Sehari Menjelang Pernikahan Elisa.
Roy masih asik berkutat di atas meja kerjanya tanpa mempedulikan suara dering ponsel yang terus berbunyi.Sepertinya laki-laki itu sama sekali tidak terganggu,bahkan Roy sama sekali tidak melirik atau sekedar penasaran untuk melihat siapa yang menghubungi.
Ya,saat panggilan pertama Roy sudah menebak bahwa yang menghubunginya pasti Elisa,siapa lagi?
Roy hanya tidak ingin gadis itu kembali merengek perihal pernikahannya yang akan di adakan besok pagi.
Walaupun sebenarnya Roy tidak terlalu menginginkan pernikahan ini,tapi ia tetap harus memastikan anak yang ada di dalam kandungan Elisa mempunyai keluarga yang utuh.
Ia tidak ingin anak itu bernasib sama seperti dirinya.
Sedangkan di seberang sana,seorang gadis terus memaki sambil berusaha menghubungi laki-laki itu lagi,namun nihil...
Roy sama sekali tidak menjawab.
Kesal,Elisa segera melempar ponsel milikny
Kediaman Andreas.Sedari pagi pelayan terlihat sibuk menghias ruang tengah yang akan di jadikan tempat pernikahan antara Elisa dan Roy.Terlihat juga beberapa orang tengah memasang bunga segar di setiap sudut ruangan seperti permintaan Nyonya Andreas.Meski pernikahan Elisa akan di adakan dengan sederhana,tapi Nyonya Andreas berusaha memberikan yang terbaik untuk putri satu-satu nya itu.Terlihat Elisa di kamar pengantin tengah di rias oleh MUA yang sengaja Mami Sintia sewa secara langsung.Ia ingin melihat putrinya tampil cantik di hari pernikahannya.Elisa hanya bisa pasrah membiarkan wajahnya di rias di depan cermin,sambil sesekali ia melirik tidak suka akan penampilannya sendiri.Kenapa harus ada acara di rias,ini kan cuma pernikahan sederhana.Gadis itu hanya mendengus kesal,melihat penampilan dirinya yang memang terlihat sangat cantik.Harusnya ia bahagia kan,namun Elisa sama sekali
"Roy...?"Panggilan Tuan Andreas menghentikan langkah kaki laki-laki itu yang hendak menuju kamar tamu."Iya,Pi..?"jawab Roy setenang mungkin,ia tidak ingin Tuan Andreas tau Elisa mengusirnya dari kamar,karena pasti gadis itu akan terkena masalah."Kamu belum tidur?"Tuan Andreas menghampiri menantunya yang terlihat menuruni anak tangga,kebetulan ia tengah dari dapur mengambil air minum dan tidak sengaja berpapasan dengan Roy."Aku ingin ke dapur Pi,mengambil minum."Lantas Roy terpaksa melangkah menuju dapur,mengambil sebotol air mineral lalu membawanya ke arah sofa ruang tengah.Tempat dimana tadi ia melangsungkan pernikahan,tapi kini sudah terlihat seperti semula karena para pelayan langsung membereskan sisa-sisa acara tadi siang.Tuan Andreas menggeleng samar,meski Roy berusaha menutupi tapi sebagai orang tua,ia paham betul dengan sifat kedua anak dan menantunya ini.Roy yang selalu berusaha m
HAPPY READING...Pernikahan bagi sebagian orang adalah momen berharga yang mungkin tidak akan terlupakan seumur hidup.Banyak pula dari mereka yang sengaja mengabadikan momen penting itu dan berharap pernikahannya akan langgeng selamanya.Begitu pun dengan Elisa,gadis cantik putri satu-satu nya keluarga Andreas ini juga menginginkan pernikahan bahagia,menikah dengan orang yang di cintai menjadi impiannya sejak dulu.Tapi sayang nya karena suatu kesalahan,Elisa harus menikah dengan Roy,orang yang sama sekali tidak ia cintai.Elisa harus rela menikah dengan Roy demi mengembalikan nama baik keluarga,akibat ia yang sudah hamil duluan.Dia juga harus melepas rasa cintanya pada Arya,laki-laki yang sedari dulu amat ia cintai.Mungkin seiring berjalan nya waktu,pernikahan yang ia jalani bisa menumbuhkan benih-benih cinta yang selama ini tidak mereka miliki,itu lah yang selalu Roy harapkan.
"Rengganis sudah melahirkan?Kapan...?"tanya Elisa pada Roy yang memberitahunya kabar itu. "Sudah seminggu." "Oh....?"Elisa hanya menjawab santai lalu kembali menatap majalah yang sedang ia baca. "Apa kau tidak ingin menjenguknya?"yang di tanya masih asik dengan majalah di tangan,hingga Roy geram dam merampas majalah itu dari tangan Elisa. "Apa sih 'Kak...?"Elisa bangkit,ingin meraih kembali majalah yang ada di tangan suaminya,namun tetap saja ia tidak berhasil. "Kembalikan majalah ku."Elisa masih terus meraih majalah itu,meski terlihat kesusahan dengan perutnya yang membuncit. "Katakan...!Kau akan ikut bersamaku besok."Roy mencoba berbicara baik-baik dengan Elisa agar mau pergi bersama ke rumah Rengganis. "Tidak akan...!"Elisa menolak,ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kita akan
2 Bulan berlalu..."Kak Roy kemana sih Mbok,aku udah nggak kuat lagi."Ronta Elisa dengan peluh yang sudah bercucuran,semua Dokter bahkan para perawat di buat bingung sendiri dengan tingkah gadis itu,ia terus berteriak sakit dan meminta pulang,bahkan terkadang Elisa marah_marah sendiri melihat semua orang di ruangan itu hanya diam saja."Sabar Nona,mungkin Tua Roy terjebak macet."Ujar Mbok Nah mencoba menenangkan,ia juga sudah berkali_kali melihat ke arah pintu.Padahal sudah dari satu jam yang lalu Mbok Nah menghubungi Roy untuk segera menyusulnya ke rumah sakit,karena Elisa akan melahirkan.Namun sampai sekarang laki_laki itu belum juga menampakkan batang hidungnya."Akh...sakit Mbok."Elisa kembali berteriak saat kontraksi tiba_tiba datang,kali ini dengan air mata yang terlihat mengalir di kedua pipinya.Mbok Nah bingung harus bagaimana,melihat kondisi Elisa yang seperti ini,wanita itu hanya bisa menenangkan sambil
Roy menatap cemas ruangan yang ada di depannya ini,setengah jam yang lalu Roy mengantar Elisa sampai di depan ruangan dan mencoba menguatkan gadis itu yang terlihat sangat ketakutan.Ingin sekali Roy menemaninya ke dalam,tapi itu tidak mungkin karena Dokter melarang siapa pun untuk masuk sebelum proses operasi sesar selesai.Kenapa lama sekali...Roy terus mondar_mandir,tak peduli dengan penampilannya yang acak_acakn dan perut yang sudah keroncongan karena dari tadi siang ia memang belum sempat makan.Membuat Mbok Nah yang melihat merasa tidak tega,Mbok Nah mendekat dan mencoba berbicara perlahan dengan laki_laki itu."Tuan,sebaik nya Anda makan lebih dulu,biar saya dan Pak Kasim yang bergantian menunggu di sini."Ucap Mbok Nah,wanita paruh baya itu berusaha membujuk Roy pelan_pelan agar mau beristirahat sejenak dan mengisi perutnya yang pasti sangat lapar.Roy hanya menggeleng samar,sungguh ia tidak ingin beranjak sedetik pun sebelum melihat Elisa keluar da
"Jadi,kalian ingin menamai nya siapa?"tanya Papi Andreas pada keduanya.Mereka masih sama_sama diam dengan pendiriannya masing_masing,satu pun dari mereka bahkan tidak ingin yang mengalah."Aku ibunya,jadi aku yang lebih berhak memberinya nama."Ucap Elisa kembali membuka suara."Kamu pikir aku siapa...?"Suara nya sudah mulai meninggi."Aku juga ayahnya,aku lebih berhak memberikan nama untuk anak ku."Roy tidak ingin kalah dari Elisa,bagaimana pun memang dia berhak atas anak itu.maksudnya sama_sama berhak.(author)"Sudah_sudah...!Kalian apa_apaan sih,malah asik berdebat sendiri.Lihat anak kalian jadi terbangun karena suara kalian yang berisik."Ucap Mami Sintia geram,karena keduanya sama keras kepalanya,tidak ingin yang mau mengalah.Wanita itu segera mendekati box bayi lalu menggendongnya agar kembali tenang."Oke...oke!Kalian berdua memang berhak memberikan nama apa pun untuk anak kalian,tapi tidak harus berdebat seperti ini 'k
Elisa mengeram kesal saat mengetahui banyaknya tanda merah yang ada di leher,apalagi kalau bukan ulah suaminya yang keterlaluan.Sedangkan laki_laki itu kemana?Entahlah,mungkin sudah kabur lebih dulu karena tidak ingin menerima amukan sang istri.Apalagi di kamar ada Rey yang tengah tertidur pulas,Roy memilih untuk pergi keluar kamar menghindari Elisa yang sebentar lagi pasti akan mengusirnya."Nasip punya istri bocah."Roy mengumpat sendiri sambil meraih air dingin di dalam kulkas lantas meneguknya hingga tandas.Sedangkan Elisa yang masih kesal mulai menyadari bahwa selama ini yang ia rasakan setiap malam bukanlah minpi,melainkan nyata.Saat ia merasakan tangan kekar memeluknya,dan ciuman lembut yang selama ini ia anggap hanya mimpi.Dan untuk malam_malam selanjutnya Elisa mulai waspada,ia tidak ingin lagi kecolongan,apalagi sampai membiarkan Roy kembali menyentuhnya.*****"El....?"terd