Share

Bab 6 . Aku butuh diakui

Dua minggu berlalu, hampir setiap hari suamiku mampir ke rumah sakit. Terkadang hanya melihat wajahku saja dari balik jendela lalu Edi pulang kembali. Percuma saja menengokku. Aku takkan mengenali keluargaku. Aku hanya bisa tertawa, menari dan tersenyum. Kegiatanku hanya berjemur, mandi, makan dan berdiam diri di kamar. Kesadaranku belum pulih. Sesekali dokter memberikan semangat untukku mengingat kenangan indah. Namun yang muncul hanyalah tangisan dan teriakanku. Mungkin karena di tahun terakhir aku hidup, aku merasakan depresi teramat dalam. Sehingga kenangan indah tidak pernah muncul dalam ingatanku.

“Minum obatnya dulu ya bu. Ibu suka lauk apa. Nanti saya buatkan.” ujar perawat padaku.

“Dengan lantang kujawab aku suka makanan pedas.”

“Wah, ibu keren. Ibu sudah mengingat sedikit ya.”

Oh ya aku ingat aku pernah makan bersama di meja makan bersama anak – anakku. Meja itu berwarna coklat tua dan diberikan taplak hijau. Anganku melayang mengingat kembali hidupku. Perlahan aku mengingat suami dan anak – anakku. Walau masih samar terlihat. Namun kali ini bila aku mengingat suamiku, perlahan aku menjadi marah dan menangis. Emosiku masih belum stabil.

“Ibu suka menjahit tidak?”

“Tidak! Aku suka menari. Kau mau aku ajarkan?”

“Memang bisa bu. Ayo ....siapa takut!”

Lantas seluruh ruangan tempatku berolahraga bersama pasien lain menjadi ramai. Mereka memuji tarianku. Dengan semangat aku gerakkan badanku kesana kemari. Persis seperti ku pentas. Tepuk tangan riuh sekali terdengar. Pujian dan sanjungan membuat perasaanku senang bukan kepalang.

Salah satu pengobatan di rumah sakit jiwa adalah membuat karya sesuai keinginan kita. Ada yang menjahit, melukis, membuat boneka atau kerajinan lain. Biasanya ada beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan pasien untuk membuat karya lalu dijual. Tentu saja dengan seijin dokter pasien. Tetapi cara ini sangat dipercaya mampu membuat pasien rumah sakit jiwa merasa diterima. Akupun dijanjikan bila ku sembuh, aku akan diundang menari di aula rumah sakit. Senyum kembali merekah tatkala ada yang mengakui keberadaanku.Ya... aku hanya butuh diakui.

Satu bulan berlalu, kondisiku makin baik. Alhamdulilah aku sudah sepenuhnya sadar akan ingatanku. Kisah masa lalu, saat hidupku penuh tekanan dan depresi bahkan saat aku setengah sadar menari telanjang di jalan sudah aku ingat. Namun anehnya aku tak membenci lagi suamiku. Pengobatan yang kujalani di rumah sakit sangat berati bagiku. Selain pengobatan fisik, menjalani pengobatan batin adalah hal yang terbaik. Setiap pagi aku selalu dibimbing guru ngaji dengan tausiah yang menyejukkan, kemudian sore harinya kami mengaji bersama. Kegiatan rohani yang kujalani setiap hari menjadikanku manusia kuat dan ikhlas. Aku diajarkan menjadi ikhlas atas semua yang terjadi. Bersyukur adalah kunci keimanan. Maka tatkala kita mengeluh, bercerminlah pada diri sendiri. Apakah pantas kita mengeluh?

Dokter Wira selaku dokter yang bertanggungjawab tak luput dari keberhasilanku sembuh.

“Selamat pagi bu Lusi. Coba bisa ceritakan awal mula bu Lusi menari. Pasti seru ya.” ucap dokter setelah menyuruhku menutup mata. Maka mengalirlah cerita dan keluhanku selama ini. Rasanya plong sekali. Seperti ada beban berat di pundakku yang terangkat. Aku ceritakan detail setiap peristiwa. Awal aku menari, pentas di luar negeri bahkan perkenalan dengan Edi kuceritakan dengan rapi. Sesekali tangisku pecah bila ku menceritakan perangai suamiku. Namun anehnya hatiku lega sekali. Perasaan benci terhadap suamiku berubah menjadi suatu penerimaan yang kuanggap takdir. Impian yang belum kucapai kujadikan semangat untukku hidup.  Kukeluarkan semua keluh kesah dan keinginan yang terpendam selama ini. Maka ketika kubuka mataku, aku melihat ada kedamaian di hatiku. Aku seperti terlahir kembali. 

Wawancara bersama dokter psikiater tidak sembarangan. Aku harus melewati berbagai macam tahap sebelum sampai di bagian ini. Saat aku belum sadar, pihak keluargalah yang melakukan wawancara dengan dokter Wira. Aku sangat menikmati sesi wawancara bersama dokter. Karena tentu saja aku dapat bercerita tanpa takut akan sampai pada orang lain. Kerahasiaan terjamin. Tak jarang bila aku selesai pengobatan, dokter Wira menghubungi suamiku. Beliau tahu akar dari permasalahan kondisi psikisku karena larangan dan aturan yang dibuat suamiku.

“Begini pak Edi. Tanpa bermaksud ikut campur ke dalam ranah rumah tangga bapak dan ibu. Namun karena Bu Lusi adalah pasien saya. Maka saya bertanggungjawab atas kesembuhan beliau” Dr Wira mencoba membuka pembicaraan dengan suamiku.

“Baik dok. Saya akan siap dengan segala sesuatu yang harus saya lakukan demi kesembuhan istri saya.”

“Anda ingin melanjutkan pernikahan anda?”

“Tentu saja”

“Baik. Kita coba ikuti aturan saya dan agama yang kita anut sebagai muslim.”

“Di dalam agama, dibenarkan bahwa suami berhak memberikan nasihat melarang istri melakukan kegiatan yang dapat menghancurkan rumah tangga. Namun apakah dengan melarang menari mendatangkan kehancuran?. Menurut saya ini dapat dibicarakan lebih realistis. Misalnya dengan melibatkan anda sebagai pengawas dalam istri berkegiatan. Betul tidak? Suamiku kembali mengangguk.

“Impian istri anda sangat besar. Dia hanya ingin menari walau hanya sekali saja. Bahkan impian  membuat sanggar tari dirumah patut anda apresiasi. Karena bu Lusi masih menginginkan kegiatan rumah tangga dapat berjalan bersamaan.”

“Bu Lusipun merasa tidak dihargai sebagai istri dan wanita. Sesekali sanjunglah dia, berilah perhatian walau setitik diantara kesibukan anda.” Nasihat dokter Wira terasa makin memanas tatkala suamiku hanya bisa mengangguk mengakui begitu banyak kesalahan yang telah menyakitiku.

"Baik dok. Akan saya lakukan yang terbaik. Semua ada hikmah dan pelajaran yang sangat berati. Saya memang tidak menyangka sedalam itu istri saya berasumsi dalam kehidupannya. Padahal saya pikir selama ini saya sudah menjadi suami terbaik. Tetapi ternyata saya salah. Hal yang saya kira baik belum tentu baik untuk istri saya. Sejak saat ini, akan saya libatkan semua hal dengan istri saya. Terimakasih sudah mengingatkan saya dan mendampingi Lusi dok." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status