Share

Chapter 3: Janji 14 Hari

Filan mulai melihat segerombolan pria—delapan orang—mengenakan stelan blazzer hitam yang seragam, seperti sedang memusatkan perhatian kepada orang kesembilan yang mengenakan stelan blazzer putih, sewarna dengan hipster set tematik yang Filan kenakan. Lalu perhati kepada orang kesepuluh di ruang berkualitas itu, satu-satunya perempuan. Setiap orang yang menempati sofa set warna kuning pasir beralih perhatian, saling memandang ke arah kedatangan orang kesebelas. Si blazzer putih yang merangkul seorang perempuan di sebelah kirinya, membalas tatapan tajam Filan tanpa kehilangan kenikmatan dari hisapan dan embusan asap vape yang ia genggam.

“Filan!” ucap Lila dengan rasa takut dan ragu yang sampai memukul benak Filan.

“Bajingan!” sapa Filan kepada si blazzer putih yang dekapannya menguasai Lila. Filan pikir dialah bos FMB, mengingat namanya yang dikatakan Aris—Jeral Dominarto.

“Singkirin tangan busuk kau dari istriku!” bentak Filan.

“Apa loe bilang? Tangan busuk? Dari istri loe?” api amarah Jeral mulai menyala. 

“Ini istri loe?” Jeral mengisap vape.

“Maju sini kau budak uang!” Filan menantang, meledakkan amarahnya sendiri.

Tangan kiri Jeral mencengkeram belakang kepala Lila, mencumbu paksa bibir Lila, mengembuskan asap ke dalam mulut feminin itu.

“Fuque!” Api amarah Filan meledak lebih dahsyat. Kakinya secara refleks melangkah maju sementara ia mendengar Lila batuk menumpahkan sisa asap yang Jeral berikan.

Bunyi satu ledakan terdengar dan menggaung.

Filan mengerang. Tangan kirinya memegangi bagian antara leher demgan bahu kanan, sedangkan ia menatap tajam kepada seorang pria yang masih menodongkan pistol kepadanya. Sementara Lila mengeluarkan beberapa batuk terakhirnya ....

“Gue pengen lihat, apa loe berdarah?” tanya Jeral dengan mengejek.

Filan membuka telapak tangan kirinya dari menutup bagian badannya yang merasa sangat sakit. Tidak ada darah sama sekali, jaketnya tidak terlihat bolong, hanya ada bekas kontur dari daya tekanan peluru.

“Peluru karet. Lemah banget kalau loe pendarahan,” kata Jeral.

“Kau punya masalah apa sama aku?” tanya Filan geram.

“Apa yang terjadi malam ini, semua salah istri loe. Kayaknya loe enggak tau apa masalahnya, ya?”

“Masalah apa?”

Jeral tertawa ringan. “Bener dugaan gue.”

“Maju kau sini jelasin!” kata Filan sambil jari telunjuk kanannya menunjuk ke bawah, pada titik yang ia maksudkan supaya Jeral mau berhadapan dengannya.

Jeral beranjak dari tempat duduknya, sementara salah satu kroninya tanggap tanpa komando menggantikannya menguasai Lila.

“Istri loe pernah kerja di perusahaan gue,” sambil melangkah perlahan dengan gaya elegan, “staf akuntansi. Empat bulan lalu, dia bikin kesalahan input, bikin gue rugi,” sambil menggeram, “sampai lima ratus juta!”

Lebih dekat ke hadapan Filan. “Dia lari dari tanggungjawab. Gue cuma minta hak gue balik.”

“Loe nyulik istriku! Loe kriminal!” mencoba melangkah agar lebih dekat dengan batang hidung Jeral.

Satu bunyi tembakan terdengar. Filan mengerang dan sedikit membungkuk, tangan kirinya memegangi sekitar perutnya bagian kanan dekat ke pinggang.

“Hentikan!” jerit Lila sewaktu air matanya mata tumpah.

“Wah-wah,” Filan menyeringai, “ternyata loe cuma bayi besar,” menunjukkan kepalan tangan kanan, “aku enggak nyangka loe takut banget sama tanganku. Jadi pakai senjata, dong?”

Jeral tertawa. “Hebat! Bisa nyombong di saat orang lain mungkin terluka parah mentalnya. Gue serius mental!”

“Jadi nyali loe gimana? Siap kelahi sama aku satu lawan satu?” tantang Filan dengan senyum seringai.

“Loe bisa kelahi?”

“Kenapa enggak dari tadi kalau loe juga bisa?”

Jeral mengangkat tangan kiri. Isyarat itu dipahami semua kroninya.

“Loe yang minta.” Jeral mengawali giliran dengan hantaman tangan kanan yang tidak secepat gerakan Filan menghindar lalu memberi pukulan kejutan ke pipi kirinya.

Filan memadatkan pengisian tenaga lagi pada tangan kanannya dalam setengah detik, dilepaskan mengarah ke leher Jeral.

Jeral tertokok ke belakang. Ujung sepatu safety kasual Filan mengincar belakang lutut kiri Jeral, membuat badan bos putih itu doyong ke belakang. Kecepatan hantaman tangan kiri Filan tepat menyasar dagu berjenggot pendek. Jeral ambruk ke suatu bagian karpet warna merah.

Gerombolan berjas hitam saling menatap cemas bos mereka. 

Jeral mengangkat tangan kiri. “Its okay. I am fine. Jangan peduliin dia!”

Filan melihat Jeral sedikit kepayahan berdiri.

“Ada yang mau loe jelasin lagi?” tanya Filan dengan merasa unggul menguasai situasi.

“Gue kasih waktu loe ... empat belas hari,” kata Jeral santai, entah karena amarahnya dipadamkan entah ditumpahkan serangan Filan barusan. 

“Bawain gue lima ratus juta. Itu cukup buat nebus istri loe."

Filan merasakan hentakan di dadanya. Badannya terpelanting ke belakang, berguling menuruni tiga tapak tangga lantai. Lila menjerit, tapi tidak berani berontak melepaskan diri. Dia hanya menyaksikan suaminya yang berusaha bangun.

“Empat belas hari, loe gila?!” tanya Filan sambil mempertahankan keseimbangan badannya.

“Kalau loe gagal, sesuai perjanjian dalam kontrak kerja.”

“Kontra kerja apa?”

“Empat bulan lalu waktu dia disidang  dan mengaku akan bertanggungjawab, dia menyetujui perjanjian tertulis. Kalau dia dinyatakan lari dari tanggungjawab, maka dia menyatakan bersedia dipekerjakan dalam posisi yang dikehendaki perusahaan, dengan gaji total setiap bulan sembilan puluh persennya tidak dibayarkan untuk mengangsur ganti rugi. Jadi dia akan bekerja seperti itu selama dua puluh tahun.”

“Gue bilang sekali lagi. Waktu loe ... sampai ... empat belas hari ke depan. Lima ratus juta. Kalau enggak ...,”

Filan melangkah mendekati Jeral. “Ini perjanjian kita. Kalau badan busuk loe sampai nyentuh istirku, sama dengan perjanjian pertama batal.”

Tiga detik Jeral mempertimbangkan.

Lalu mengangguk-angguk. “Okay!” mengulur tangan.

Filan nemerima ajakan Jeral untuk saling berjabat tangan tanda perjanjian telah dibuat.

“Satu penghianatan seharga lima ratus juta,” putus Filan.

“Jangan khawatir. Gue janji. Gue bener-bener-bener janji,” Jeral meyakinkan.

“Atau aku kasih yang lebih parah dari hajaran yang tadi.”

Filan melihat tanggapan Jeral yang tersenyum kecut. 

“Istri loe mencoba kabur dari rumah gue itu seharga lima ratus juta. Artinya, satu milyar kalian tanggung.”

“Itu singkirin tangan busuk kroco loe dari istriku!”

“Okay. Sam!” menginstruksi pria yang menguasai Lila supaya menghentikan sikapnya.

“Kalian semua dengar? Lila, loe dengar perjanjian gue sama suami loe barusan?”

“Satu lagi!”

Jeral berbalik menghadap Filan lagi.

“Lila punya hak pribadi hubungi aku di luar jam kerja.”

“Bukan masalah.”

Filan melempar pandang kepada Lila.

“Ini hape kamu!” sambil menunjukkannya.

Lila menghampiri Filan. Menerima ponselnya. Mendekap Filan dengan tiba-tiba. Membiarkan Jeral dan delapan kroninya menjadi penonton.

“Maafin aku, Filan! Aku enggak pernah cerita soal ini ke kamu.” Tangisan Lila tumpah sampai ke belakang jaket putih Filan.

“Enggak apa-apa. Maafin aku yang enggak nurutin kamu ngantar Mango Chesse Cake berdua.”

“Maafin aku nyusahin kamu nebus hutangku yang banyak banget,” Lila semakin menyesal.

“Aku akan dapatin uangnya sebelum batas waktu.”

“Janji, ya!”

“Aku janji.”

Filan melepas dekapan Lila. Menyodorkan lengan kirinya ke depan mulut Lila.

“Cium lengan jaketku!”

Lila bengong.

“Cepetan!”

Lila pikir mending menurut saja.

“Bekas si bangsat itu ngotorin bibirmu.”

Filan membelai kedua sisi leher Lila, mereka berdua saling menautkan bibir. Tidak peduli bagaimana Jeral dan para kroninya bereaksi.

Filan mengakhiri lebih dulu. Jemarinya mengusap sisa air mata pada wajah Lila.

“Empat belas hari lagi aku akan jemput kamu. Jaga diri baik-baik.”

Filan berbalik badan, memunggungi setiap pasang mata yang melihatnya beranjak dari ruangan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status