baya yang ikut-ikutan memakai lingerie man seperti Andreas dan juga para tamu cowok lainnya.'Ini orang emang nggak ingat umur kali ya. Rambut saja udah ubanan pakai sok-sokan pakai lingerie gitu. Walau nggak gue pungkiri badannya masih macho sih,' batin Aruna sambil berusaha mempertahankan senyumnya."Aruna, Om," sapa Aruna sambil mengulurkan tangannya."Wah. Wah. Wah. Pantas saja kamu jadi top model. Kamu memang benar-benar cantik dan mempesona," balas lelaki itu sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Matanya pun menatap lurus ke wajah Aruna. Sedang tangan lembut Aruna tak kunjung ia lepas dari genggamannya. Padahal, Aruna sudah berusaha melepaskan tangannya dari lelaki hidung belang itu."Terima kasih, Om," sahut Aruna sambil terus berusaha tersenyum."Ehem!" Andreas pun berdehem. Untuk menyadarkan Om Bramantio yang mulai berulah. Sebab, ia tidak mau Aruna merasa tidak nyaman sekarang."Eh, halus sekali tangannya," gumam Om Bramantio sambil melepas tangan Aruna. Wanita itu langsung bernafas lega. Akhirnya jari-jari lentiknya bisa lepas dari remasan lelaki tua itu."Kalau begitu mari kita mulai acaranya," ujar Andreas kemudian. "Selamat malem semua!" kata Andreas lewat mikrofon yang langsung mengalihkan perhatian semua hadirin."Malem," jawab semua orang serempak."Pertama-tama gue ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk kalian semua. Karena sudah menyempatkan waktu kalian untuk datang ke acara yang alakadarnya ini. Kemudian di acara selanjutnya gue akan memotong kue tart spesial ini. Untuk seseorang yang sangat spesial di hidup gue," lanjutnya. Sambil menunjuk kue tart berukuran jumbo yang sedang didorong menggunakan sebuah meja dorong ke arah Andreas."Wuuu…." Ucapan Andreas pun disambut dengan sorak-sorai para hadirin beserta tepuk tangan yang riuh."Come on, baby. Gue udah nggak sabar siapa orang yang dimaksud Andreas!" teriak Renaldo salah satu anak buah Andreas juga. Kepada pelayan cantik yang tengah mendorong kue tar itu."Tenang. Tenang. Sebentar lagi juga kalian tau," sahut Andreas sambil tersenyum penuh misteri. Ia pun melirik Aruna sekilas dengan senyum yang berubah manis. Aruna pun menundukkan kepalanya. Karena tak sengaja pandangannya bertemu dengan Andreas tadi."Silahkan, Bos," kata si waitress sambil memberikan pisau roti kepada Andreas. Andreas pun tak langsung mengambilnya. Ia malah menatap Aruna sekilas. Dan lagi-lagi pandangan mereka bertemu. Aruna pun tersenyum dengan pipi yang semakin terlihat merona."Terima kasih," ucap Andreas. Lalu meraih pisau itu dari tangan pelayan sexi itu."Ayo, Ndre. Cepet. Gue udah nggak sabar nih!" ujar seorang cowok di antara para cewek cantik berpakaian super seksi itu."Iya, Ndre. Cepet. Potong! Potong! Potong!" seru anak-anak lainnya."Baiklah. Kalau gitu gue potong sekarang," timpal Andreas."Yeee…."Plok. Plok. Plok.Suasana pun kembali riuh dengan suara tepuk tangan. Andreas pun melangkahkan kakinya untuk mendekati kue itu. Lalu ia arahkan pisau plastik itu ke tingkat ke dua roti dengan lilin yang masih menyala itu. Dia memang tidak suka acara tiup lilin dan memohon doa. ''Karena itu hanya dilakukan oleh anak kecil," ucapnya saat ulang tahun ke dua puluh lima dulu. Jadi, lilin di atas roti itu hanya simbolis saja. Tak ada maksud lain.Perlahan Andreas memotong kue itu. Lalu memindah bagian yang sudah terpotong ke atas lepek yang sudah di sediakan di samping roti."Kira-kira ini untuk siapa ya?" tanya Andreas sambil mengangkat lepek berisi potongan roti itu tinggi-tinggi.Aruna celingukan di luar pagar rumah Al sambil menenteng plastik hitam besar berisi sampah. Ia sedang mencari tempat sampah tapi tak kunjung menemukannya."Aduh. Dimana gue harus buang sampah-sampah ini? Masak sih kawasan elit begini nggak ada tempat pembuangan sampahnya," gumam Aruna sambil terus celingukan ke area sekitar rumah Al. Ia begitu fokus dengan benda-benda di depannya. Sehingga Aruna tak sadar jika ada seorang wanita seusianya sedang mengawasi Aruna dari belakang."Sedang cari apa, Mbak?" tanya si wanita itu sambil menepuk pundak Aruna. Tentu saja gadis cantik itu langsung terlonjak kaget sambil memutar tubuhnya."Eh, ini saya mau cari tong sampah, Mbak? Tapi, nggak ketemu-ketemu. Kira-kira dimana ya biasanya kalau mau buang sampah?" tanya Aruna apda wanita itu."Oh, buang sampah toh. Itu ada di belakang komplek ini, Mbak. Nggak jauh kok dari sini. Tapi, kalau mau bareng saya aja. Saya juga ada sampah yang mau dibuang," tawar wanita ya
Al berjalan mantap keluar dari rumah sambil menatap layar ponselnya. Menuju sebuah mobil yang siap mengantarkan lelaki berpenampilan ala eksekutif muda itu ke tempat ia memulai karir. Al memencet smart key di tangannya yang lain. Sehingga mobil itu bergoyang dan mengeluarkan suara 'pip-pip' dibarengi dengan keempat lampu mobil yang berkedip secara bersamaan.Al segera masuk ke dalam mobil. Duduk di jok kemudinya. Namun, saat ia hendak menghidupkan mobil itu. Tak sengaja matanya menangkap sebuah paper bag ukuran sedang berada di luar kaca mobilnya. "Apaan tuh?" gumam Al sambil mengerutkan keningnya. Ia membuka kaca jendela di sampingnya. Lalu menjulurkan tangannya keluar untuk meraih benda itu. Al menarik secarik kertas yang tergantung di pegangan tangan benda itu."Sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan Pak Al tadi. Aku sudah siapkan makanan spesial yang enak dimakan nanti siang. Asri," gumam Al membaca isi kertas itu. Kedua ujung bibir Al pun terangkat. "Mbak Asri. Udah siapin
Keesokan harinya Aruna menatap baju-baju yang dibelikan Al kemarin. Ternyata isi kantong belanjaan yang dibawa Al dari dalam toko baju itu berisi beberapa baju daster lain untuk Aruna."Huh. Panas banget sih pakai baju ginian. Mana harus pakai kerudung lagi," gerutu Aruna dengan kesal. "Tapi, tenang Aruna. Tenang. Ingat! Ini cuma sementara. Loe akan segera pergi dari sini kalau semuanya sudah aman. Loe harus bertahan. Daripada loe tertangkap lagi sama Andreas yang gila duit itu." Ia kembali mengingatkan dirinya sendiri. "Tapi, sumpah sih ini baju bikin ribet. Seharian make aja. Entah berapa kali gue harus megangin ujungnya biar nggak kena air ataupun debu," tambahnya masih menggerutu. Tiba-tiba sebuah ide brilian melintasi pikirannya. "Aha! Gue punya ide!"Aruna mencari gunting di dapur. Tempat ia meletakkannya kemarin. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk memotong bagian lengan dan bawahnya hingga sebatas lutut."Nah! Kalau gini kan lebih enak dipakai. Lagian yang dipermasalahkan san
"Pak Al!" panggil Aruna yang membuat Al langsung balik badan. Setelah lelaki itu menoleh. Matanya pun langsung terpaku dengan pemandangan di depannya. Aruna terlihat menawan meskipun hanya memakai daster rumahan lengan panjang yang cukup longgar di badannya. Kulit putihnya tampak semakin terang dipadu dengan warna coklat dari kain batik itu. Dan yang membuatnya tak bisa berkedip sedetikpun, adalah jilbab senada yang menutupi kepala Aruna. Benda itu menampilkan kecantikan yang nyata pada wajah gadis itu. Ini memang rekomendasi dari pelayan toko. Ia menyarankan Aruna untuk memakai jilbab karena mendengar cerita Aruna yang bingung dengan sikap aneh Al."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sambil memutar tubuhnya lagi. Ia merasa berdosa karena sudah terpesona dengan kecantikan wanita yang hanya berstatus sebagai pembantunya itu. Aruna bingung dengan reaksi Al."Pak Al tidak suka ya? Atau saya ganti baju saya lagi aja?" tanyanya bingung. "Jangan-jangan. Jangan. Pakai itu saja. Baju itu… t
Mulai hari ini Aruna sudah resmi menjadi ART di rumah Al. Makanya pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Sebenarnya dia tipe anak yang rajin dulu saat di kampung. Dulu ia sering membantu ibunya bersih-bersih dan juga masak. Jadi, dia tak begitu kaget dengan kegiatan itu sekarang. Hanya saja, Aruna masih merasa kebingungan. Sebab, ia tak menemukan peralatan yang biasa dipakainya saat ini. Saat Aruna hendak masak. Ia tak menemukan satu alat masak pun, sedang saat ia hendak bersih-bersih. Ia juga tidak menemukan sapu atau kemoceng dimanapun. Padahal, kini ia sudah mencari di kolong-kolong. Berpikir jika mungkin benda-benda itu terjatuh di sana."Mbak Asri. Sedang apa?" tanya Al heran yang ternyata sudah berdiri di belakang Aruna.Dug!"Aw!" pekik Aruna yang kaget dan langsung membentur kolong meja makan. "Aduh," rintih Aruna sambil keluar dari kolong itu dan mengelus ujung kepalanya."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sembari balik badan seketika. Sebab, kaos yang digunakan Aruna begitu ke
"Ini rumah saya, Mbak. Semoga Mbak Asri bisa betah tinggal di rumah saya," ujar Al sambil membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.Aruna yang berjalan di belakang Al pun mengikuti gerakan Al untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia pun langsung mengedarkan pandangan setelah kakinya melangkah masuk. Rumah ini tak semewah Apartemennya memang, tapi entah kenapa baru masuk saja hatinya merasa adem. 'Apa mungkin karena cat dindingnya yang berwarna putih bersih ya?' batin Aruna bingung. Ia pun terus melangkahkan kakinya sambil menatap keindahan tata ruangan ini yang benar-benar menakjubkan. Mulai dari hiasan bergambar ka'bah dan tulisan kaligrafi, rak buku kekinian yang menjadi pembatas dengan ruangan lain serta penataan sofa berwarna abu-abu yang terlihat sangat kontras dengan warna dinding rumah itu."Mbak," panggil Al yang langsung membuyarkan lamunan Aruna."Iy… iya," balas Aruna terbata. Sambil mengalihkan perhatiannya ke arah sosok Al yang sudah berada di ambang pintu ruang berikutnya."Mari i
Sudah satu setengah hari ini Aruna belum sadarkan diri. Matanya masih saja terpejam dengan beberapa bagian tubuh yang tertutup perban. Dia memang tidak memiliki luka dalam yang cukup serius, tapi menurut dokter Aruna sudah mengalami dehidrasi akut dan tenaganya ngedrop."Kenapa bisa begitu, Dok?" tanya Al saat Dokter menjelaskan tentang hal tersebut beberapa saat yang lalu."Saya juga kurang tau pasti. Hanya saja, sepertinya dia baru saja berlari cukup lama. Tapi, dia juga belum minum sama sekali. Jadi, sebagian besar cairan di tubuhnya itu sudah dikeluarkan lewat air keringat dan juga dibakar untuk menghasilkan tenaga. Makanya, sekarang dia sedang dalam proses recovery energy," jelas Dokter yang menangani Aruna."Oh, begitu ya, Dok. Pantas saja saat itu dia tiba-tiba muncul di depan mobil saya. Sepertinya dia sedang dikejar seseorang pada saat itu," ujar Al menyimpulkan. Dokter itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali."Mungkin saja seperti itu. Tapi, untuk lebih jelasnya
Aruna pun terus berlari sekuat yang ia bisa. Sungguh, ia baru saja keluar dari kandang macan. Dan dia tidak ingin masuk ke dalam kandang singa. 'Apalagi singanya nggak hanya satu. Bisa habis badan gue digilir mereka,' ujar Aruna sambil terus berlari."Woi!!! Tunggu!!! Jangan kabur!!! Woi!!! Woi!!!" teriak kedua orang itu saling bersautan.Aruna pun berusaha semakin mempercepat laju lariannya. Walaupun sebenarnya ritme lariannya tetap sama. Maklumlah, dia belum makan sejak tadi siang. Sebab, dia pikir malam ini dia akan dinner romantis lalu asyik-asyik sama Andreas. Bukannya dijual pada lelaki yang tidak ia kenal dan begitu bernafsu ingin segera menggagahinya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun semakin tersengal-sengal. Rasanya pasokan oksigen dalam rongga paru-parunya sudah semakin menipis. Engsel di lututnya pun sudah terasa pegal dan ingin segera beristirahat. Untung saja ia memakai sandal jepit murahan yang ia bawa dari kampung juga. Coba kalau dia masih pakai high heels seperti tadi
Aruna pun berlari dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja ia menjatuhkan kalung pemberian Andreas kemarin. 'Brengsek. Biadap. Andreas keterlaluan. Bisa-bisanya dia cuma memanfaatkan gue untuk kesenangannya pribadi. Sialan. Dia memang sialan. Denada juga. Tega-teganya dia melakukan ini di belakang gue. Hiks…. Hiks…. Gue benci mereka semua. Gue benci,"' ujar Aruna dalam hati. Ia pun terus menyumpahi Andreas sambil terus berlari sekencang yang ia bisa. Air matanya pun mengalir deras. Seiring langkah kakinya yang dibuat selebar yang ia bisa, agar segera pergi dari tempat ini.Tak lama kemudian Aruna pun sampai di depan mobilnya yang tadi sempat mogok. Tanpa membuang waktu. Aruna pun masuk ke dalam mobil itu, lalu ia segera menghidupkan mesin mobil. Dan dengan ajaib. Mobil pun menyala. Tanpa pikir panjang Aruna pun menekan pedal gas dan segera melajukan mobil itu keluar area komplek perumahan mewah ini.Sepuluh menit berlalu, Aruna pun sudah sampai di Apartemennya. Ia pun langsung menuju kama