Home / All / Klorofil / Awal jumpa

Share

Awal jumpa

Author: MyZhafran
last update Last Updated: 2021-07-22 13:24:36

Pertemuan pertama yang terjadi enam bulan yang lalu. Disaat seorang gadis sedang melewati perkampungan seorang diri. Rambutnya hitam pendek bergelombang, dengan kulit kuning langsat dan tubuh yang tinggi. Poni panjang yang sama panjangnya dengan rambutnya disibakkannya ke samping agar tidak mengganggu penglihatan. Pertemuan itu akan menjadi pertemuan yang akan disesali oleh laki-laki yang sedang berjalan di belakangnya sekarang. Ya, Alva sedang mengikutinya.

“Hei, kau bahkan tidak penasaran siapa yang mengikutimu?” dia mulai bersuara namun dia tidak mendapatkan respon sama sekali.

“Sombong sekali,” Alva mempercepat lagkahnya. Dia menghadang Bian dengan merentangkan kedua lengannya.

“Kau mau ke mana? Apa aku boleh ikut?” lagi-lagi dia tidak menerima jawaban, justru gadis itu berjalan menghindarinya.

“Namaku Alva. Aku dokter pengelana. Siapa namamu?” Alva mencoba menyeimbangi langkah kaki Bian yang lebar.

“Kau baru saja melewati desa itu bukan? Kau tidak melihatku tadi? Oh iya, aku baru saja mendapatkan makanan dari mereka. Ayo makan bersamaku,” ajaknya. Lagi dan lagi dia tidak mendapat jawaban dari Bian, bahkan ditoleh pun tidak. Rasa kesal menyelimuti dada laki-laki itu.

“Ya ampun, aku tidak percaya ada lagi satu orang sepertimu yang hidup di dunia ini. Ini membuatku mengingat masa lalu saja,” tiba-tiba suara perut yang kelaparan terdengar. Alva yang mendengar hal itu menjadi tersenyum lebar. Dia memandangi Bian dengan tatapan liciknya.

“Ayolah. Kita bisa memakan makanan ini bersama-sama. Tenang saja, ini tidak beracun kok aku jamin itu. Tapi sebelumnya ayo cari tempat berteduh! Seperti di bawah pohon itu,” dengan riang Alva menarik lengan Bian dan mengarahkannya untuk berteduh di bawah sebuah Pohon Akasia. Mereka pun duduk dan mulai menikmati roti yang diberikan oleh penduduk desa kepada Alva. Sambil mengunyah roti, Alva memandangi wajah Bian dengan seksama. Tak cukup itu, dia bahkan memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki meskipun dia tidak bisa melihatnya secara sempurna dikarenakan mereka dalam posisi duduk.

“Kau cantik juga ya. Siapa namamu?” tanya Alva dengan polosnya. Bian terlihat terkejut dan memandangi Alva.

“Kenapa? Ada yang aneh dari ucapanku? Ada kok laki-laki yang cantik. Kau tidak perlu malu-malu. Jadi siapa namamu?” sambungnya lagi.

“Bian,” gadis itu kembali mengunyah rotinya. Untuk sesaat dia terlihat lega.

“Oh itu namamu ya. Aku ada satu pertanyaan. Apa kau tidak merasa panas menggunakan pakaian seperti itu? Pakaian berlapis-lapis, kita hidup di daerah tropis,” Alva mulai memberikan komentar kepada orang yang baru pertama kali dijumpainya. Sifatnya yang ramah dan terkesan tidak tahu malu justru membuatnya mudah mendekati orang lain.

Namun, benar yang dikatakan oleh laki-laki itu. Pakaian Bian sangat tidak biasa untuk daerah tropis. Tiga lapis pakaian yang dikenakan benar-benar membuat orang lain merasa kepanasan saat melihatnya. Kaos hitam yang cukup tebal yang hampir menutupi seluruh badannya. Bahkan kaos itu hampir tidak memperlihatkan bagian leher penggunanya. Lengan kaos itu juga membalut lengannya dengan sempurna. Lapisan kedua yaitu baju biasa yang berukuran lebih longgar dari kaos dalamannya. Dengan lengan yang lebih pendek sehingga masih memperlihatkan lengan baju kaos hitamnya. Dan lapisan terakhir sebuah rompi tipis selutut yang mudah bergerak saat terkena terpaan angin.

Bian menatapnya dengan dingin, namun Alva bukannya risih justru dia tersenyum lebar dan meletakkan jari telunjuk dan jempolnya di dagunya. Senyum manis tergambar begitu saja dari wajahnya. Bibirnya yang merah menambah pesona tersendiri disenyumannya yang mendebarkan hati. Berdebar saat melihat senyumannya mungkin berlaku jika gadis lain yang melihatnya, Bian tidak memperlihatkan respon apa-apa saat melihat hal tersebut.

“Kenapa? Kau baru menyadari jika aku tampan?” tanyanya dengan penuh percaya diri. Alva yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang dokter berpenampilan sesuai dengan profesinya. Meski dia tidak mengenakan jas putih, tetapi dia berpakaian yang sangat sesuai dengan orang yang akan selalu terjebak dalam keadaan darurat. Cukup satu baju dan sebuah jubah yang disimpan di dalam ransel kecilnya. Ransel kecil yang selalu berisi peralatan kedokteran yang menjadi senjatanya untuk melawan keadaan yang tak diingini.

“Kau ini sangat cerewet ya!” ujar Bian dengan santainya. Alva kaget. Seketika dia tertawa lepas mendengar pendapat Bian. Bahkan berulang kali dia memegang perutnya yang mulai kram.

“Kau tidak menjawab pertanyaanku, tetapi justru mengataiku. Ha...ha…itu diluar dugaan. Apa kau memandangiku seperti tadi hanya untuk mencari kata-kata yang tepat untuk mengejekku?”

Bian yang tidak mengerti alasan laki-laki itu tertawa hanya kembali memakan rotinya.

“Hei, umurmu berapa? Eh tunggu, biar kutebak. Kau memang tinggi bahkan lebih tinggi dariku, tetapi sepertinya kau belum mengalami perkembangan fisik. Tubuhmu seperti perempuan, bahkan suaramu juga masih kecil. Eits...tunggu dulu! Jangan tersinggung. Aku juga punya masalah dengan fisikku. Meski suaraku sudah besar seperti ini tetapi tinggiku itu masih jauh dari tinggi laki-laki seumuranku. Padahal aku sudah bersusah payah mempertahankan fisikku agar tetap ideal. Asal kau tahu, menjadi dokter dizaman ini itu penuh tantangan. Setidaknya kau harus punya tubuh yang kekar atau setidaknya kau harus menumbuhkan otot lenganmu agar sewaktu-waktu ketika harus mengangkat pasien seorang diri kita bisa melakukannya. Tetapi tetap saja aku tidak mau memiliki tubuh yang aneh-aneh, cukup tidak buncit dan kuat mengangkat beban saja,” Alva mengangkat lengan kanannya sambil berlagak seolah memamerkan otot lengannya. Seperti yang dipikir Alva, ia mengira jika Bian adalah seorang laki-laki sama sepertinya.

“Ya ampun. Padahal tadi aku mau menebak umurmu. Karena umurku sudah tujuh belas… mungkin...kau masih lima belas enam belas?” Alva memandangi Bian yang sedang mengunyah roti dengan santai. Bian tak meresponnya, dia hanya memandangi Alva dan memasang raut yang siap mendengar ocehan laki-laki tersebut.

“Ya ampun. Apa gunanya mulutmu itu? Hanya untuk makan? Oh iya, kau mau ke mana?”

“Entahlah.”

“Kau tidak tahu mau ke mana? Kalau begitu bagaimana jika kau ikut bersamaku saja. Sebenarnya aku juga dalam tugas sih. Tetapi hampir selesai. Sesudah selesai misi ini, aku akan pergi ke tanah kelahiranku. Eh…maksudku tempat bermainku saat kecil. Katanya negara itu sudah merdeka dan sudah maju. Bahkan teknologi seperti telepon, pembangkit tenaga listrik, dan pakaian yang multifungsi berasal dari sana. Namanya Negeri Anggrek. Bagaimana?”

“Setelah aku tiba di sana aku mau membangun klinikku sendiri. Membangun usaha sendiri tanpa terikat oleh apapun. Aku juga akan memperkenalkanmu kepada teman-temanku. Maksudku jika mereka masih hidup. Bagaimana?” sambungnya lagi. Bian tiba-tiba berdiri sehingga membuat Alva terkejut dan segera mengemasi barang-barangnya.

“Terima kasih makanannya. Lupakan soal pergi bersama-sama, aku akan melanjutkan perjalananku,” Bian mulai melangkahkan kakinya. Alva semakin kaget. Roti yang belum sepenuhnya dihabiskan tetap ia gigit dan menggerutu seperti wanita tua.

“Kkkhmmmmamphhh,” gerutunya yang tidak dapat dimengerti oleh siapa pun. Meski tak diizinkan, dia tetap mengikuti langkah kaki gadis itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Klorofil   Kemenangan

    Syuut!Trang!Bian berhasil menangkis satu peluru yang hampir mengenainya. Ruangan itu tampak hening meskipun pasukan profesor telah bersiap-siap untuk pergi.“Dua? Tiga? Mereka hanya sedikit namun mereka menyebar dalam ruangan ini. Aku tidak tahu pasti di mana mereka. Yang bisa kulakukan adalah menunggu mereka menyerang,” pikir Bian.Profesor dan yang lain mulai bergerak.Trang!“Ketemu!”Wuush!Ngiiing!“Arrrgh!”Teriakan itu pun seketika berhenti.“Dia berniat mengejar mereka. Setidaknya itu bisa memperingatkan yang lain jika mereka lebih aman jika diam di tempat!”Syyut!Trang!“Arrgh!” Bian terduduk ketika salah satu peluru mengenai perut bagian bawahnya. Darahnya mulai mengalir deras.“Setidaknya aku menemukan satu dari mereka!”Wuush!“Arrrgh!”“Tinggal satu lagi. Aku harus mencarinya sebelum aku kehabisan darah. Di mana kau?” gerutunya. “Perasaanku mulai tidak tenang! Aku harap dia baik-baik saja!” pikir Alva.“Alva! Jangan melamun!” sorak Kevin.Dor!Suara pistol mulai kemba

  • Klorofil   Akhir-2

    Pulau Gati telah terlihat. Mereka mulai memenuhi pelabuhan yang tetap ramai seperti biasa.“Prof. Pulau ini memang memiliki banyak pelabuhan. Tetapi … melihat mereka yang sudah tahu dengan kedatangan kita. Bukannya hal yang mungkin jika mereka sudah melarikan diri atau pun mereka membunuh kita saat tiba?” bisik Alva.“Benar. Tetapi … lihatlah sekitar laut! Kapal-kapal itu bukan berlayar tanpa alasan. Mereka berpatroli dan mengepung pulau ini agar tidak ada yang melarikan diri.”“Lalu … kenapa mereka bisa menyerang kita kemaren?”“Itu karena kita sudah masuk wilayah dalam penjagaan. Maksudnya kita sudah masuk dalam sarang mereka, sedangkan para kapal hanya berjaga dalam jarak tertentu agar mereka tidak keluar. Mereka harus menjaga jarak agar tidak mudah diserang musuh. Kemungkinan besar, kemaren mereka masuk melalui penyusupan.”“Apa kalian semua tahu soal kapal penjaga itu?”“Tidak. Aku tidak percaya dengan anak buahku sekarang. Aku merasa salah satu dari teman-temanmu itu ada yang me

  • Klorofil   Akhir-1

    Angin laut mulai berhembus kencang. Dua kamar yang dipesan, satu untuk Bian dan satu untuk Alva dan Kevin secara bergantian. Cara terbaik untuk lebih menghemat uang, mengingat mereka masih harus menyewa satu kapal lagi. Namun, sebuah pertemuan yang tidak diduga. Alva kembali bertemu dengan rombongan sang profesor.“Kau … masih hidup?” tanya profesor yang melihat Bian diantara mereka.“Umurnya lebih panjang dari dugaan. Kenapa? Kalian hendak membunuhnya lagi? Jika iya, maka langkahi dulu mayatku!” terang Kevin memasang badan dengan nada tegasnya.“Kau … siapa?” tanya anggota yang lain.“Aku adalah orang yang mengobatinya setelah terjatuh dari tebing itu. Karena itu … aku tidak akan terima jika ada orang yang akan melukainya lagi!”Deg!“Sudahlah … kita tidak ada urusan lagi dengan Lingkar Hitam. Sekarang misi kita hanyalah Regu Venom,” terang profesor.“Kebetulan sekali Prof! Kami memang hendak ikut membantu penyerangan itu!” ucap Alva.“Dari mana kau tahu soal penyerangan itu?”“Seseo

  • Klorofil   Orang lama-11

    Alva sedikit menenggak ludah lantaran jendral membicarakan soal Lingkar Hijau.“Tuan … apa anda mengetahui semua urusan istana?” tanya Kevin.“Beberapa. Terkadang mereka merahasiakannya dariku!”“Apa Tuan … tahu soal Ariana?” sambung Alva.“Tentu saja. Aku sangat kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa ada untuknya. Saat pemindahan ke Rubi bahkan saat pengirimannya ke perbatasan … aku tidak tahu soal kebijakan itu karena aku sibuk mengurus daerah Timur. Tahu-tahu … dia sudah tidak ada di tempat. Saat aku ingin menjenguknya di Istana Rubi … aku dilarang keras oleh Petinggi. Karena itu … aku hanya bisa mengirim sedikit hadiah dariku melalui pelayan untuknya. Aku pun tidak tahu apa itu benar – benar tersampaikan padanya atau tidak.”“Bahkan anda tidak mengetahui soal pemindahan itu?”“Iya. Rasanya sedih, aku tidak tahu kenapa. Sepertinya mereka berniat menjauhkanku darinya. Padahal aku sangat menyayanginya. Meskipun banyak muncul gosip yang tidak mengenakkan, bagiku … aku sudah menga

  • Klorofil   Orang lama-10

    Ting!Bian berhasil menangkis pedang yang hampir memenggal leher pangeran.Buk!Penyusup itu tertatih – tatih lantaran kakinya yang terasa amat nyeri. Alva dan Kevin pun segera keluar dan membantu mereka.“Alva! Anak itu!” panggil Bian.Alva menoleh dan melihat pangeran yang mulai memucat. Dia mendekat dan mengecek keadaannya.Sreet!Dia pun menyobek lengan baju pangeran yang telah berlumuran darah.“Membiru!” batinnya.Dia pun menoleh kesekitaran yang terlihat sepi.“Ck … keadaan seperti ini pun tidak ada medis yang berjaga?” gumamnya.“Aku harus memberikan pertolongan pertama padanya!” sambungnya.“Arrgh!”Anindira pun mulai terkena sayatan pedang.“Mereka hanya bertiga … tetapi menjadi sulit karena mereka pengguna racun meskipun memang satu lawan satu,” batin kevin.Dengan matanya yang mulai berkunang-kunang, Anindira tetap berusaha melihat pertarungan di sekitarnya. Musuh yang mulai mengabaikannya mulai mengambil ancang-ancang untuk menyerang yang lain.Matanya terbelalak saat mel

  • Klorofil   Orang lama-9

    Semuanya langsung terfokus pada suara yang berasal dari tempat duduk sekitaran ratu. Pedang Ro telah menancap di langit-langit setelah dihadang oleh kipas Bian. Alva yang merupakan sasaran pedang itu seketika menjadi panas dingin setelah melihat kipas Bian yang menancap pada dinding batu. “Cerdik sekali Tuan Puteri! Sebaiknya jangan lakukan itu lagi! Jangan sembrono! Semua tempat ini dalam jangkauan kami!” gertak Kevin yang sebenarnya terkejut dengan kejadian itu. “Itu … karena kemampuannya! Kau sudah membunuhnya tadi! Dia menggunakan semacam sugesti pada Yang Mulia Ratu! Kami memang merubah sistem kerajaan semenjak pemerintahan Ratu Indriana. Kami memang mengasingkan Puteri Ariana karena kami takut ramalan itu benar. Kami hanya melakukan tugas kami untuk melindungi kerajaan!” “Ramalan ya! Sepertinya ramalan itu benar! Sebuah kebetulan! Dia datang kembali setelah enam tahun lamanya dengan kemampuannya yang tidak bisa dinalar oleh otak. Bagaimana menurutmu? Dia benar-benar datang unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status