Halo readers, bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga kalian sehat selalu ya dan juga selalu membaca cerita saya. Dan juga terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk readers yang sudah membaca cerita saya ini. Pokoknya kalian harus sehat selalu dan selalu mendapatkan rezeki yang banyak! Amiiiin
“Kurang ajar sekali dirimu ini manusia!” ucap siluman Kera dengan nada merendahkan. Pada saat yang sama, tekanan udara meningkat dengan tiba - tiba, menyebabkan mereka berdua tercekik dan sesak napas oleh aura membunuh yang begitu kuat terpancar dari siluman Kera tersebut. “Bedebah, dan aura pembunuhan yang terpancar darinya begitu kuat," gumam Ayu dalam hati, sambil berjuang untuk mengatur pernapasannya yang terganggu akibat pancaran aura membunuh dari siluman Kera itu. “Kuat juga dia” balas Askara, kemudian tanpa ragu, ia melepaskan pancaran aura pembunuhnya yang memancar dengan gemilang. Saat dua pancaran itu bertabrakan, gelombang kekuatan saling beradu, menghempaskan kedua pemilik aura itu hingga beberapa meter menjauh. "Tunggu sebentar, mohon beri tahukan kami, mengapa kami dibawa ke tempat ini? Apakah benar bahwa kalian semua berniat untuk menyerahkan kami sebagai tumbal bagi makhluk yang kalian tunggu kebangkitannya, seperti yang diungkapkan oleh Askara sebelumnya?" tanya
Pemuda itu, dengan kuat, menyatukan keningnya dengan kening siluman Kera itu, menciptakan suatu kontak yang menggetarkan. Serangannya tersebut membuat siluman itu terdorong mundur beberapa langkah, memberikan kesempatan kepada Askara untuk melancarkan serangan berikutnya. Dalam momen yang penuh keberanian, Askara mengarahkan tendangan ke arah perut siluman Kera itu. Meski siluman tersebut berhasil menahan serangan pemuda itu, namun dampaknya membuatnya terpaksa terhuyung mundur beberapa langkah. Dalam kekuatan yang menggugah hati, pertemuan antara Askara dan siluman Kera itu menciptakan suatu momen yang menegangkan. Serangan yang dilancarkan oleh pemuda itu, sekalipun dihadang, tidak dapat dipandang remeh. "Sudah terlalu lama kita beradu, dan aku tak bisa menolak untuk mengakui kehebatanmu, sebagaimana dirimu mengakui kehebatanku dalam pertempuran ini. Untuk menghormatimu, ijinkanlah aku memperkenalkan diriku dengan penuh rasa hormat. Namaku Wanara Madya Wengi, yang dikenal sebagai
Ucapan yang dilontarkan dengan penuh kharisma tersebut mengungkapkan kekuatan ajaib yang dimiliki oleh pemuda tersebut. Dalam keindahan yang memukau, cahaya putih yang bersinar terang muncul dari sekeliling tempat di mana Askara berada. “Ajian apa itu? Aku belum pernah melihat jenis Ajian seperti itu seumur hidupku” gumam Wengi, kemudian dia mempererat genggaman pada tongkat emasnya. Dengan gesitnya, pemuda itu seakan - akan melampaui ruang dan waktu, muncul di depan Wengi dalam sekejap mata. Dalam gerakan yang cepat dan tangkas, dia menyerang siluman Kera itu dengan kecepatan yang memukau. Dalam hanya dua serangannya, senjata pusaka berupa tongkat emas yang dipegang oleh Wengi retak tak terkendali, memaksa siluman itu menahan diri dengan susah payah, kebingungan melintas di matanya. Dalam kecepatan dan keahlian yang luar biasa, pemuda itu berhasil mencapai kemenangan yang menakjubkan. Melihat tongkat emas yang kini retak dan hampir hancur, Wengi terpaksa menelan ludahnya dengan k
Seperti seorang penari yang mengikuti irama musik yang tersembunyi, Askara dengan keahliannya yang luar biasa melancarkan serangan - serangan cepat dan efisien kepada para siluman yang mendekatinya. Gerakannya yang lincah seakan - akan mengikuti aliran angin, dengan setiap tebasan pedangnya yang tajam memotong bagian - bagian tubuh para siluman yang berusaha menyerangnya. Keindahan dan ketangkasannya dalam pertempuran ini seperti tarian maut yang memukau, menciptakan komposisi harmoni antara kekuatan dan kegrasian yang memukau. Tubuh - tubuh yang hancur dan terpotong-potong menjadikan lantai tempat itu dipenuhi dengan percikan darah yang mengerikan. Dalam keadaan yang penuh dengan ketegangan, matanya bersinar dengan kecerdasan yang tajam, mendeteksi serangan dari berbagai arah yang mengancamnya. Dengan kecekatan dan kecepatan yang luar biasa, Askara telah mengantisipasi serangan itu sebelum mereka bahkan bisa mencapai dirinya. Dalam satu gerakan yang begitu elegan dan mematikan,
“Ya, kalau begitu ayo kita bergegas cepat untuk keluar dari kerajaan ini” ucap Askara dengan lembut, sambil memegang erat tangan Ayu. Dalam kehangatan genggaman tangan mereka, terpancar keinginan yang kuat untuk tidak kehilangan satu sama lain. “Tangan Askara ternyata lebar dan kuat ya, sekaligus hangat” ucap Ayu dengan penuh kekaguman di dalam batinnya. Dengan langkah yang cepat, mereka berdua melaju maju, namun terhenti oleh pemandangan yang mengejutkan. Di depan gerbang keluar Kerajaan, terhampar ratusan prajurit yang menghalangi jalan mereka. Dalam cahaya yang redup, mata mereka memancarkan warna merah menyala, taring-taring mereka terlihat mengancam, dan napas mereka mengeluarkan hembusan yang mengguncangkan jiwa. “Jadi, dimana Maharaja Siluman Kera Wanara Madya Wengi dan kenapa kalian para manusia berhasil keluar dari Istana Kerajaan?” tanya salah seorang siluman kera dengan suara yang menggema di seantero kerumunan. Tampak jelas bahwa dia adalah salah satu pemimpin atau peti
“Perkenalkan namaku Wanara Apyu Sang Pendekar Tombak Api” ucap Apyu dengan lantang. “Namaku Wanara Apah Sang Pendekar Trisula Air” ucap Apah. “Namaku Wanara Bantala Sang Pendekar Gada Bumi” ucap Bantala. “Namaku Wanara Anila Sang Pendekar Busur Angin” ucap Anila. “Namaku Wanara Graksa Sang Pendekar Pedang Petir” lanjut Graksa. “Lalu, siapakah dirimu wahai Pendekar Manusia?” tanya Graksa dengan mata yang menajam. “Aku adalah Askara Diwapati Vajra” jawabnya dengan singkat, namun penuh kekokohan. Kemudian, dengan gerakan yang elegan, pedangnya meluncur ke arah mereka, membelah udara dengan keberanian yang membara. Dalam sekejap, gelombang angin dahsyat meluncur dengan kecepatan tinggi, menghantam mereka seperti ombak ganas. Tubuh-tubuh mereka terhempas beberapa meter ke belakang. "Apakah ini sebuah ajian?" tanya Apah dengan kebingungan yang memenuhi dirinya. Bagaimana mungkin, tanpa kata - kata atau mantra yang diucapkan, hanya dengan gerakan, dia mampu memunculkan kekuatan yang
Deg Dalam keheningan yang tegang, denyut jantung pemuda itu berdegup dengan kecepatan yang mengguncang. Ketika ia merasakan adanya ancaman yang mendekat dari arah depan dan langit, kekhawatiran yang dalam melanda hatinya. Dan benarlah firasatnya, ketika kepulan asap tiba - tiba mengaburkan pandangannya, menghancurkan kejernihan cakrawala. Di tengah kabut yang mencekam, terlihat jelas ujung tombak yang meluncur dengan kecepatan kilat, menuju Askara yang terhunjam dalam pertempuran. Dari langit, terlintas pemandangan yang menakutkan tebasan pedang yang mengancam untuk memenggal kepala Askara. Namun, dengan kecermatan dan ketajaman penglihatannya, pemuda itu mampu melihat dengan jelas serangan itu sebelum terjadi, seolah matanya telah menyulap waktu menjadi teman setia. Dalam keanggunan gerakan yang memukau, Askara dengan lincah menghindari serangan mematikan itu. Tubuhnya meliuk dengan keanggunan, melesat melalui bahaya yang memburu. Keberanian dan ketepatan gerakannya menunjukkan
“Uhuk, bedebah! Kanuragan dan inti pusara kekuatanku kian melemah sepanjang aku mengeluarkan beberapa ajian tingkat tinggi, kini aku tidak tahu lagi harus bagaimana” ucap Askara, kemudian dia mengelap darah yang mengalir dari kening pemuda itu, akibat terjatuh dari ketinggian. “Memang benar kekuatan mereka sangatlah hebat, jika aku dalam kondisi prima mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua” gumam Askara, matanya menatap tajam keatas. Dengan mata penuh keberanian, dia menatap tajam ke arah keempat panglima kerajaan siluman kera yang menatapnya dengan pandangan penuh keangkuhan yang merendahkan. ….. ….. ….. Raut wajah Ayu meringis kesakitan akibat patahnya tulang pergelangan tangan, sementara matanya tetap terfokus menatap tajam ke arah keempat panglima yang mengarahkan pandangan mereka ke retakan yang terbentang di bawah. “Tak dapat di pungkiri, mungkin kita akan mati di tempat seperti ini. Kekuatan dan kanuraganku sudah habis, aku tidak bisa membantu Askara sekarang ini” gumam