Share

8| Peduli tapi gengsi

Kaivan menyantap menu makan siangnya dengan lahap. Seperti biasa, dia akhirnya memilih makan siang di sebuah restoran yang jaraknya cukup dekat dari kantor.

"Gue bingung deh, tadi lo sendiri yang ngajakin gue makan Di Kantin kantor. Sekarang malah berubah pikiran dan makan disini, ck aneh lo," Arvelio menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan sikap sahabatnya yang mudah berubah-ubah.

"Bawel, tinggal makan aja segala protes," jawab Kaivan ketus.

Arvelio terkekeh, sudah hafal betul jika Kaivan tipe orang mood'ian.

"Padahal gue tadi mau nolongin gebetan gue dulu, kasian tanganya pasti melepuh tuh kena kuah sup tadi," cetus Arvelio hingga membuat Kaivan hampir saja tersedak.

Kaivan meraih gelas yang berisi air putih, lalu meneguknya sebentar dan menatap kearah Arvelio sambil menyatukan kedua alisnya.

"Gebetan? lo kenal sama karyawan cewe tadi?" tanyanya datar walau sebenarnya sedikit kepo.

"Kimberly? baru kenal beberapa hari lalu sih, cuma gue klik aja waktu liat dia. kayak ada yang degub-degub gitu disini," kata Arvelio menunjuk dadanya dengan telunjuk.

"Alah, paling juga seminggu udah bosen lo! playboy cap gajah duduk kayak lo mana betah lama-lama sama satu cewe, "

Mendengar penuturan Kaivan membuat Arvelio terkekeh geli, ada benarnya memang perkataan Kaivan barusan. Tapi menurutnya Kimberly sepertinya berbeda dengan wanita yang biasa iya kencani.

"Elo ngomong gitu bukan karna naksir dia juga kan? gue liat-liat Kimberly cukup cantik, masuk lah kalau jadi tipe idaman cewe lo mah," tuduh Arvelio dengan nada bercanda.

"Gue tanggung biaya hidup lo kalo sampe gue suka sama itu karyawan." jawabnya menyombong.

"Deal ya?" dengan santai dan senang hati Arvelio mengulurkan tanganya kearah Kaivan. Namun langsung ditepis begitu saja olehnya.

"Gaush lebay! toh emang beneran kok, gue ngga akan jatuh cinta sama karyawan gue sendiri," jawabnya santai lalu kembali menyantap makananya.

Setelah beberapa jam makan siang berlalu, Kaivan kini sudah berkutik kembali didepan laptop sambil sesekali mengecek berkas-berkas yang harus iya tangani.

Drttttt.

Ponselnya berbunyi, menampilkan satu pesan dari kontak yang iya beri nama 'Papah'.

[Nanti malam ajak pacar kamu untuk makan malam dirumah]

Mimik wajah Kaivan terlihat mengendur saat membaca pesan tersebut, hal ini sudah Kaivan perhitungkan sebelumnya. Itulah salah satu alasan mengapa Kaivan menyeret Kimberly menjadi pacar pura-puranya bahkan melakukan perjanjian hitam diatas putih.

[ Iya Pah]

Selang beberapa menit setelah membalas pesan itu, Kaivan meraih telepon kantor yang berada disamping kirinya. menekan beberapa nomor dan menunggu panggilanya terjawab.

"Keruangan saya, sekarang."

Disisi lain, Kimberly terlihat ketar-ketir saat menerima panggilan telepon dari Bosnya, Kaivan. Masih kesal sih sebenarnya dengan responya saat Kimberly tersiram kuah sup tadi. Tapi seketika sadar diri jika dirinya memang bukanlah siapa-siapa.

"Mau kemana lo Kim?" tanya Vivi saat melihat Kimberly beranjak dari kursinya.

Kim menoleh, "Dipanggil Pak Bos. ikut ngga? siapa tau kan dapet siraman rohani hahah," jawab Kim terkekeh membuat Vivi berdecak.

"Lo aja deh sana! ogah gue sih, takut kena marahnya dia. Hihh." seru Vivi sambil berkidik, membayangkan aura Kaivan yang begitu horor.

"Yaudh gue ke ruanganya dulu kalo gitu." jawab Kim mengakhiri.

Tok tok..

Kimberly mengetuk pintu, lalu masuk setelah mendapat jawaban dari Bosnya.

"Ada yang bisa saya bantu Pak?"

Kaivan mendongak menatap Kimberly dengan datar.

"Nanti malam ikut saya kerumah, kedua orang tua saya ingin makan malam bersama kamu," ucapnya sambil menautkan kedua tanganya dan ditaruh diatas dagudagu menatap laptop kembali.

"Hah?" jawab Kim terkejut, "Eum.. maaf Pak maksud saya Bapak yakin? nanti jika saya ditanya yang aneh-aneh bagaimana?" tambah Kim bertanya.

"Kamu cukup diam, biar saya yang menjawab. Dan tolong masukkan nomor watsApp kamu disini," kata Kaivan menyodorkan hape mahal miliknya.

Kimberly tanpa ragu meraih benda tipis tersebut, lalu menekan beberapa nomor yang memang sudah iya hafal diluar kepala.

"Sudah Pak," Kimberly menyodorkan kembali ponsel milik Kaivan dan menaruhnya diatas meja kerja.

"Kalau memang sudah tidak ada lagi keperluan, saya permisi Pak."

"Tunggu!" seru Kaivan.

Baru saja memutar badanya kearah pintu, Kimberly menghentikan kakinya kembali.

"Ambil ini." Kaivan berdehem dan memalingkan wajahnya setelah mengeluarkan benda kecil yang disebut 'Salep' dari laci meja kerjanya.

Kimberly menyipitkan matanya, menatap benda kecil yang baru saja diberikan Bosnya.

"Ini untuk apa Pak?" tanya Kim tidak mengerti.

Kaivan menunjuk dengan dagu, kearah bahu tangan Kimberly yang terlihat melepuh akibat kuah panas yang menyiramnya.

Reflek Kimberly merunduk kearah tanganya, lalu mendongak dan menatap Kaivan dengan dahi mengkerut.

"Engga usah Pak, tangan saya tidak apa kok. nanti juga sembuh sendiri," tolak Kim mentah-mentah.

"Jadi salep ini harus saya buang?" katanya dingin, dan memasukkan kedua tangan kedalam saku celana dengan posisinya kini berdiri.

"Jangan Pak, maksud saya.. saya jadi tidak enak jika diperhatikan seperti ini sama Bapak," Kimberly berucap begitu hati-hati karena takut Kaivan akan memakinya.

"Perhatian?" kata Kaivan menaikkan sebelah alisnya, "Saya menemukan salep itu ditoilet kok, jadi saya fikir daripada engga terpakai lebih baik untuk tangan kamu saja," alibi Kaivan dengan wajah dinginya.

Sempat tersentak dengan penuturan Kaivan, Kimberly mendecih di dalam hatinya dengan kekesalan.

"Ck, ge'er lo Kim. Lupa apa jika dia itu manusia setengah es, bisa-bisanya lo berfikiran dia perhatian," gumam Kimberly dalam hatinya.

"Makasih Pak salepnya saya terima." ujar Kim meraih benda kecil itu dan lalu bergegas keluar ruangan.

Di ruangan ini Kaivan mengacak-acak rambutnya, engga tua kenapa tiba-tiba jadi gugup sendiri.

"Gue kenapa sih," gumamnya bermonolog sendiri.

Ting!

Baru saja Kimberly memejamkan matanya diatas kasur, ponselnya berdenting. lalu dengan cepat Kim meriahnya.

[Share lock alamat kamu, biar saya jemput]

Chat masuk yang ternyata dari Kaivan membuat Kimberly menepuk jidatnya.

"Astagah gue kok bisa lupa sih?" cicitnya panik.

Lalu mengetikkan balasan dan tak lupa mengirimkan share lock yang diminta oleh lelaki itu.

Selang satu Jam, mobil mewah Kaivan sudah bertengger tepat didepan pintu gerbang kos-kosan milik Kimberly.

Tin tin tin

"Astagah tuh orang engga sabaran banget si heran," cibir Kim sambil memakai sepatu hills yang iya punya. Lalu keluar dan tak lupa mengunci pintu kosannya.

"Lama sekali! kamu dandan atau betapa sih," gerutu Kaivan karena jengah menunggu Kimberly yang sedang siap-siap.

"Maaf Pak, saya lupa tadi kalau ada janji sama Bapak," jawab Kim membungkuk, karena tetap menghormati atasanya biarpun mereka berada diluar kantor.

Kaivan mengerjap-ngerjap menatap Kimberly tanpa kedip, sorot matanya tak henti meneliti penampilan Kimberly disaat itu. jika biasanya Kimberly dandan seadanya dengan balutan kemeja kerja formal dan bawahan celana formal, tapi kali ini Kimberly terlihat cantik. Memakai dress Sabrina warna pink salem dan sedikit sentuhan makeup yang dibuat secantik mungkin diwajahnya.

"Pak? kita kapan jalanya?"

Suara Kimberly membuyarkan lamunan Kaivan yang sejak tadi mematung seolah terpesona dengan penampilan wanita didepanya.

"Ah? oh iya, ayo masuk ke mobil. Kita udah terlambat nih." ucapnya melirik jam ditangan.

hening.

Selama perjalanan tidak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan, bukan karena sombong tapi lebih ke bingung dan gugup. terlebih ini adalah pertama kalinya dirinya berada satu mobil dengan Ceo di kantornya.

Selang beberapa menit perjalanan, sampai lah mereka pada kediaman keluarga Alano. Mereka berdua pun turun dari mobil, lalu menaiki undakan tangga yang mengarah keteras serta pintu masuk.

"Ingat kamu cukup diam, dan jangan berkata yang aneh-aneh. Apalagi sampai keceplosan jika kita hanya pura-pura," bisik Kaivan kepada Kimberly dan dianggukinya dengan cepat.

"Pak?" Kimberly mendongak, menatap Kaivan yang postur tubuhnya memang lebih tinggi darinya. Kimberly terkejut, saat Kaivan melingkarkan tanganya dipinggang ramping milik Kimberly.

"Jangan panggil saya Pak, panggil sayang. Atau beby kalau perlu, biar terlihat mersa."

Semburat kemerahan tidak sengaja muncul di kedua pipi Kimberly, pasalnya ini untuk pertama kalinya Kimberly harus memanggil seseorang dengan sebutan itu.

"Tetapi pak?" protes Kimberly namun tak mendapat jawaban.

"Mah, Pah maaf lama menunggu," sapa Kaivan kepada kedua orang tuanya, "Perkenalkan, ini Kimberly. Pacarku yang tempo hari sempat aku ceritakan," tambahnya memperkenalkan Kimberly.

"Halo tante, Om, selamat malam," ucap Kim berbasa-basi, walau sebenarnya gugup karena tau didepanya adalah Direktur utama perusahaan tempatnya bekerja.

"Kamu... sepertinya saya pernah melihat kamu?" tebak Radiv mengingat-ingat sesuatu. karena terang saja, saat dihotel kemarin iya tidak begitu jelas melihat Kimberly yang dalam posisi tidur kearah samping.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status