Kaivan menyantap menu makan siangnya dengan lahap. Seperti biasa, dia akhirnya memilih makan siang di sebuah restoran yang jaraknya cukup dekat dari kantor.
"Gue bingung deh, tadi lo sendiri yang ngajakin gue makan Di Kantin kantor. Sekarang malah berubah pikiran dan makan disini, ck aneh lo," Arvelio menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan sikap sahabatnya yang mudah berubah-ubah."Bawel, tinggal makan aja segala protes," jawab Kaivan ketus.Arvelio terkekeh, sudah hafal betul jika Kaivan tipe orang mood'ian."Padahal gue tadi mau nolongin gebetan gue dulu, kasian tanganya pasti melepuh tuh kena kuah sup tadi," cetus Arvelio hingga membuat Kaivan hampir saja tersedak.Kaivan meraih gelas yang berisi air putih, lalu meneguknya sebentar dan menatap kearah Arvelio sambil menyatukan kedua alisnya."Gebetan? lo kenal sama karyawan cewe tadi?" tanyanya datar walau sebenarnya sedikit kepo."Kimberly? baru kenal beberapa hari lalu sih, cuma gue klik aja waktu liat dia. kayak ada yang degub-degub gitu disini," kata Arvelio menunjuk dadanya dengan telunjuk."Alah, paling juga seminggu udah bosen lo! playboy cap gajah duduk kayak lo mana betah lama-lama sama satu cewe, "Mendengar penuturan Kaivan membuat Arvelio terkekeh geli, ada benarnya memang perkataan Kaivan barusan. Tapi menurutnya Kimberly sepertinya berbeda dengan wanita yang biasa iya kencani."Elo ngomong gitu bukan karna naksir dia juga kan? gue liat-liat Kimberly cukup cantik, masuk lah kalau jadi tipe idaman cewe lo mah," tuduh Arvelio dengan nada bercanda."Gue tanggung biaya hidup lo kalo sampe gue suka sama itu karyawan." jawabnya menyombong."Deal ya?" dengan santai dan senang hati Arvelio mengulurkan tanganya kearah Kaivan. Namun langsung ditepis begitu saja olehnya."Gaush lebay! toh emang beneran kok, gue ngga akan jatuh cinta sama karyawan gue sendiri," jawabnya santai lalu kembali menyantap makananya.Setelah beberapa jam makan siang berlalu, Kaivan kini sudah berkutik kembali didepan laptop sambil sesekali mengecek berkas-berkas yang harus iya tangani.Drttttt.Ponselnya berbunyi, menampilkan satu pesan dari kontak yang iya beri nama 'Papah'. [Nanti malam ajak pacar kamu untuk makan malam dirumah]Mimik wajah Kaivan terlihat mengendur saat membaca pesan tersebut, hal ini sudah Kaivan perhitungkan sebelumnya. Itulah salah satu alasan mengapa Kaivan menyeret Kimberly menjadi pacar pura-puranya bahkan melakukan perjanjian hitam diatas putih.[ Iya Pah]Selang beberapa menit setelah membalas pesan itu, Kaivan meraih telepon kantor yang berada disamping kirinya. menekan beberapa nomor dan menunggu panggilanya terjawab."Keruangan saya, sekarang."Disisi lain, Kimberly terlihat ketar-ketir saat menerima panggilan telepon dari Bosnya, Kaivan. Masih kesal sih sebenarnya dengan responya saat Kimberly tersiram kuah sup tadi. Tapi seketika sadar diri jika dirinya memang bukanlah siapa-siapa."Mau kemana lo Kim?" tanya Vivi saat melihat Kimberly beranjak dari kursinya.Kim menoleh, "Dipanggil Pak Bos. ikut ngga? siapa tau kan dapet siraman rohani hahah," jawab Kim terkekeh membuat Vivi berdecak."Lo aja deh sana! ogah gue sih, takut kena marahnya dia. Hihh." seru Vivi sambil berkidik, membayangkan aura Kaivan yang begitu horor."Yaudh gue ke ruanganya dulu kalo gitu." jawab Kim mengakhiri.Tok tok..Kimberly mengetuk pintu, lalu masuk setelah mendapat jawaban dari Bosnya."Ada yang bisa saya bantu Pak?"Kaivan mendongak menatap Kimberly dengan datar."Nanti malam ikut saya kerumah, kedua orang tua saya ingin makan malam bersama kamu," ucapnya sambil menautkan kedua tanganya dan ditaruh diatas dagudagu menatap laptop kembali."Hah?" jawab Kim terkejut, "Eum.. maaf Pak maksud saya Bapak yakin? nanti jika saya ditanya yang aneh-aneh bagaimana?" tambah Kim bertanya."Kamu cukup diam, biar saya yang menjawab. Dan tolong masukkan nomor watsApp kamu disini," kata Kaivan menyodorkan hape mahal miliknya.Kimberly tanpa ragu meraih benda tipis tersebut, lalu menekan beberapa nomor yang memang sudah iya hafal diluar kepala."Sudah Pak," Kimberly menyodorkan kembali ponsel milik Kaivan dan menaruhnya diatas meja kerja."Kalau memang sudah tidak ada lagi keperluan, saya permisi Pak.""Tunggu!" seru Kaivan. Baru saja memutar badanya kearah pintu, Kimberly menghentikan kakinya kembali."Ambil ini." Kaivan berdehem dan memalingkan wajahnya setelah mengeluarkan benda kecil yang disebut 'Salep' dari laci meja kerjanya.Kimberly menyipitkan matanya, menatap benda kecil yang baru saja diberikan Bosnya."Ini untuk apa Pak?" tanya Kim tidak mengerti.Kaivan menunjuk dengan dagu, kearah bahu tangan Kimberly yang terlihat melepuh akibat kuah panas yang menyiramnya.Reflek Kimberly merunduk kearah tanganya, lalu mendongak dan menatap Kaivan dengan dahi mengkerut."Engga usah Pak, tangan saya tidak apa kok. nanti juga sembuh sendiri," tolak Kim mentah-mentah."Jadi salep ini harus saya buang?" katanya dingin, dan memasukkan kedua tangan kedalam saku celana dengan posisinya kini berdiri."Jangan Pak, maksud saya.. saya jadi tidak enak jika diperhatikan seperti ini sama Bapak," Kimberly berucap begitu hati-hati karena takut Kaivan akan memakinya."Perhatian?" kata Kaivan menaikkan sebelah alisnya, "Saya menemukan salep itu ditoilet kok, jadi saya fikir daripada engga terpakai lebih baik untuk tangan kamu saja," alibi Kaivan dengan wajah dinginya.Sempat tersentak dengan penuturan Kaivan, Kimberly mendecih di dalam hatinya dengan kekesalan."Ck, ge'er lo Kim. Lupa apa jika dia itu manusia setengah es, bisa-bisanya lo berfikiran dia perhatian," gumam Kimberly dalam hatinya."Makasih Pak salepnya saya terima." ujar Kim meraih benda kecil itu dan lalu bergegas keluar ruangan.Di ruangan ini Kaivan mengacak-acak rambutnya, engga tua kenapa tiba-tiba jadi gugup sendiri."Gue kenapa sih," gumamnya bermonolog sendiri.Ting!Baru saja Kimberly memejamkan matanya diatas kasur, ponselnya berdenting. lalu dengan cepat Kim meriahnya.[Share lock alamat kamu, biar saya jemput]Chat masuk yang ternyata dari Kaivan membuat Kimberly menepuk jidatnya."Astagah gue kok bisa lupa sih?" cicitnya panik.Lalu mengetikkan balasan dan tak lupa mengirimkan share lock yang diminta oleh lelaki itu.Selang satu Jam, mobil mewah Kaivan sudah bertengger tepat didepan pintu gerbang kos-kosan milik Kimberly.Tin tin tin"Astagah tuh orang engga sabaran banget si heran," cibir Kim sambil memakai sepatu hills yang iya punya. Lalu keluar dan tak lupa mengunci pintu kosannya."Lama sekali! kamu dandan atau betapa sih," gerutu Kaivan karena jengah menunggu Kimberly yang sedang siap-siap."Maaf Pak, saya lupa tadi kalau ada janji sama Bapak," jawab Kim membungkuk, karena tetap menghormati atasanya biarpun mereka berada diluar kantor.Kaivan mengerjap-ngerjap menatap Kimberly tanpa kedip, sorot matanya tak henti meneliti penampilan Kimberly disaat itu. jika biasanya Kimberly dandan seadanya dengan balutan kemeja kerja formal dan bawahan celana formal, tapi kali ini Kimberly terlihat cantik. Memakai dress Sabrina warna pink salem dan sedikit sentuhan makeup yang dibuat secantik mungkin diwajahnya."Pak? kita kapan jalanya?"Suara Kimberly membuyarkan lamunan Kaivan yang sejak tadi mematung seolah terpesona dengan penampilan wanita didepanya."Ah? oh iya, ayo masuk ke mobil. Kita udah terlambat nih." ucapnya melirik jam ditangan.hening.Selama perjalanan tidak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan, bukan karena sombong tapi lebih ke bingung dan gugup. terlebih ini adalah pertama kalinya dirinya berada satu mobil dengan Ceo di kantornya.Selang beberapa menit perjalanan, sampai lah mereka pada kediaman keluarga Alano. Mereka berdua pun turun dari mobil, lalu menaiki undakan tangga yang mengarah keteras serta pintu masuk."Ingat kamu cukup diam, dan jangan berkata yang aneh-aneh. Apalagi sampai keceplosan jika kita hanya pura-pura," bisik Kaivan kepada Kimberly dan dianggukinya dengan cepat."Pak?" Kimberly mendongak, menatap Kaivan yang postur tubuhnya memang lebih tinggi darinya. Kimberly terkejut, saat Kaivan melingkarkan tanganya dipinggang ramping milik Kimberly."Jangan panggil saya Pak, panggil sayang. Atau beby kalau perlu, biar terlihat mersa."Semburat kemerahan tidak sengaja muncul di kedua pipi Kimberly, pasalnya ini untuk pertama kalinya Kimberly harus memanggil seseorang dengan sebutan itu."Tetapi pak?" protes Kimberly namun tak mendapat jawaban."Mah, Pah maaf lama menunggu," sapa Kaivan kepada kedua orang tuanya, "Perkenalkan, ini Kimberly. Pacarku yang tempo hari sempat aku ceritakan," tambahnya memperkenalkan Kimberly."Halo tante, Om, selamat malam," ucap Kim berbasa-basi, walau sebenarnya gugup karena tau didepanya adalah Direktur utama perusahaan tempatnya bekerja."Kamu... sepertinya saya pernah melihat kamu?" tebak Radiv mengingat-ingat sesuatu. karena terang saja, saat dihotel kemarin iya tidak begitu jelas melihat Kimberly yang dalam posisi tidur kearah samping.Kimberly meneguk ludah saat menatap Radiv, Dirut utama sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. "Malam Om, perkenalkan saya Kimberly." uluran tangan Kimberly berikan saat ayahnya Kaivan menatapnya begitu intens. Radiv memiringkan kepalanya lalu menyipitkan mata seolah mengingat sesuatu. "Sepertinya wajah kamu tidak asing bagi saya," ucap Radiv berbicara. "Duduk dulu Pah, kasian pacarku jika berdiri seperti ini," pinta Kaivan memberi intruksi. Lalu Kaivan menuju meja makan, menarik kursi dan mempersilahkan Kimberly duduk lebih dulu. Sebuah act of servis yang membuat wanita manapun akan terkesima menatapnya. "Makasih," ucap Kim tersenyum walau dirinya tau bahwa yang dilakukan Kaivan hanyalah pura-pura. "Jadi kamu pacarnya Kaivan? sudah berapa lama? Kaivan tidak pernah bercerita sih kalo dia punya pacar," ucap mery, Mamahnya Kaivan. Kimberly mengangguk, "Iya tante, kita pacaran udah.. " Kimberly menjeda ucapanya, seketika gugup dan jadi bingung harus jawab apa. "Kami pac
Raina Hadju, seorang penulis terkenal yang sudah meluncurkan puluhan karya Novelnya diranah perbukuan. Pagi ini mendatangi perusahaan PT. Terbit terang dengan emosi yang menggebu-gebu. "Iya, saya Raina Hadju," ucapnya angkuh. "Wah senang bertemu dengan anda, Mbak," kata Kim dengan senyum merekah, karena dia ini termasuk penggemar berat karya-karyanya. "Gaush basa-basi! saya kesini bukan untuk berjumpa dengan editor semacam kamu," katanya memandang rendah Kimberly, sambil menatap name tag Kimberly yang menggantung di leher. Kimberly menarik senyum miring keatas, "Biarpun jabatan saya hanya editor, tapi attitude saya sepertinya lebih baik, daripada anda," ucap Kim menatap tajam dan jadi kesal karena ucapan wanita itu. Plak! Raina menampar wajah Kimberly tiba-tiba, membuat semua orang yang ada diruangan itu terkejut. "Kurang ajar! berani sekali kamu Kimberly terkejut dan melebarkan matanya saat pipinya ditampar begitu saja oleh Raina. "ini ada apa? kenapa ribut-ribut?" Kaiva
"Pecat wanita itu!" Pak Bambang, selaku HRD, di perusahaan miliknya tercengang, saat mendengar kalimat tajam atasanya. "Maaf, Pak. Maksud Bapak siapa yang harus saya pecat? saya tidak mengerti," ucap Pak Bambang kebingungan. "Editor di perusahaan ini yang bernama Kimberly," desisnya dengan tajam. "Tetapi Pak... Salah dia apa? sampai Bapak ingin memecatnya?" "Wanita itu sudah berani menggoda anak saya! dan saya tidak sudi, jika wanita biasa seperti dia berani berhubungan dengan Kaivan,"Pak Bambang terkejut bukan main, pasalnya selama ini tidak pernah ada yang tau Kaivan punya hubungan dengan Kimberly. Bahkan mereka tidak pernah sedikitpun melihat keduanya saling bertemu. "Bapak yakin?""Segera keluarkan dia dari perusahaan saya! mulai besok, saya tidak ingin wanita itu berada diperusahaan ini," titah Radiv tanpa bisa diganggu gugat. "Baik Pak akan saya laksanakan," walau menyayangkan keputusan atasanya, Pak Handoko tetap lah menuruti. Diapun hanyalah karyawan tidak bisa berbua
Kaivan menatap iba kesedihan Kimberly saat ini, mau menghibur tetapi tidak mungkin. Karena memang mereka tidak sedekat itu. "Andai Pak Radiv tidak mengatakan itu ke Ayah saya, mungkin dia masih ada saat ini, hiks," tangis Kim tersedu-sedu. "Papah saya menemui Ayahmu?" tanya Kaivan terkejut. "Sudah lah, Pak. lebih baik anda pergi dari sini sebelum semuanya semakin runyam." usirnya dengan tatapan dingin. Kaivan meraih lengan Kimberly tiba-tiba, dengan pikiran yang bercabang serta bertanya-tanya. "Papah saya bilang apa sama kamu dan Ayahmu? apa yang dia ucapkan hingga Ayahmu meninggal?" tanyanya beruntun. Kim menepis genggaman Kaivan, merasa muak jika berurusan dengan orang kaya seperti dia. "Saya bilang anda pergi!" lagi, Kimberly mengusir dengan dingin. "Kim!!" dari kejauhan seorang wanita berlarian sambil memanggil namanya. "Diska, Ayah... " kata Kim parau, memeluk Diska dengan erat. Diska pun memeluk Kimberly, sempat melirik Kaivan yang berada disampingnya. "Ganteng juga k
"Saya serius Bu, ingin menikahi putrimu," ucapnya lagi, mengulangi pertanyaan yang sempat dilontarkan oleh Bu Santi untuk kedua kalinya. Bu Santi kembali tercengang, dengan raut wajah begitu syok. Bingung, karena tiba-tiba putri kesayangannya ada yang ingin meminang. "Sebagai orang tua, saya tidak bisa memutuskan apalagi mengambil keputusan secara sepihak. Tetapi jika niatmu itu memang serius dan tidak main-main, saya merestui," ucapnya memberi restu. "Jika Kimberly nanti setuju, besok pagi saya dan Kimberly bisa menikah. Tetapi... Menikah secara sirih,"Kimberly yang tidak tau kedatangan Kaivan pun keluar kamar, setelah sang Ibu memanggilnya. Namun, langkahnya terhenti di pembatas skat rumah, antara ruang tamu dan lorong menuju kamarnya saat mendengar perkataan Kaivan. Buru-buru iya pun menghampiri dengan perasaan yang campur aduk serta kedua mata yang sembab, akibat menangis. "Saya tidak mau!" sahut Kim dengan lantang, menolak permintaan lelaki itu, "Anda mau apalagi sih, Pak?
"Mas," sentak Mery. Begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya.Bagaikan petir disiang bolong, ucapan menyakitkan itu keluar begitu saja dari mulut seorang Radiv. Mery pun menangis dengan perasaan yang teramat hancur saat suaminya memaki anak kandungnya sendiri dengan bengis. "Kelakuanmu sudah membuktikan jika kamu memang tidak pantas menjadi penerus Alano!" ucapnya membelakangi Kaivan beserta Kimberly, yang saat itu sudah bersembunyi dibelakang tubuh kekar Kaivan karena tidak mampu melihat kemarahan itu. "Hanya karena aku menikah, lantas aliran darah yang berada di tubuh ku kau lupakan?" jika ditanya tentu saja Kaivan pun merasakan sakit luar biasa, saat dirinya kini di buang dan tak dianggap anak hanya karena memilih jalan hidupnya sendiri. "Hanya karena menikah kamu bilang?" Radiv membalikkan badanya dengan kedua tangan yang iya simpan begitu rapat dikedua sakunya, "Justru karena menikah dengan perempuan rendahan seperti dia! kamu telah gagal menjadi anak sekaligus
Kaivan memasuki ruanganya dengan tergesa, tatapanya kini tertuju pada beberapa kotak kardus, yang berisi beberapa benda penting miliknya yang sebelumnya diletakkan di meja kerjanya. "Lo beneran Van?" tepat saat itu juga bahu Kaivan ditepuk seseorang yang ternyata adalah Arvelio. "Gue engga pernah ngajuin risen," jawabnya terheran lalu detik itu juga wajahnya menoleh, saat radiv memasuki ruanganya dengan tersenyum bengis. "Aku yang memecatmu! Tetapi bersyukurlah, karena aku masih membiarkan nama baikmu tidak rusak. Sehingga orang hanya mengira kamu mengundurkan diri," Radiv menduduki kursi yang biasa dipakai oleh Kaivan dengan angkuh. tatapanya beralih kepada Arvelio yang saat itu sudah menciut sambil merunduk kebawah karena takut. "Apa kamu juga tau? jika anak saya menikahi Kimberly?" tanya Radiv dan sontak mampu membuat Arvelio membelalakkan matanya. "Apah?" jawabnya terkejut, lalu menoleh menatap Kaivan karena ingin meminta penjelasan. Bahkan seketika ada yang teriris tapi buk
Seperti janjinya, Kaivan menuruti permintaan Arvelio untuk datang ke club malam, tempat biasa mereka berdua sering kunjungi. Tanpa senggan Kaivan menerima traktiran yang diberikan oleh Arvelio dengan suka rela, karena jujur saat ini Kaivan sama sekali tidak memeliki uang sepeserpun lagi. "Santai aja bro, emang sih cerita lo barusan berat banget. mangkanya gue sengaja ajak lo kesini biar pikiran lo seger sedikit," ucap Arvelio sambil meminum segelas minuman anggur. "Thanks vel, gue udah engga punya apa-apa lagi sekarang," jawabnya dengan bahu yang melemah. "Jujur aja, gue sempet naksir sama bini lo. hahaha," tawa Arvelio berkata jujur karena sekarang dia sudah terlihat mabuk, "Tapi lo tega banget malah nikung gue dan kawinin dia," rancaunya menangis. melihat temanya seperti sudah tak sadarkan diri, Kaivan pun memilih pergi dan pulang untuk menemui sang istri. setelah sampai dirumah, Kaivan memasuki kamar. lalu menatap Kimberly yang sudah tertidur pulas dengan memeluk guling tidurn