Email itu mampu membungkam tiga sosok yang semula meremehkannya.
Jalur seleksi yang diikuti Tristan, bukanlah seleksi biasa. Namun, seleksi buta. Di mana semua pelamar hanya cukup menjawab dan di interview langsung tanpa saling bertatapan. Seleksi yang tidak melihat identitas, tamatan, dan juga fisik. Namun, sebaliknya. Mereka melihat kemampuan seseorang. Meskipun begitu, yang lolos seleksi buta tetap akan melakukan interview lanjutan. Interview yang berupa formalitas saja, karena seleksi buta dipimpin langsung oleh CEO Perusahaan. Itu artinya, siapapun yang lolos seleksi buta dan menerima email, maka dia telah resmi menjadi pegawai Perusahaan FJ. “Jangan gegabah, bagaimana kalau email ini bukan untuknya?” bisik pria yang duduk di samping kiri. “Benar. Bukankah selama ini Arthur Ludwig dikenal sebagai sosok yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu? Jadi tidak menutup kemungkinan, Arthur menggunakan cara curang untuk memasukkan cucunya sendiri.” “Arthur bisa menggunakan segala cara untuk memasukkan seseorang ke dalam suatu perusahaan. Namun, kalau dia memilih Perusahaan FJ, itu artinya dia sudah bosan berada di industry ini.” Tristan hanya diam membisu, ketika tiga orang yang berada didepannya saling berbisik. Perwakilan HRD yang duduk ditengah, kemudian mengutak atik computer dan memasukkan kode yang tertera dalam email Tristan. “Kenapa kau tidak menggunakan surat rekomendasi, tapi justru memilih seleksi buta?” “Seleksi buta lebih menantang, dari pada surat rekomendasi,” jawab Tristan tanpa ekspresi. “Untuk apa kau berada di sini?” “Karena menerima email itu,” jari telunjuk Tristan menunjuk ponsel yang ada di atas meja. “Kalau kau tidak menerima email ini, apa kau akan menggunakan surat rekomendasi yang diberikan Pak Arthur Ludwig padamu?” “Untuk apa aku datang, kalau untuk di tolak? Bukankah penentunya ada dalam seleksi buta? Bukan itu saja, interview ini juga hanya formalitas, kan? Apa aku salah?” “Maaf, dapatkah kau menolongku mengambilkan cover bening itu?” Tristan yang sama sekali tidak paham, hanya memenuhi permintaan pria itu dan mengambilkan kertas bening itu, kemudian meletakkannya di atas meja, tepat didepan pria yang memintanya. Ketiga perwakilan HRD itu terkejut, ketika melihat hasil akhir pada layar computer. “Jadi dia murni memiliki kualifikasi sebagai seorang Direktur Tim Retail, tanpa pengalaman sama sekali?” Demi keamanan. Selain kode, Perusahaan FJ juga menggunakan system pengenalan suara bagi yang melakukan seleksi buta dan sidik jari yang mengikuti seleksi. Setiap Tristan menekan tombol jawab pada layar monitor, secara langsung sidik jarinya ikut terekam dan nantinya akan berfungsi pada saat dia mengadakan interview formalitas. Bukan itu saja, bahkan pada saat Tristan menghadap dan menjawab semua pertanyaan melalui komputer retina matanya ikut terekam. “Selamat bergabung di Perusahaan FJ.” --- “Bagaimana? Apa Tristan menggunakan rekomendasi yang ku berikan?” tanya Arthur sambil menandatangani berkas yang diserahkan oleh sang asisten. “Tidak, Bos. Tuan Muda Tristan menggunakan jalur seleksi buta untuk masuk ke Perusahaan FJ. Itu adalah kenyataannya.” Brakkk !!! Arthur Ludwig mengebrak meja kerjanya dengan keras. Dia benar-benar tak bisa mengerti jalan pemikiran cucunya sendiri. “Dasar keras kepala, apa dia pikir jalur itu mudah? Kalau dia sudah gagal dalam seleksi itu, maka tidak ada kesempatan baginya untuk masuk lewat jalur biasa,” geram Arthur kesal. “Apa mungkin Tuan Muda Tristan terlanjur kecewa dengan pembagian harta gono gini yang tak seimbang? Krisna memiliki semua yang bos punya, sedangkan Tristan? Hanya rumah tua, tanah lapang yang sudah menjadi tumpukan sampah, dan uang lima ratus juta rupiah. Itu benar-benar tidak adil, Bos.” “Itu pembagian harta yang seimbang. Bukankah dia sendiri yang tidak mau berebut harta? Tapi baguslah, dengan begitu rumah tua itu menemukan pemiliknya,” ujar Arthur Ludwig tersenyum misterius. Adil menurut bos, tapi bagi Tristan? Itu benar-benar musibah. Ditambah lagi, dia harus bertunangan dengan gadis jelek. Memikirkan Kezia Devira membuat sang asisten ingin muntah. “Kenapa bos tidak memberikan Tristan uang triliunan atau setidaknya miliaran?” “Mencegahnya untuk membangun Perusahaan sendiri!” Sang asisten menelan ludah mendengar jawaban sang bos. Kini dia benar-benar yakin, Arthur sedang membalas dendam kepada Tristan yang berani menentangnya secara terang-terangan. “Bagaimana kalau Tristan gagal dalam seleksi?” tanya sang asisten memancing keadaan. “Semua pilihan ada resikonya, jadi kalau dia gagal itu adalah karma untuknya karena tidak mengunakan surat rekomendasi yang kuberikan. Posisi apa yang diincar Tristan?” “Direktur Tim Retail.” “Tristan benar-benar sudah gila. Tanpa pengalaman mana mungkin dia lolos seleksi, apalagi seleksi buta?” geram Arthur gusar. “Buktinya dia lolos seleksi, Bos. Tuan Muda Tristan telah resmi menjadi karyawan Perusahaan FJ. Besok dia mulai masuk kerja.” Tubuh Arthur Ludwig langsung jatuh terduduk di singgasananya. Sejauh itukah aku tidak mengenal cucuku? Bahkan kemampuan cucuku saja, aku tidak tahu.“Maaf, acara ini disiapkan untuk penyambutan dan syukuran kakekku selamat dari maut. Bukannya ajang pengesahan warisan!” ketus Krisna pura-pura tak senang.Bukannya menjawab, tapi sang notaris menatap pengacara Arthur meminta kejelasan sekaligus kepastian.“Tapi ini murni keinginan kakekmu, Tuan Muda. Maaf,” jawab sang pengacara menunduk hormat.Krisna mendekati Arthur yang duduk di kursi roda, “Apa benar ini keinginan, Kakek?”Arthur berusaha mengeluarkan suara, tapi semua justru bingung dengan apa yang dikatakannya.“Kalau itu murni keinginan Kakek, maka kami tak punya pilihan. Silahkan diteruskan,” ujar Krisna menarik nafas panjang, seolah tak ikhlas.Ezhar mendorong kursi roda sang ayah, mendekati notaris yang berdiri di atas panggung.“Sesuai pilihan masing-masing, maka Krisna Ludwig berhak atas kotak nomor satu. Kami undang Tuan Muda Krisna untuk maju kedepan guna penandatanganan berkas secara resmi.”Krisna naik ke panggung dan menandatangani berkas yang disodorkan kepadanya.N
Bukannya menjawab, Ezhar justru melangkah maju mendekati sang putra, tiba-tiba .... PLAKKK !!! Darah segar mengalir dari sudut bibir kiri Krisna, akibat tamparan sang ayah. "Ayah tak menyangka selama ini telah membesarkan serigala berbulu domba! Apa salah kakekmu, ha?" bentak Ezhar murka. Krisna tertawa, "Ayah ... Ayah ... aku hanya mengikuti jejak kakek, menggunakan segala cara untuk mempertahankan apa yang harusnya menjadi milikku!" "Kau?" Ezhar terkejut. "Apa ayah ingin melihat aku hidup miskin, karena ulah pria tua brengsek itu, ha? Aku tidak ingin berada dibawah perintah Tristan! Tidak akan pernah!" geram Krisna marah. "Apa yang dikatakan putramu benar, Ezhar. Pria tua itu pasti ingin mengubah wasiatnya didepan semua orang! Kalau tidak? Untuk apa dia membawa kembali keluarga Gavin ke rumah? Bahkan menyiapkan pesta termegah yang belum pernah ada dalam keluarga Ludwig!" ujar Zaskia. "Jadi selama ini, Kau tahu perbuatan putramu?" Ezhar kembali terkejut. "Tidak! Tapi aku juga
Didepan mereka bukanlah sosok yang tegap, tegas, dan arogan. Tapi sebaliknya, hanyalah sesosok pria lemah yang terbaring tanpa daya dengan perban yang menutupi bagian-bagian tertentu tubuhnya. "Kakek." "Kalian jangan khawatir, masa kritis Tuan Arthur sudah lewat," ujar sang dokter ketika melihat kecemasan dari wajah keluarga Ludwig. "Tapi kenapa kakek belum sadar juga, dokter?" tanya Krisna. "Itu karena pengaruh obat bius. Kakekmu akan sadar sekitar delapan jam," jawab sang dokter. Dengan setia keluarga Ludwig menunggu Arthur sadar. Benar saja setelah delapan jam menunggu, akhirnya Arthur menunjukkan tanda-tanda kesadaran. “Kakek, akhirnya kau sadar juga.” Samar-samar Arthur mendengar suara cucunya, dia membuka mata. Di sana anak dan cucunya lengkap beserta calon menantunya. Dimana aku? Apa ini artinya aku tidak meninggal pada saat kecelakaan terjadi? Arthur ingat jelas, ketika sebuah truk yang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan dan menabrak mobilnya, hingga
*** Pukul 19.00 Wita, keluarga besar Ludwig sudah berkumpul sesuai permintaan Arthur. Bukan itu saja, tamu undangan juga telah berada di rumah keluarga Ludwig. Begitupun dengan notaris yang dipercayakan Arthur untuk menangani masalah warisan. "Kenapa kakekmu belum sampai? Apa terjadi sesuatu?" ujar Gavin cemas. "Kau benar. Bukankah ayah selalu tepat waktu? Mudah-mudahan saja karena jalanan macet," sambung Mikha ikut khawatir. "Kenapa ayah dan ibu mau diajak kembali ke neraka ini?" protes Tristan. "Sudahlah, Tristan. Berilah satu kesempatan kakekmu untuk berubah. Beliau ingin menebus kebersamaan yang hilang selama bertahun-tahun," Gavin memberi nasehat pada sang putra. "Terus apa ayah juga memikirkan perasaan ibu, ketika paman dan bibi merendahkannya? Bukankah tidak? Ayah justru diam, kan? Dan aku muak dengan sikap ayah!" ketus Tristan kesal. Gavin menundukkan kepalanya. Mikha mengelus pundak putranya dengan penuh kasih sayang, "Jangan bahas masa lalu. Ayahmu juga b
Tidak sampai satu jam, seorang wanita memasuki ruangan Tristan. “Maaf, Pak. Ini berkas yang diminta …” wanita itu tak meneruskan kalimatnya, dia terkejut melihat Tristan yang duduk di kursi dibalik meja kerja Direktur tim retail. Kezia Devira sama sekali tidak tahu, kalau Direktur baru Tim Retail adalah tunangannya sendiri, Tristan. Karena saat pengenalan, dia tidak berada di tempat. “Kenapa di mana-mana ada kamu, ha? Mau di rumah, mau di kantor? Apa kau menguntitku?” ketus Tristan kesal. “Aku di sini. Itu karena aku bekerja di sini. Aku sekretaris Direktur Tim Retail. Yang harusnya bertanya itu aku. Sedang apa kau di ruangan Direktur? Duduk di situ lagi? Kalau Direktur melihatmu, tamat riwayatmu,” ketus Kezia Devira, tanpa menunggu jawaban dia langsung saja menarik dan mendorong Tristan keluar ruangan. Adegan itu sontak saja langsung menjadi perhatian semua karyawan. “Kau sedang apa, Jelek? Apa begini caramu menyambut Direktur baru kita, ha?” ketus seorang wanita menatap K
Arthur Ludwig baru menyadari kesalahan fatalnya. Kesibukannya dalam berkarir membuatnya masa bodoh dengan keluarganya sendiri. Bukan hanya kemampuan dua putranya saja, bahkan kemampuan dua cucunya dia tak tahu. Ya! Dia hanya mendengar laporan dari Ezhar mengenai prestasi yang dicapai Krisna, sedangkan Gavin sama sekali tidak pernah melaporkan prestasi Tristan. “Sekarang aku paham, kenapa Tristan sama sekali tidak tertarik memilih salah satu kotak pun. Dengan kemampuan Tristan, sangatlah mudah untuknya membangun Perusahaan dan menjadikannya nomor satu," ujar sang asisten memberi pendapat. "Kau benar." "Apa Bos menyesal tidak memilih Tristan sebagai pewaris Perusahaan ini?” tanya sang asisten dengan hati-hati sekaligus penasaran. “Sudah aku katakan, pembagian harta goni gini itu adil. Tinggal bagaimana Krisna dan Tristan mengelolahnya! Apa kau pikir aku kakek yang egois, yang mau melihat salah satu hidup cucunya menjadi miskin, ha? Tapi ada bagusnya kalau kotak nomor dua jatuh pad