Terdengar helaan napas panjang dari Karamel Belva Agnesia yang tengah duduk di bawah sebuah pohon rindang. Blouse putih yang ia kenakan juga sudah tampak sedikit basah karena peluh.
Dia mengipaskan map coklat mudanya ke kanan dan kiri, untuk mengurangi rasa gerah yang melanda.Satu tangan lainnya, ia gunakan untuk mengurut-urut kakinya yang terasa pegal."Ke mana lagi aku harus mencari pekerjaan?" ujarnya dengan lemah.Bermodalkan ijazah SMA, Kara sudah mencoba melamar ke berbagai perusahaan. Sayangnya, hasi nihil yang didapat. Mereka semua menolak gadis itu dengan alasan tidak memenuhi kualifikasi.Tiba-tiba, selembar kertas terbang tertiup angin dan jatuh tepat di kakinya membuat gadis itu terkejut. "Eh? Apa ini?"[ Lowongan Kerja Pelayan di kediaman Alexandrio. Minimal Lulusan SMA. Gaji 2x UMR]Dibacanya seksama selebaran itu. Tak lama, senyum manis terbit di bibir Kara. Dia berdiri sambil mengepalkan tangannya dan mengangkatnya tinggi ke udara."Semangat Kara, solusi sudah di depan mata!" serunya penuh semangat. Gadis berusia 21 tahun itu bahkan tak peduli pandangan aneh yang orang-orang lontarkan padanya.Melihat ojek yang kebetulan lewat, Kara pun meminta untuk diantarkan ke alamat yang ada di selebaran itu. Dia sungguh berharap pada pekerjaan kali ini mengingat tabungannya sudah sangat tipis.Tak lama, gadis itu sampai.Kara turun dengan tergesa dan membayar ongkos ojeknya, kemudian berlari masuk ke dalam sebuah rumah mewah dengan nuansa putih yang membuatnya tampak elegan.Halaman depan rumah itu terlihat sangat luas, dengan rerumputan hijau dan beberapa pohon rindang yang melengkapinya.Dari samping rumah, terlihat para wanita dan pria membentuk sebuah barisan yang cukup panjang. Entah sudah berapa orang yang sedang berbaris di sana, namun Kara seakan tidak memperdulikan hal itu. Sejak bergabung ke dalam barisan, dia hanya sibuk merapikan pakaian dan rambutnya.Sorot matanya tiba-tiba terfokus ke arah jendela kaca yang berada tepat di sampingnya, yang memperlihatkan seorang pria berkemeja putih. Dari tempatnya berdiri, Kara bisa melihat dengan jelas wajah tampan pria itu. Bahkan, dia juga mendengar dengan jelas apa yang sedang pria itu bicarakan."Please, Ma. Aku masih ingin fokus dengan bisnisku!""Umurmu sudah kepala tiga. Sampai kapan kamu akan melajang? Segeralah menikah dan beri Mama cucu!" Meski suara wanita itu terdengar cukup jelas, namun Kara tidak bisa melihat sosoknya.Ketika sedang asik mendengarkan pembicaraan, suara wanita paruh baya tiba-tiba membuatnya terhenyak. "Lamaran Pelayan ke arah sini!"Konsentrasi Kara seketika kembali pada beberapa orang yang ternyata sudah berjalan ke depan. Ia berlari kecil, menghampiri seorang wanita paruh baya yang berdiri mengumpulkan map coklat muda.****"Karamel Belva Agnesia!" panggil wanita paruh baya yang tadi sempat memberinya beberapa pertanyaan. "Mulailah bekerja besok!"Mendengar dirinya diterima, tentu saja Kara sangat bahagia.Dia bahkan bangkit dari kursi dan mengucapkan banyak terima kasih pada wanita paruh baya yang biasa dipanggil Bibi Helena itu.Kara menjalankan training selama dua hari penuh. Pelatihan membersihkan rumah, hingga memasak. Kara yang sudah terbiasa dengan pekerjaan itu, membuatnya terlihat cukup lihai di mata Helena.Jiwa muda dan semangat Kara mengingatkan Helena pada rekannya dulu, juga tentang dia yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Alexandrio. Dengan pertimbangan itu, Helena menempatkan Kara di rumah Tuan Muda Pertama.Kediaman tuan muda pertama terletak di sebuah kawasan perumahan elite. Rumah bergaya modern dengan dua lantai, yang tidak terlalu besar maupun kecil."Tuan muda tidak memiliki banyak permintaan tentang makanan. Dia hanya tidak suka sesuatu yang berlemak. Selain itu, hidungnya juga cukup sensitif terhadap bau yang menyengat dan debu." Helena menjelaskan kepada dua orang wanita yang ia bawa ke rumah Tuan Muda Pertama. "Jadi kalian harus memperhatikan wewangian di rumah ini. Debu-debu juga harus dibersihkan dengan baik. Jangan menimbun sampah, karena Tuan Muda tidak menyukainya."Belum selesai Helena berbicara, suara mesin mobil sayup-sayup terdengar dari luar. Tidak lama setelah itu, seorang pria dengan kemeja putih berjalan masuk sambil memijat keningnya. Helena dan dua orang maid baru lainnya segera menunduk dan memberi salam."Tuan Bara, mereka maid baru yang saya pilih untuk mengurus rumah Anda," terang Helena.Pria bernama Bara itu hanya mengangguk. Dia bahkan tidak menatap wajah para maid barunya, apalagi menyapa mereka. Kakinya terus melangkah melewati mereka, menuju ke arah dapur."Jadi namanya Bara," gumam Kara dalam hati.Manik mata Kara dari awal sudah terfokus pada wajah Bara. Wajah yang pernah dia lihat dari balik jendela di kediaman utama. Wajah karismatik dengan sorot mata lembut, alis yang tidak terlalu tebal dan juga bulu-bulu tipis di sekitar rahangnya.Tepat ketika Bara berjalan melewati dirinya, bau harum woody yang maskulin bercampur dengan wangi apel menyegarkan dan menenangkan berhasil membuat dua maid itu menoleh. Pandangan mereka langsung tertuju pada Helena yang sibuk menuang air minum."Apa nyonya membicarakan tentang pernikahan lagi?" tanya Helena.Bara mengangguk kecil, "Em, mereka terus menekanku beberapa hari ini. Bahkan wanita itu juga—" Bara tiba-tiba menghentikan kalimatnya dan menghela napas panjang. "Sudahlah, lupakan saja! Tolong urus mereka dulu, Bibi Helena."Bara membawa segelas air yang baru saja dituangkan Helena, lalu pergi ke kamarnya. Dengan tergesa ia membuka laci dan mengambil sebotol obat, kemudian meminum 2 butir pil di dalamnya. Setelah itu, ia merebahkan dirinya ke kasur tanpa melepas baju ataupun sepatunya.Tekanan dari orang tua serta kekasihnya untuk segera menikah, sungguh membuat kepala pria itu sakit setiap kali mendengar desakan mereka. Dia bahkan perlu minum obat untuk mengatasi sakit kepalanya.Sebenarnya, dia sendiri sudah ingin menikah. Hanya saja, ada satu alasan yang membuatnya takut, bahkan tidak bisa melangkah lebih jauh dengan sang kekasih. Namun hal itu tidak bisa ia sampaikan atau dijelaskan dengan mudah pada siapapun, termasuk pada orang tuanya sendiri.Sayangnya, desakan itu masih terus berlanjut selama beberapa hari terakhir, hingga pada akhirnya membawa Bara ke sebuah bar.Dia pikir mabuk bisa membuat pikirannya sedikit tenang, karena obat yang biasa ia minum rasanya sudah tidak lagi efektif."Phobia sialan!" umpat Bara yang berjalan masuk ke rumahnya dengan terhuyung, berusaha membuat langkah kakinya stabil.Namun 3 botol whisky dengan kadar alkohol tinggi membuat kepalanya pusing, dan pandangan matanya juga menjadi buram. Dia bahkan tidak sengaja menyandung kaki meja, hingga membuat Bara hampir saja terjungkal.Beruntung, malam itu adalah giliran Kara untuk bekerja."Tuan, awas!"Kara menahan tubuh Bara dengan kedua tangannya, membuat tubuh pria itu tak sampai jatuh tersungkur ke lantai.Namun bukannya bernapas lega, Kara justru membulatkan matanya dengan napas yang tertahan.Mereka berciuman!"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas