“Masuk lah Cu” ucap pria sepuh itu, kemudian dia mempersilahkan Askara untuk memasuki gubuknya.
Mereka pun duduk di bangku rotan yang sudah peyot dan tampaknya tidak beberapa lama lagi bangku itu akan segera hancur.
“Ada apa Kakek memanggil Askara?” tanya pemuda itu dengan senyuman hangat kepada pria sepuh yang duduk di sampingnya.
“Kakek ingin memberikanmu ilmu pamungkas yang mampu membelah lautan dan langit hanya dengan sekali ayunan tangan Cucuku” jawab pria sepuh itu dengan nada yang tegas dan berwibawa.
“Ilmu yang mampu membelah lautan dan langit hanya dengan sekali ayunan tangan, kuat sekali ilmu itu Kek” balasnya dengan nada yang menunjukan akan kekaguman dengan ilmu yang akan di warisi oleh pemuda itu.
“Lalu, kapan Askara akan mempelajari ilmu itu Kek?” tanya Askara dengan nada yang semangat, karena dia tidak sabar untuk mempelajari ilmu pamungkas tersebut.
Kakek itu tersenyum, “Hari ini, pas di malam hari kamu harus bertapa untuk mencapai kewaskitaan ilmu membelah lautan dan langit, nama ilmu pamungkas itu adalah Ajian : Dastha Madyantara (Penghancur Semesta)” jawabnya dengan rinci.
“Baik, Kek” balas Askara dengan senyum hangat terpatri di pipinya.
Malam Hari
Dua individu dengan perbedaan usia yang cukup jauh terlihat berjalan di jalan setapak menuju air terjun yang terletak di lereng gunung. Keduanya membawa lentera lilin sebagai sumber cahaya dalam perjalanan mereka.
“Jadi, Askara akan bertapa di air terjun Kek?” tanya pemuda itu yang sudah mengetahui bahwa mereka akan pergi ke tempat air terjun.
“Benar, Cucuku. Di tempat itu kau akan melakukan bertapa selama beberapa hari. Ingatlah untuk terus membaca amalan yang telah kuberikan, dan jangan membuka mata sebelum menemukan inti kewaskitaan ilmu pamungkas tersebut. Akan banyak godaan yang menghalangimu, namun kau harus mampu mengatasinya untuk mencapai ilmu pamungkas tersebut” jawab Kakek dengan penjelasan yang mendalam, membuat pemuda itu memahami tantangan yang akan dihadapi kedepannya.
Setelah beberapa lama menapaki perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya mereka mencapai tempat air terjun yang akan di gunakan oleh pemuda itu untuk bertapa agar mendapatkan ilmu pamungkas yang sakti mandraguna.
“Duduk lah di puncak air terjun itu Cucuku lalu bertapalah kamu disana!” ucap Kakek itu memberikan perintah kepada Askara, kemudian pemuda itu mengangguk paham.
“Baik lah, Kek” balas pemuda itu, kemudian dia menaiki tebing curam untuk mencapai ke puncak air terjun, kemudian dia bertapa dengan khidmatnya.
Bibirnya bergerak mengucapkan amalan atau mantra yang terus berulang dia kumandangkan, membuat sekujur tubuhnya di lapisi oleh energi mistik yang membuat makhluk tak kasat mata tertarik untuk mendekati pemuda tersebut.
Beberapa malam telah berlalu, pemuda itu masih tetap tekun membaca amalan tersebut tanpa henti. Matanya terkatup rapat, ia merasakan sesuatu yang besar dan panjang melilit tubuhnya dengan kuat.
“Ah, apakah ini? Siapa atau apakah itu yang melilit tubuhku? Lilitannya begitu kuat,” gumam pemuda itu dalam hati.
“Aku harus kuat dan tak boleh menyerah, apapun yang terjadi aku harus tetap kuat menghadapi rintangan yang aku hadapi!” ucap Askara dengan tekad kuat di dalam hatinya, ia membulatkan tekadnya untuk terus maju dan menghadapi segala rintangan yang dia hadapi saat ini.
Lilitan makhluk itu semakin kuat hingga beberapa menit pemuda itu tak mampu bernapas, lalu perlahan lilitan itu menghilang. Pemuda itu dapat bernapas dengan lega, ia lalu mengatur nafasnya agar kembali stabil.
“Lilitan itu telah hilang, mari fokus kembali pada amalan dan pertapaanmu, Askara!” ucap pemuda itu dengan mantap di dalam hatinya, ia kembali memfokuskan dirinya pada pertapaannya yang sempat terganggu oleh hal yang tak terduga.
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian mengerikan di mana tubuh Askara terlilit oleh makhluk melata yang kuat. Askara kembali menyelami kedamaian dalam pertapaaannya, namun saat ini, ia dihadapkan pada fenomena yang luar biasa.
Cahaya kuning kemerahan memenuhi langit malam, dan suara desiran daun serta kicauan burung begitu jelas di telinganya.
Desiran daun yang jatuh dan suara kicauan burung yang berada jauh dari tempat itu yang begitu jelas di telinga Askara, membuatnya sedikit takut dengan fenomena aneh yang menerpa dirinya.
Penglihatan Askara semakin jelas walaupun dia menutup matanya, dia dapat melihat cahaya itu masuk kedalam dirinya, membuatnya merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhnya.
“Sakit sekali! Aku ingin berteriak, namun itu hanya akan menghancurkan pertapaanku selama beberapa hari ini,” gumam pemuda itu dalam hati, sambil terus merapal amalan meskipun rasa sakit sedang melanda.
Bersambung
Setelah beberapa saat berlalu rasa sakit itu mulai menghilang dan saat ini Askara merasa bahwa tubuhnya semakin sehat dan bugar, serta rasa lelah akibat bertapa beberapa hari di puncak air terjun telah hilang begitu saja. Tak hanya itu, dia juga merasakan bahwa kekuatannya meningkat dari sebelumnya. Dia merasakan kebahagiaan dan rasa syukur yang luar biasa karena berhasil mengatasi segala rintangan dan mencapai tujuannya.“Bukalah matamu, kau telah berhasil melewati segala rintangan dan godaan. Kau sudah mendapatkan Ajian : Dastha Madyantara (Penghancur Semesta)” ucap suara tak bermuasal tersebut, kemudian tak berselang lama suara itu menghilang begitu saja.“Terimakasih” balas pemuda itu kepada suara tak bermuasal tersebut. “Aku akan membuka mataku sekarang” ucap pemuda itu di dalam batinnya, kemudian dia membuka sepasang matanya secara perlahan, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali.“Tidak mungkin, bagaimana bisa aku melihat begitu jelas di kegelapan malam?” tanya pemuda itu d
Malam semakin pekat dan bulan semakin terang memancarkan cahayanya. Gemerlap bintang - bintang semakin mempercantik langit malam, sembari malam semakin larut di desa terpencil tersebut. Tidak lama kemudian, meluncurlah sebuah mobil Mercedes yang melintasi jalan desa itu."Mengapa para pria itu mengeroyok perempuan tersebut? Apakah ada masalah yang menimpa perempuan tersebut sehingga mereka sampai melakukan hal tersebut?" ucap pemuda itu di dalam mobil Mercedes, saat ia melihat lima pria menganiaya seorang perempuan. Kemudian, ia memperlambat mobilnya dan berhenti tepat di tengah - tengah pertarungan mereka.“Berhenti! Kenapa kalian para laki - laki mengeroyok seorang perempuan? Jika ada masalah diantara kalian tolong bicarakan dengan baik - baik dan sama - sama cari solusinya, jangan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan!” ucap pemuda itu, dia berbicara dengan lantang dan tegas, membuat mereka semua berhenti sejenak dari tindakan mereka."Hai, anak muda! Jangan
Mas Aryo langsung menyerang pemuda itu dengan segala kemampuan yang dia punya. Matanya menatap tajam terhadap pemuda itu, kemudian membelak, karena bagaimana mungkin anak yang saja beranjak remaja mampu menghindari setiap serangannya yang memiliki intesitas serangan yang cepat dan mematikan.“Kau hebat juga, sebenarnya siapa namamu dan siapa yang mengajarimu ilmu kanuragan dan seni beladiri?” tanya Mas Aryo kepada pemuda itu.“Namaku Askara dan yang mengajariku adalah Kakekku” jawab pemuda itu singkat, kemudian dia menendang Mas Aryo dengan kuat hingga laki - laki itu terpental beberapa meter.DuaaakkkBunyi keras berbunyi ketika punggung laki - laki itu menabrak pohon yang berada di belakangnya.“Mas Aryo, kamu tidak apa - apa Mas?” tanya Soka kepada laki - laki itu dengan nada yang khawatir.“Tidak apa - apa Soka, aku harus benar - benar serius untuk menghadapinya Soka” jawab Mas Aryo, kemudian dia berdiri dan melanjutkan pertempurannya yang sengit dengan Askara.Tinju Mas Aryo berh
“Jadi benar dia memiliki keris legendaris itu?” tanya seorang pria paruh baya kepada laki - laki yang berdiri di belakangnya.“Ya, benar Kakek Guru. Anak muda itu memiliki keris Krastala, saya yakin akan hal itu, karena keris itu berwarna hitam pekat dan terdapat tulisan aksara jawa kuno di bilahnya dan lagi jika keris itu, ketikadi keluarkan dari awangkaranya bilah keris itu mengeluarkan sedikit cahaya kuning keemasan” jawab laki - laki itu dengan lantang.Mata pria paruh baya itu membelak, “Ya, itu memang keris legendaris Krastala, tetapi bagaimana pemuda itu memilikinya Aryo?” tanyanya.“Dia mendapatkan keris legendaris itu dari Kakeknya dan Kakeknya itu bernama Atmajaya Suryapati” jawabnya, membuat pria paruh baya itu sekali lagi membelakkan matanya, karena terkejut.“Atmajaya Suryapati, bukankah itu seorang pendekar yang masyhur sejak zaman kerajaan Demak? Bagaimana mungkin dia masih hidup di zaman ini, kecuali dia memiliki Ajian : Pancasona atau Rawarontek” ucap pria paruh baya
“Dimana Kak Larasati? Aku mau melihatnya terlebih dahulu, bisa saja kamu curangi aku, setelah kau mendapatkan keris ini” balas Askara dengan mata yang menatap lekat kepada Aryo. Aryo mendengus kesal, “Bawa perempuan itu kemari cepat!” perintah laki - laki itu kepada anak buahnya. “Baik, Mas Aryo” ucap salah dari mereka, kemudian dia segera bergegas pergi untuk membawa Larasati kehadapan mereka. Tak berapa lama kemudian, terdengarlah teriakan perempuan yang memecah keheningan, penuh dengan rintihan kesakitan. Suaranya meresap ke dalam jiwa, memberi kesan betapa perempuan itu dipaksa untuk mengikuti laki - laki yang kejam. Rambutnya ditarik dengan kasar, seolah - olah perempuan itu hanyalah hewan ternak yang tak berdaya. “Aww, sakitt! Tolongg, jangan tarik rambutku dengan kasar!” teriak perempuan itu mengaduh kesakitan, disertai dengan tangisan yang tersedu - sedu. “Jangan bawa Kak Larasati seperti itu, bedebah!” teriak Askara dengan nada yang penuh dengan amarah, matanya memerah,
Beberapa minggu telah berlalu sejak terjadinya penculikan Larasati, namun rasa trauma masih menghantui dirinya. Untungnya, adik angkatnya, yaitu Askara, selalu memberikan semangat kepadanya agar tidak terjebak dalam ketakutan dan kekalutan. Sehingga, perempuan tersebut kembali mendapatkan semangat dan bersedia untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya dan menjalani aktivitas sehari - hari seperti biasa. Kemudian, guna mencegah terulangnya kejadian serupa, Askara mulai meningkatkan pengawasannya terhadap Larasati dengan memberikan perintah kepada hewan mistisnya, yaitu Pragalba yang merupakan harimau putih, untuk menjaga Larasati setiap saat. …… ….. ….. "Bagaimana keseharian Kakak hari ini? Apakah merasa seru, bahagia, biasa saja, atau mengalami hari yang buruk?" tanya Askara kepada Kakaknya. Mereka baru saja pulang dari pusat perbelanjaan untuk membeli barang - barang dan kebutuhan makanan sehari - hari mereka. “Seru kok Askara, tadi aku belajar dance sama teman - teman untuk pentas di
Pria tua itu berjalan dengan angkuh menyusuri gua yang gelap gulita. Keheningan malam mulai menyeruap, menambah kelembapan dan kesan menyeramkan di dalam gua tersebut. Mata tua itu mendelik, ketika seorang laki - laki menghampirinya dari kejauhan. “Apakah mereka semua sudah berkumpul di altar?” tanya pria tua itu. “Mereka semua sudah berkumpul Kakek Guru dan mereka sudah menunggu Kakek Guru sedari tadi” jawab laki - laki itu dengan nada sopan. “Begitu rupanya, kalau begitu aku harus bergegas cepat menuju kesana” balasnya, kemudian dia berjalan dengan cepat ke tempat yang ingin dia tuju. Tap Pria tua itu menatap tajam ke arah sekumpulan orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Pandangannya meluncur ke arah altar, yang terukir dengan indah dan terdapat berbagai macam ukiran yang menawan. Di atasnya terdapat persembahan berupa buah - buahan, sayur - sayuran, daging mentah, dan juga dupa. Terlihat sebuah patung naga besar yang kokoh berdiri di belakang altar tersebut. Patung terseb
Syuut Mata iblis itu menatap tajam kearah salah satu gedung apartemen di Jakarta Selatan, seringai terpatri apik ketika dia melihat dengan jelas bahwa dia telah melihat target yang harus dia bunuh. “Jadi, itu adalah tempat tinggal Askara” ucapnya, kemudian sepasang sayap apinya terbuka lebar lalu mengeluarkan puluhan bola api berskala besar kearah gedung apartemen tersebut. Syuuut Dhuaarr Ledakan beruntun terjadi, membuat orang - orang yang berada di dalam gedung terbangun dari tidurnya, kemudian mereka semua berlarian untuk menyelamat diri mereka dari kobaran api yang membakar sebagian gedung apartemen tersebut. “Ajian : Bagaspati” ucap iblis api itu, kemudian mengeluarkan kanuragan tingkat tinggi, lalu membuat api dari ketiadaan. Api tersebut semakin membesar, kemudian Analashura memadatkannya dengan kekuatannya, sehingga api tersebut berubah menjadi bulatan yang sempurna, menyerupai matahari. “Apa itu?” gumam Analashura bertanya entah kepada siapa, tetapi yang membuat dia m