Share

Bab 5. Hari hariku di Rumah Sakit Jiwa

“Penderita gangguan jiwa berat terlebih dahulu mendapatkan perawatan di ruang intensif. Di ruang intensif, penderita gangguan jiwa mendapatkan perawatan selama kurang lebih satu minggu. Pasien yang masuk ke dalam ruang intensif tersebut merupakan pasien yang masih gelisah, cenderung mengamuk dan emosinya belum terkontrol,” ujar Dokter Wira meyakini suamiku.

Rumah sakit akan melakukan pengawasan terhdap pasien di ruang intensif tersebut, serta obat yang lebin intensif. Selanjutnya, pasien akan mendapatkan perawatan di ruangan intermediet, sudah dapat bersosialisasi dan berinteraksi, namun masih perlu pengarahan dari petugas. Biasanya perawatan di ruang ini berlangsung dua pekan. 

Salah satu pemeriksaan pengobatanku adalah pemeriksaan fisik. Dokter akan memberikan perawatan sesuai diagnosa kondisi mental seseorang dengan pemeriksaan fisik terlebih dahulu.

Wawancara dengan dokter adalah tahapan yang kulewati karena bicaraku yang tak terarah. Hanya mungkin sesekali dokter Wira dan perawat menyapa dengan ramah padaku.

“Halo ibu. Siapa namanya? Saya pakaikan baju hangat dulu ya biar ga kedinginan. Di luar hujan loh!” perawat mencoba menyapaku.

Aku hanya tersenyum mengangguk. Kurasakan kedamaian di hatiku. Sudah lama aku tidak merasakan kasih sayang. Di rumah sakit, aku merasakan mereka perduli padaku. Bahkan aku disuapi dan diajak berjalan keluar menghirup udara pagi.

"Saya orang gila bu dokter ha ha.." ucapku sambil tertawa.

"Eh ga boleh ngomong gitu. Bu Lusi bukan orang gila. Tapi orang beneran. Seorang istri soleh, ibu yang menyayangi anaknya dan wanita mandiri yang cantik." jawab perawat menghiburku.

Begitulah hari - hari yang kujalani. Dengan kesabaran mereka, lama - lama aku bisa menerima keberadaanku sendiri. 

"Halo bu Lusi cantik bagaimana kabarnya?" Dr. Wira menyapaku.

"Baik dok. Aku adalah wanita soleh." jawabku.

"Wah keren sekali bu Lusi sudah bisa afirmasi terhadap diri sendiri. "

Aku selalu diingatkan oleh perawat bahwa aku harus mengatakan hal yang baik - baik. Tidak boleh mengatakan yang buruk. Afirmasi adalah penegasan positif untuk diri kita sendiri agar membangun pribadi yang positif juga.

Selanjutnya, jika pasien telah menunjukkan perubahan signifikan, maka pasien dapat mengikuti rangkaian kegiatan di ruangan rehabiltasi mental. Pasien mengikuti serangkaian kegiatan kemandirian, diajarkan berkebun, bertani, pertukangan dan mendapatkan siraman rohani sesuai dengan agama yang dianut.    

“Selama pasien mengikuti kegiatan di ruang rehabilitasi mental, pihak keluarga dari pasien sesekali diundang untuk melihat aktifitas yang dilakukan, tujuannya jika sudah keluar, dapat memperlakukannya seperti yang dilakukan di RSJ. Penderita gangguan kejiwaan ini bisa kumat kembali jika salah dalam penanganannya.” Dokter Wira menambahkan.

Total masa perawatan yang dilakukan itu mencapai 42 hari dan diharapkan tuntas mengatasi gangguan jiwa pasien, hingga mereka siap kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.

Agar perawatanku lebih akurat, tes tambahan seperti tes laboratorium dengan mengambil sampel darah dan urin. Hasil fisik dan laboratoriumku semua berkhir baik. Keesokan harinya dokter menyarankan tes MRI, CT Scan untuk kemungkinan gangguan syaraf.

“Malam pak Edi.”

“Malam dok. Bagaimana dok hasil pemeriksaan istri saya?” tanya suamiku.

“Sementara ini menunjukan hasil yang baik sekali. Tes laboratorium dan saraf semua berfungsi sangat baik. Saya yakin tidak ada masalah dengan kesehatan istri anda. Saat ini saya akan terus memantau kondisi psikis istri anda.” Dr Wira kembali meyakinkan suamiku bahwa semua baik. Lalu mengapa aku bisa menjadi gila?

Saat aku menjalani perawatan di rumah sakit. Suamikulah yang merawat anak – anakku. Orangtua aku dan suamiku telah tiada. Maka otomatis hanya kamilah yang mengurus buah hati kami. Suamiku menyewa satu pembantu untuk menangani kegiatan rumah tangga. Air mata Edi, suamiku, selalu terjatuh tatkala mengingat sudut rumahku yang penuh kenangan.

“Ayah, aku bosan masakan bibi. Aku ingin masakan mama.”

“Aku juga ayah tidak ada yang menguncir rambutku kalau aku sekolah. Aku rindu mama.” Anak keduaku mencoba menyaut.

“Aku sepi sekali bila menonton tv tidak ditemani mama. Biasanya kita tertawa bersama nonton kartun kesukaanku.” Semua anak tak henti membicarakanku. Bahkan suamiku selalu menahan sedih tatkala mengingat perlakuan kasarnya dan larangan yang sering mampir di telingaku. Terbayang banyak sekali kesalahan melalaikan kasih sayang yang seharusnya aku terima. Rasanya ingin mengulang waktu kebersamaan dan mengganti kembali dengan keceriaan.

“Aku akan membahagiakan istriku kelak. Aku akan mewujudkan impiannya untuk berlibur dengan anak – anakku. Akan kusayangi dia sepenuhnya. Aku gagal menjadi seorang suami. Jika memang menari adalah keinginan terbesarnya maka akan aku relakan hidupku demi impiannya. Ya Allah... sembuhkanlah istriku seperti sediakala. Maafkan atas segala kesalahan yang telah aku perbuat.” untaian doa panjang terurai dari suamiku yang kuyakin tulus menyayangiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status