Home / Sci-Fi / Koloni Betaverse / 2. Streamline

Share

2. Streamline

Author: Joel Amri
last update Last Updated: 2023-03-24 16:44:21

Penjelasan Pak Bob kurang bisa dia terima. Pertama, lockdown seluruh Jawa adalah peristiwa luar biasa. Mustahil jaringan media global bungkam terhadap isu itu.

Kedua, sejauh ini tidak ada kekacauan akibat Virus Z di Indonesia. Seketat-ketatnya sensor terhadap pers, kematian atau kegilaan seperti yang terjadi di luar negeri pasti akan terungkap lewat media sosial lalu kehebohannya masuk ke jaringan GEN. Pihak GEN mengklaim bahwa selama ini alat penyaring DefineXD yang mereka pakai, dengan cepat dan akurat berhasil mengidentifikasi sebuah kabar sebagai valid, logis, atau bohong. Maka, jika tidak ada bahaya besar, wabah Virus Z di dalam negeri termasuk kategori ringan, tidak perlu ada karantina.

Ketiga, dia tidak tahu mengenai Betaverse Outlook. Memahami sumber itu penting untuk menilai sebuah informasi. Sejauh ini dia baru mengetahuinya dari omongan Pak Bob dan secara implisit dari Cici.

Meski demikian, ada juga pemandangan di luar yang cenderung mendukung cerita Pak Bob. Dari jalan tempat dia mengayuh sepedanya, tampak pelabuhan kecil Dermaga Selatan yang posisinya agak di bawah menjorok ke laut. Bangunan kantornya yang rendah berbentuk bundar itu berdiri di daratan dengan lapangan berlantai beton di sekitarnya. Di lapangan itu parkir tiga mobdron polisi. Mungkin mobdron yang sama yang sebelumnya dia lihat melayang di langit kota.

Dermaga Selatan adalah salah satu pintu masuk bagi pendatang dari Jawa. Kapal-kapal kecil dari Tegal, Semarang hingga Surabaya diizinkan berlabuh di tempat itu. Apabila benar virus Z telah menjadi ancaman serius, pasti di semua pintu masuk serta merta dilakukan pengetatan.

Memang tidak terlihat keramaian akibat kegiatan polisi seperti yang seharusnya jika ada sebuah peristiwa. Lampu strobo di mobdron mereka pun mati. Akan tetapi, kehadiran polisi di luar pos mereka bukanlah sesuatu yang lazim ditemui sehari-hari, apalagi sampai datang dengan rombongan tiga buah mobdron. Bisa jadi itu artinya pengawasan melalui kamera sensor di segala titik di dalam kota yang dikerjakan oleh sistem AI sedang dinilai tidak cukup memadai sehingga diperlukan pengecekan ke lapangan, atau memang sedang ada penyelidikan sebuah kasus di dalam sana, misalnya, kasus kunjungan ilegal.

Dia akan mencari tahu lagi tentang lockdown sepulau Jawa itu nanti. Dia tak ingin jadwal berangkat ke kantornya terganggu masalah yang tidak terkait langsung dengan pekerjaannya. Tadi, ketika dia meninggalkan Pak Bob yang sedang menikmati bubur medan yang masih tersisa setengah mangkok, lelaki berkulit cokelat itu menjerit lagi karena merasa dikhianati teman minum kopinya.

"Hei, ini masih pagi, santai saja, Bro! Bukankah kamu bisa lanjut pergi ke kantor dengan streamline seperti orang-orang?" keluhnya.

"See you, Pak Bob! Kita sambung lain kali," jawab Andy singkat sambil memasang airphone-nya ke telinga.

Andy adalah satu dari sedikit orang di Betaverse yang memilih pergi kerja dengan sepeda. Menurutnya, kota canggih ini malah seharusnya menjadi surga bagi pesepeda dan pejalan kaki. Efeknya tentu menyehatkan, sesuai kampanye pemerintah. Namun, kenyataannya sebagian besar warga Betaverse masih menggunakan otopet listrik dan hoverboard di jalan-jalan permukaan kota.

Andy telah mengelilingi Koh Lee South Park satu putaran, kini satu putaran lagi dengan rute yang berbeda. Napasnya menderu dan keringat mengucur segar lalu menguap oleh matahari pagi. Hal ini yang tidak akan dia dapatkan jika naik transportasi streamline.

Kebanyakan orang memilih moda transportasi bawah tanah itu demi kepraktisan dan kecepatan. Sebulan pertamanya di sini dia juga melakukan hal yang sama. Setiap keluar dari asrama pelatihan, kemana pun pergi, dia selalu turun ke level bawah tanah pada spot streamline berada. Di sana, setiap orang pasti mendapatkan satu pod cab, yakni kabin berlapis kaca berbentuk kacang polong, untuk dinaiki. Dari jauh deretan panjang pod cab itu seperti untaian manik-manik transparan. Di dalamnya, kita tinggal duduk di jok empuk dengan tali ikat pengaman lalu menentukan spot tujuan pada tablet yang terpasang. Tiket dan pembayaran terproses seketika di belakang layar. Kemudian, dalam hitungan detik dengan gerakan yang halus, masing-masing pod cab bergeser ke jalurnya. Semulus itu pula pod cab diluncurkan, bagai benda berlumur minyak mengalir di atas permukaan licin.

Sensasi berkendara pertama kali di dalam pod cab itu seperti menaiki sebuah wahana hiburan. Mengasyikkan, melihat perjalanan dari sudut pandang sebuah peluru yang melesat bersama banyak peluru lainnya pada lintasan yang diatur komputer secara cermat. Raga kita seakan diantar ke tujuan oleh teknologi luar angkasa yang menggunakan kalkulasi terperinci hingga sepersekian mili. Mengagumkan, melihat pengaturan kecepatan, rem, dan giroskop pengendali kestabilan pod cab. Semua perlintasannya berlangsung sangat presisi, bahkan data statistik menunjukkan tingkat keamanan streamline mencapai seratus persen.

Namun, bagi yang sebaliknya merasa jenuh atau tegang dengan pemandangan di luar, ada pilihan mode sembunyi, yang membuat kaca bening itu berubah menjadi warna kelabu padat tak tembus cahaya. Belakangan Andy juga lebih memilih mode sembunyi tersebut. Dengan hanya melihat perubahan posisi kita di peta pada tablet, pod cab itu terasa kurang lebih serupa lift yang bergerak horizontal, dan, dalam hitungan menit kita pun tiba di tujuan.

Memang dirancang sejak awal, level bawah tanah Betaverse berfungsi sebagai jaringan transportasi streamline, satu-satunya di dunia. Dia pernah melihat siaran langsung tampilan digital aktivitas streamline di kantor Departemen Transportasi. Ribuan titik biru dan merah berlalu lalang. Titik biru menandakan pod cab yang belum terisi. Sekilas titik-titik itu tampak bagai elektron-elektron yang terus berpindah tempat tanpa bersinggungan sedikitpun.

Selain itu ada juga tampilan digital lain berisi garis-garis persegi berwarna biru dan merah. Itu adalah pergerakan transportasi barang. Satu lapisan di bawah lantai pod cab dirancang sebagai tempat bagi jaringan distribusi barang, mulai dari barang-barang besar dari dan ke pelabuhan hingga paket belanja dan makanan. Ada pula garis-garis panjang hijau mirip instalasi pipa yang merupakan jaringan pembuangan sampah dan limbah.

Bisa dibayangkan kesibukan di bawah tanah kota ini. Keluar, bergerak, masuk, silih berganti. Tidak pernah berhenti selama 24 jam dalam sepekan.

Sementara, pagi ini dia mengayuh sepeda di permukaan kota, diterpa angin di atas jalan aspal melengkung di sisi laut biru, lalu menyusuri taman di sela bayang-bayang pepohonan trembesi dan angsana. Beberapa orang tua terlihat, juga anak-anak yang berjalan bergandengan, bermain di rumput, meluncur dengan otopet, serta bayi dalam kereta didorong ibunya. Akan tetapi, hanya tampak satu dua orang laki-laki dewasa dan yang seumuran dengannya. Senin pagi ini, para pekerja kerah putih yang mengejar karier di usia produktif agaknya tidak ingin merepotkan diri dengan kegiatan lain selain persiapan berangkat kerja.

"Dila, call mom!" serunya.

"No answer."

"Call Shellyn!"

"Mungkin masih tidur. Shellyn akan bangun di detik-detik terakhir untuk terlambat berangkat ke sekolah," jawab Dila, nama androidnya, seorang karakter perempuan berumur 23 tahun, seumuran dengannya.

Pertanyaan Cik Cici kini menjadi pertanyaannya juga. Andy menahan diri untuk berasumsi. Namun, tetap saja hal itu mengganggu pikiran. Sedari tadi keluarganya di Jakarta tidak dapat dihubungi. Kalau soal adiknya, dia bisa percaya jawaban Dila. Yang aneh mengenai ayah dan ibunya tidak menjawab panggilan telepon dari putra tunggal kesayangan mereka pada Senin pagi. Hal itu memunculkan tanda tanya yang menggantung seperti awan di langit. Bahkan Dila pun sampai tidak mau merekomendasikan sebuah alasan.

Andy tiba di pintu keluar utara taman. Meski jelas jalanan sepi, dia masih melihat ke kanan dan kiri sebelum menyeberang. Kebiasaan sejak kecil itu belum terpengaruh kondisi di Betaverse. Digenjotnya kembali pedal itu. Rute terakhirnya, jalan lurus ke depan menyusuri gedung-gedung kaca area bisnis.

"Dil, install Betaverse Outlook!"

"Baik, Kak!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Koloni Betaverse   30. Gabutan di Pulau Betaverse

    Andy telah selesai berbicara melalui telepon dengan Udin ketika turun di spot streamline di bawah gedung Oracle. Sopir mobil jet Profesor Munir itu sepakat untuk terbang membawa Andy ke seberang pukul sembilan. Si sopir bersemangat menawarinya untuk mengantar langsung ke Jakarta tetapi Andy tetap menolak. Setelah keberangkatannya hampir pasti Andy meminta Dila mencarikan tiket kereta atau bus jurusan Tegal—Jakarta untuk siang ini. Andy juga membaca berita terbaru tentang lockdown agar tidak melewatkan perkembangan yang berlangsung cepat seperti yang terjadi semalam. Editorial Betaverse Outlook mengatakan, tinggal menunggu waktu Kota Betaverse menghadapi persoalan yang sama dengan kota-kota lain di Jawa. Andy berkutat dengan tabletnya hingga anak tangga elevator bertemu marmer lantai bawah tanah yang berkilau. Spot perhentian itu bermandikan cahaya lampu, sangat mencolok dibandingkan lorong gelap di jalur lintasan pod cab. Di area masuk, pengguna streamline lebih ramai d

  • Koloni Betaverse   29. Alasan Abstrak

    Dewan kota diisi para tokoh penting Betaverse. Namun, lima puluh orang itu tidak dipilih lewat pemilu seperti anggota parlemen. Dengan jumlah warga sekitar tiga ratus ribu jiwa, Betaverse menggunakan sistem musyawarah yang lebih sederhana dibandingkan kota-kota di Pantura. Semua warga Betaverse berhak mendaftar untuk ikut dalam rapat. Serta-merta mereka dapat menjadi anggota dewan kota berdasar ketentuan dan kondisi dari Panitia. Tentu saja semua pendaftar diseleksi agar sesuai yang dibutuhkan. Cara lain adalah melalui undangan dari Panitia. "Cara kedua itu yang lebih banyak dipakai. Terutama untuk rapat dadakan," jelas Profesor Munir sambil mengusap tangannya dengan semprotan antiseptik. Andy duduk menghadap beliau sambil mendengar penjelasan tentang rapat dewan kota Betaverse. Sebelumnya sebagai pembuka percakapan Andy memberi tahu yang dilihatnya di lantai 55 kepada sang profesor. Andy berasumsi beliau mengetahui rencana rapat tersebut dan bahwa acara di aula

  • Koloni Betaverse   28. Lorong Streamline

    Memelesat di dalam pod cab dengan jendela bening transparan lebih terasa hidup daripada mode sembunyi. Andy merekam video pemandangan di depannya dengan tablet. Dia merasa takjub seperti saat awal-awal kepindahannya ke Betaverse. Andy tahu ada kemungkinan, atau lebih tepatnya risiko, dia akan meninggalkan kota ini demi membersamai Mom, Dad, dan Shellyn. Meski singkat, menjadi warga Betaverse sudah merupakan pengalaman yang sangat berkesan. Tidak akan ditemuinya lagi moda transportasi seperti ini di mana pun, satu-satunya di dunia. Baru kali ini setelah sebulan memilih bersepeda, Andy kembali menggunakan streamline. Lorong di bawah tanah tempat jalur pod cab itu, dibuat dengan tata cahaya yang indah agar pengguna streamline tidak terintimidasi oleh ruang tertutup dan kecepatannya yang seperti peluru. Efek garis-garis cahaya itu menurut Andy membuat streamline bagaikan kapsul perjalanan waktu. Pengguna yang takut melihat pemandangan dalam kecepatan tinggi itu kemungkinan tidak tahu ca

  • Koloni Betaverse   27. Lockdown Se-Jawa

    Pagi pukul enam lewat, Bob telah duduk di meja favoritnya di restoran UniChichi. Liurnya nyaris meleleh melihat penampilan semangkuk mi kuah dengan tambahan telur sambal merah. Rasa kantuknya pun hilang disulut aroma hidangan hangat yang membangkitkan selera. Sementara, gelang androidnya sunyi tanpa ada notifikasi apa pun. Bob merasa tidak perlu menunggu. Perutnya sudah berunjuk rasa sebab semalam hanya diberi asupan roti dan biskuit. Biarlah Said menyusulnya belakangan, pikir Bob. Nanti dia dapat menemani Said sarapan sambil menikmati tahu gejrot—buah tangan yang dia pesan semalam—sebagai menu penutup. Mi kuahnya hampir habis ketika Said muncul di ambang pintu restoran yang sengaja dibuka lebar setiap pagi. Pemuda itu masih membawa ransel. Tampaknya dia langsung datang ke UniChichi tanpa pulang lebih dahulu ke apartemen. Di tangannya tergantung goodie bag yang pasti berisi oleh-oleh. “Maaf, aku terlambat, Pak Bob!” Laki-laki semampai itu langsung duduk di depan Bob. Dia menyisir se

  • Koloni Betaverse   26. Fobia

    Sekitar pukul enam Andy telah mengayuh sepeda dari tempat parkir apartemennya menuju jembatan penyeberangan. Dia berkemas rapi dengan ransel yang terlihat penuh. Jaket kulit domba bertekstur halus yang dia kenakan cukup mampu menahan embusan angin dari daratan Jawa. Namun, dia melambat setelah melihat sekelompok polisi berjaga di mulut jembatan. Ketika akhirnya sepeda itu berhenti, seorang polisi muda datang mendekat. Dengan senter gelang tangan, polisi itu menyoroti sepeda gunung berdesain klasik itu. Andy mencoba tidak ambil pusing. Polisi mengetatkan pengawasan di situasi seperti sekarang adalah hal wajar. Andy hanya berharap jembatan masih dapat dilintasi. Seorang polisi lain datang menghampiri. “Pak Andy Shao?” Andy tidak mengenal petugas berusia sekitar 30 tahun itu. Sistem pengawasan inteligen digital pasti telah memindai muka Andy melalui kamera pengawas di sekitar tempat itu. Dengan cara itu petugas tersebut dapat memperoleh identitasnya dengan mudah. “Selamat malam, Pak

  • Koloni Betaverse   25. Tertahan di Betaverse

    Berdiri di pinggir koridor depan pintu lift, Andy tertegun menatap tabletnya. Dia membuktikan kata-kata Dila. Tiket kereta untuk malam ini hingga besok, bahkan setelahnya, kosong. Tidak ada jadwal perjalanan Tegal-Jakarta, tidak ke mana pun. Hanya ada keterangan “pelayanan rute luar kota dihentikan sementara”. Meskipun telah mendapatkan izin cuti, Andy masih belum tahu kapan dia akan berangkat ke Jakarta. Pilihan lain adalah dengan memesan travel mobdron yang berangkat dari Betaverse atau naik pesawat terbang dari bandara Cirebon. Namun, Andy lebih memilih transportasi darat lain seperti bus daripada melayang di atmosfer. Dia akui dirinya mengidap aerophobia. Dia takut naik pesawat terbang, melebihi ketakutannya duduk di dalam mobdron yang hanya terbang di bawah ketinggian seribu meter. "Benar rupanya," gumam Andy. "Kamu meragukan jawabanku, Andy?" balas Dila di airphone-nya. "Apakah sudah diputuskan? Lockdown?" "Belum ada beritanya. Tapi, bukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status