Kimberly meneguk ludah saat menatap Radiv, Dirut utama sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
"Malam Om, perkenalkan saya Kimberly." uluran tangan Kimberly berikan saat ayahnya Kaivan menatapnya begitu intens.Radiv memiringkan kepalanya lalu menyipitkan mata seolah mengingat sesuatu."Sepertinya wajah kamu tidak asing bagi saya," ucap Radiv berbicara."Duduk dulu Pah, kasian pacarku jika berdiri seperti ini," pinta Kaivan memberi intruksi.Lalu Kaivan menuju meja makan, menarik kursi dan mempersilahkan Kimberly duduk lebih dulu. Sebuah act of servis yang membuat wanita manapun akan terkesima menatapnya. "Makasih," ucap Kim tersenyum walau dirinya tau bahwa yang dilakukan Kaivan hanyalah pura-pura."Jadi kamu pacarnya Kaivan? sudah berapa lama? Kaivan tidak pernah bercerita sih kalo dia punya pacar," ucap mery, Mamahnya Kaivan.Kimberly mengangguk, "Iya tante, kita pacaran udah.. " Kimberly menjeda ucapanya, seketika gugup dan jadi bingung harus jawab apa."Kami pacaran baru 3 bulan Mah, masih baru dan masih harus saling mengenal," timpal Kaivan melanjutkan ucapan Kimberly."Orang tuamu memiliki perusahaan apa?" tanya Radiv dengan tajam, seperti sedang mengintrogasi maling."Pah," Kaivan memekik karena tau kemana arah pembicaraan Papahnya."Loh ada yang salah dengan pertanyaan Papah? mumpung kalian masih baru pacaranya, jadi Papah sama Mamah harus mengetahui bibit dan bobot keluarga dia?" ucap Radiv."Saya dari keluarga biasa-biasa saja Om, sederhana mungkin lebih tepatnya. Tetapi dijaman modern seperti sekarang, saya tidak mengira jika masih ada orang yang memandang seseorang dengan bibit serta bobotnya," jawab Kim dengan lantang, bahkan Kaivan saja dibuat tercengan karena keberanianya.Radiv mengeraskan rahangnya, karena baru sekali ini ada orang yang berani berbicara begitu denganya. Bahkan dengan level yang menurutnya masih berada dibawahnya."Wah berani sekali kamu berbicara didepan saya seperti itu, berapa sih bayaran yang selalu Kaivan kasih untuk tidur bersama kamu," ucapan Radiv terdengar seperti mengejek."Mas!" pekik Mery menghentikan ucapan suaminya agar tidak terlalu jauh.Sebagai seseorang yang punya harga diri Kimberly cukup terpancing saat Radiv menginjak-injak harga dirinya."Maaf om ucapan anda barusan menunjukkan bahwa anda seperti bukan orang berkelas," jawab Kim sedikit emosi.Kaivan Tersentak dengan keberanian Kimberly, lalu menggenggam tangan gadis itu erat."Maaf mah sepertinya Kaivan tidak bisa berlama-lama disini, aku tidak ingin jika Papah terus menghina pacarku, selamat malam." Kaivan menarik Kimberly berhambur keluar, meninggalkan Radiv dengan raut wajah yang kesal."Anak mu susah sekali diaturnya Mer," keluh Radiv merapatkan giginya.Disepanjang jalan, keduanya diam membisu dengan keheningan melanda. Hanya suara kendaraan lalu lalang yang terdengar. Kaivan sendiri asyik menyetir sementara Kimberly menatap jalanan ibu kota dari balik jendela mobil dengan pikiran menerawang.Kaivan melirik Kimberly, lalu berdehem untuk mencairkan suasana."Maaf," ucap Kaivan datar.Kimberly menoleh, "Untuk apa Pak?""Maaf atas ucapan Papah saya tadi, karena sikap dan kata-katanya mungkin menyakiti kamu," ucap Kaivan terdengar tulus walau tanpa berekspresi."Bapak ngapain minta maaf? Pak Radiv kan bicara seperti itu karena menganggap saya beneran pacar Bapak, sementara sekarang saya kembali menjadi karyawan Bapak. jadi tidak masalah ucapan itu menurut saya," dengan santai Kimberly menjawab namun bisa iya dibayangkan jika ternyata orang tua Kaivan cukup teliti dalam hal memilih pasangan untuk anaknya.Kaivan manggut-manggut mengerti, walau tadi sempat takut jika Kimberly jadi terbawa perasaan.Setelah beberapa menit, mobil Kaivan berhenti tepat didepan gerbang kos-kosan. Kimberly membuka pintu lalu keluar dan menyempatkan dulu untuk memberi salam kepada atasanya."Terima kasih Pak, maaf jadi merepotkan." katanya sambil membungkuk.engga menjawab, Kaivan terlihat hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Lalu memutar mobilnya lebih dulu dan beranjak pergi.Brukkk!Kimberly merebahkan badanya dikasur, menatap langit-langit kamarnya lalu mengangkat tangan yang tadi sempat digenggam Kaivan dengan erat."Huft, sikapnya bener-bener beda banget anjir, tadi itu, ... kayak' beneran dia pacar gue. Aaaa," Kimberly histeris sambil menggigit ujung bantal dan menahan senyum tertahan."Huss, apaansi Kim! sadar tadi itu cuma pura-pura," monolognya berbicara sendiri dengan bahu yang melemah.keesokan paginya, terlihat Kaivan sedang menerima panggilan dari rekan kerjanya. Karena buru-buru membuatnya tidak waspada saat berjalan, hingga tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang yang sedang membawa minuman es kopi."astagah!" pekik seorang wanita terkejut."Mata kamu buta!" Kaivan meradang, lalu mendongak si empu kopi yang berhasil membuat kemeja bersihnya menjadi kotor penuh dengan kopi."ck, punya mata dipakai! kemeja saya kotor karena kopi kamu," decak Kaivan saat tau ternyata Kimberly lah si pemilik kopi tersebut."Maaf Pak saya tidak lihat kalau ada Bapak," sesal Kim minta maaf, "Biar saya bersihkan baju Bapak, sebentar!" tambah Kim lalu mengambil sebuah tisu kering di dalam pouch kecil yang selalu iya bawa ke mana-mana."Sini biar saya bersihkan," Kimberly mendekatkan jaraknya dengan Kaivan hendak membersihkan sisa kopi yang menempel, tapi sayang tanganya ditepis Kaivan lebih dulu."Tidak perlu! nanti tangan kamu malah menambah kotor kemeja saya," desisnya tajam membuat Kimberly tersentak dan melebarkan matanya sambil menganga.Beberapa karyawan yang baru dateng bahkan ikut menyaksikan interaksi keduanya."Pak tapi tangan saya bersih," koreksi Kim memperlihatkan telapak tanganya yang putih bersih dengan polosnya."Ck, kamu budek?" decak Kaivan dengan tatapan naik turun."Ada apasih Van? lah kemeja lo kenapa jadi kotor gini?" tanya Arvelio yang baru saja tiba.Sementara Kimberly menggaruk pelipisnya yang tak gatal karena bingung harus berbuat apa."Ck, di tumpahin kopi sama dia," jawab Kaivan ketus."Tapi saya kan engga sengaja Pa-" belum juga selesai dengan ucapanya, Kimberly langsung mengatupkan kedua bibir nya saat Kaivan pergi begitu saja. Lalu Arvelio mengedipkan satu matanya dengan genit untuk Kimberly dan mengikuti langkah sahabatnya itu."Huftt, mimpi apa gue semalem," Kim menarik nafas kasar dan mengeluh seketika.Diruangan pribadinya Kaivan membuka kemeja kerjanya yang tadi terkena tumpahan kopi, untung saja diruanganya selalu tersedia kemeja kerja cadangan untuknya."Yang ini aja gimana?" ucap Arvelio saat memberikan satu kemeja kerja berwarna sky blue."Yaudh boleh, gue buru-buru soalnya udah ditungguin sama para pemegam saham," katanya datar, lalu meraih kemeja yang diberikan Arvelio.Kaivan itu tipe cowo pemilih, bahkan dalam urusan seperti ini pun iya lebih suka jika Arvelio yang membantu di banding sekretarisnya. itulah mengapa sempat ada desas-desus jika Kaivan ini penyuka sesama jenis, alis homo.Beberapa jam setelahnya, Kimberly kembali beraktifitas seperti biasa, mengedit beberapa buku yang hendak diterbitkan beberapa minggu ini."Lepaskan! lepaskan saya, biarkan saya masuk dan bertemu dengan atasan kalian." teriak seorang wanita yang berusia 35 tahun memasuki ruangan editor dengan emosi yang menggunung."Ada apa ini? siapa wanita ini?" tanya Pak Handoko terkejut."Maaf Pak, wanita ini memaksa masuk kesini dan marah-marah sejak tadi," ucap salah satu security di perusahaan itu.Kimberly berdiri, kemudian menghampiri wanita yang usianya lebih tua darinya."Mba raina ya? penulis novel 'secret admirer'?" tanya Kim lebih tepatnya menebak.Pak Handoko serta editor yang lainya tercengang karena Kim mengenal wanita itu.Raina Hadju, seorang penulis terkenal yang sudah meluncurkan puluhan karya Novelnya diranah perbukuan. Pagi ini mendatangi perusahaan PT. Terbit terang dengan emosi yang menggebu-gebu. "Iya, saya Raina Hadju," ucapnya angkuh. "Wah senang bertemu dengan anda, Mbak," kata Kim dengan senyum merekah, karena dia ini termasuk penggemar berat karya-karyanya. "Gaush basa-basi! saya kesini bukan untuk berjumpa dengan editor semacam kamu," katanya memandang rendah Kimberly, sambil menatap name tag Kimberly yang menggantung di leher. Kimberly menarik senyum miring keatas, "Biarpun jabatan saya hanya editor, tapi attitude saya sepertinya lebih baik, daripada anda," ucap Kim menatap tajam dan jadi kesal karena ucapan wanita itu. Plak! Raina menampar wajah Kimberly tiba-tiba, membuat semua orang yang ada diruangan itu terkejut. "Kurang ajar! berani sekali kamu Kimberly terkejut dan melebarkan matanya saat pipinya ditampar begitu saja oleh Raina. "ini ada apa? kenapa ribut-ribut?" Kaiva
"Pecat wanita itu!" Pak Bambang, selaku HRD, di perusahaan miliknya tercengang, saat mendengar kalimat tajam atasanya. "Maaf, Pak. Maksud Bapak siapa yang harus saya pecat? saya tidak mengerti," ucap Pak Bambang kebingungan. "Editor di perusahaan ini yang bernama Kimberly," desisnya dengan tajam. "Tetapi Pak... Salah dia apa? sampai Bapak ingin memecatnya?" "Wanita itu sudah berani menggoda anak saya! dan saya tidak sudi, jika wanita biasa seperti dia berani berhubungan dengan Kaivan,"Pak Bambang terkejut bukan main, pasalnya selama ini tidak pernah ada yang tau Kaivan punya hubungan dengan Kimberly. Bahkan mereka tidak pernah sedikitpun melihat keduanya saling bertemu. "Bapak yakin?""Segera keluarkan dia dari perusahaan saya! mulai besok, saya tidak ingin wanita itu berada diperusahaan ini," titah Radiv tanpa bisa diganggu gugat. "Baik Pak akan saya laksanakan," walau menyayangkan keputusan atasanya, Pak Handoko tetap lah menuruti. Diapun hanyalah karyawan tidak bisa berbua
Kaivan menatap iba kesedihan Kimberly saat ini, mau menghibur tetapi tidak mungkin. Karena memang mereka tidak sedekat itu. "Andai Pak Radiv tidak mengatakan itu ke Ayah saya, mungkin dia masih ada saat ini, hiks," tangis Kim tersedu-sedu. "Papah saya menemui Ayahmu?" tanya Kaivan terkejut. "Sudah lah, Pak. lebih baik anda pergi dari sini sebelum semuanya semakin runyam." usirnya dengan tatapan dingin. Kaivan meraih lengan Kimberly tiba-tiba, dengan pikiran yang bercabang serta bertanya-tanya. "Papah saya bilang apa sama kamu dan Ayahmu? apa yang dia ucapkan hingga Ayahmu meninggal?" tanyanya beruntun. Kim menepis genggaman Kaivan, merasa muak jika berurusan dengan orang kaya seperti dia. "Saya bilang anda pergi!" lagi, Kimberly mengusir dengan dingin. "Kim!!" dari kejauhan seorang wanita berlarian sambil memanggil namanya. "Diska, Ayah... " kata Kim parau, memeluk Diska dengan erat. Diska pun memeluk Kimberly, sempat melirik Kaivan yang berada disampingnya. "Ganteng juga k
"Saya serius Bu, ingin menikahi putrimu," ucapnya lagi, mengulangi pertanyaan yang sempat dilontarkan oleh Bu Santi untuk kedua kalinya. Bu Santi kembali tercengang, dengan raut wajah begitu syok. Bingung, karena tiba-tiba putri kesayangannya ada yang ingin meminang. "Sebagai orang tua, saya tidak bisa memutuskan apalagi mengambil keputusan secara sepihak. Tetapi jika niatmu itu memang serius dan tidak main-main, saya merestui," ucapnya memberi restu. "Jika Kimberly nanti setuju, besok pagi saya dan Kimberly bisa menikah. Tetapi... Menikah secara sirih,"Kimberly yang tidak tau kedatangan Kaivan pun keluar kamar, setelah sang Ibu memanggilnya. Namun, langkahnya terhenti di pembatas skat rumah, antara ruang tamu dan lorong menuju kamarnya saat mendengar perkataan Kaivan. Buru-buru iya pun menghampiri dengan perasaan yang campur aduk serta kedua mata yang sembab, akibat menangis. "Saya tidak mau!" sahut Kim dengan lantang, menolak permintaan lelaki itu, "Anda mau apalagi sih, Pak?
"Mas," sentak Mery. Begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya.Bagaikan petir disiang bolong, ucapan menyakitkan itu keluar begitu saja dari mulut seorang Radiv. Mery pun menangis dengan perasaan yang teramat hancur saat suaminya memaki anak kandungnya sendiri dengan bengis. "Kelakuanmu sudah membuktikan jika kamu memang tidak pantas menjadi penerus Alano!" ucapnya membelakangi Kaivan beserta Kimberly, yang saat itu sudah bersembunyi dibelakang tubuh kekar Kaivan karena tidak mampu melihat kemarahan itu. "Hanya karena aku menikah, lantas aliran darah yang berada di tubuh ku kau lupakan?" jika ditanya tentu saja Kaivan pun merasakan sakit luar biasa, saat dirinya kini di buang dan tak dianggap anak hanya karena memilih jalan hidupnya sendiri. "Hanya karena menikah kamu bilang?" Radiv membalikkan badanya dengan kedua tangan yang iya simpan begitu rapat dikedua sakunya, "Justru karena menikah dengan perempuan rendahan seperti dia! kamu telah gagal menjadi anak sekaligus
Kaivan memasuki ruanganya dengan tergesa, tatapanya kini tertuju pada beberapa kotak kardus, yang berisi beberapa benda penting miliknya yang sebelumnya diletakkan di meja kerjanya. "Lo beneran Van?" tepat saat itu juga bahu Kaivan ditepuk seseorang yang ternyata adalah Arvelio. "Gue engga pernah ngajuin risen," jawabnya terheran lalu detik itu juga wajahnya menoleh, saat radiv memasuki ruanganya dengan tersenyum bengis. "Aku yang memecatmu! Tetapi bersyukurlah, karena aku masih membiarkan nama baikmu tidak rusak. Sehingga orang hanya mengira kamu mengundurkan diri," Radiv menduduki kursi yang biasa dipakai oleh Kaivan dengan angkuh. tatapanya beralih kepada Arvelio yang saat itu sudah menciut sambil merunduk kebawah karena takut. "Apa kamu juga tau? jika anak saya menikahi Kimberly?" tanya Radiv dan sontak mampu membuat Arvelio membelalakkan matanya. "Apah?" jawabnya terkejut, lalu menoleh menatap Kaivan karena ingin meminta penjelasan. Bahkan seketika ada yang teriris tapi buk
Seperti janjinya, Kaivan menuruti permintaan Arvelio untuk datang ke club malam, tempat biasa mereka berdua sering kunjungi. Tanpa senggan Kaivan menerima traktiran yang diberikan oleh Arvelio dengan suka rela, karena jujur saat ini Kaivan sama sekali tidak memeliki uang sepeserpun lagi. "Santai aja bro, emang sih cerita lo barusan berat banget. mangkanya gue sengaja ajak lo kesini biar pikiran lo seger sedikit," ucap Arvelio sambil meminum segelas minuman anggur. "Thanks vel, gue udah engga punya apa-apa lagi sekarang," jawabnya dengan bahu yang melemah. "Jujur aja, gue sempet naksir sama bini lo. hahaha," tawa Arvelio berkata jujur karena sekarang dia sudah terlihat mabuk, "Tapi lo tega banget malah nikung gue dan kawinin dia," rancaunya menangis. melihat temanya seperti sudah tak sadarkan diri, Kaivan pun memilih pergi dan pulang untuk menemui sang istri. setelah sampai dirumah, Kaivan memasuki kamar. lalu menatap Kimberly yang sudah tertidur pulas dengan memeluk guling tidurn
"Bagaimana? kamu setuju kan?" Sejenak kata-kata Radiv masih tergiang-ngiang dikepalanya, bagaikan kaset yang kusut. Setelah kepulanganya bertemu Radiv, Kimberly terlihat murung dan bingung. apakah harus menerima atau justru menolaknya? karena jika Kimberly cerita kepada suaminya pun, tentu tidak akan setuju. Tetapi melihat Kaivan terlihat tidak bahagia seusai menikahinya, membuatnya jadi bingung dan penuh pertimbangan dalam menanggapi perkataan mertuanya. Kimberly membuka pintu, begitu mendengar suara sang suami dari luar kamar, "Mas, baru pulang mencari kerja?" tanya Kim sembari menjabat tangan suaminya. Kaivan mengangguk pelan, "Iya Kim, saya hanya melamar ke beberapa perusahaan milik teman dan masih harus menunggu kabar mereka lagi," ucapnya dengan wajah yang terlihat lelah karena seharian berada diluar rumah. Tanpa menunggu lama, Kimberly pun membantu sang suami melepaskan pakaiannya dan berganti dengan yang bersih, kemudian menyediakan makan dan membuatkan kopi setelah itu.