Share

9| Akting

Kimberly meneguk ludah saat menatap Radiv, Dirut utama sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

"Malam Om, perkenalkan saya Kimberly." uluran tangan Kimberly berikan saat ayahnya Kaivan menatapnya begitu intens.

Radiv memiringkan kepalanya lalu menyipitkan mata seolah mengingat sesuatu.

"Sepertinya wajah kamu tidak asing bagi saya," ucap Radiv berbicara.

"Duduk dulu Pah, kasian pacarku jika berdiri seperti ini," pinta Kaivan memberi intruksi.

Lalu Kaivan menuju meja makan, menarik kursi dan mempersilahkan Kimberly duduk lebih dulu. Sebuah act of servis yang membuat wanita manapun akan terkesima menatapnya.

"Makasih," ucap Kim tersenyum walau dirinya tau bahwa yang dilakukan Kaivan hanyalah pura-pura.

"Jadi kamu pacarnya Kaivan? sudah berapa lama? Kaivan tidak pernah bercerita sih kalo dia punya pacar," ucap mery, Mamahnya Kaivan.

Kimberly mengangguk, "Iya tante, kita pacaran udah.. " Kimberly menjeda ucapanya, seketika gugup dan jadi bingung harus jawab apa.

"Kami pacaran baru 3 bulan Mah, masih baru dan masih harus saling mengenal," timpal Kaivan melanjutkan ucapan Kimberly.

"Orang tuamu memiliki perusahaan apa?" tanya Radiv dengan tajam, seperti sedang mengintrogasi maling.

"Pah," Kaivan memekik karena tau kemana arah pembicaraan Papahnya.

"Loh ada yang salah dengan pertanyaan Papah? mumpung kalian masih baru pacaranya, jadi Papah sama Mamah harus mengetahui bibit dan bobot keluarga dia?" ucap Radiv.

"Saya dari keluarga biasa-biasa saja Om, sederhana mungkin lebih tepatnya. Tetapi dijaman modern seperti sekarang, saya tidak mengira jika masih ada orang yang memandang seseorang dengan bibit serta bobotnya," jawab Kim dengan lantang, bahkan Kaivan saja dibuat tercengan karena keberanianya.

Radiv mengeraskan rahangnya, karena baru sekali ini ada orang yang berani berbicara begitu denganya. Bahkan dengan level yang menurutnya masih berada dibawahnya.

"Wah berani sekali kamu berbicara didepan saya seperti itu, berapa sih bayaran yang selalu Kaivan kasih untuk tidur bersama kamu," ucapan Radiv terdengar seperti mengejek.

"Mas!" pekik Mery menghentikan ucapan suaminya agar tidak terlalu jauh.

Sebagai seseorang yang punya harga diri Kimberly cukup terpancing saat Radiv menginjak-injak harga dirinya.

"Maaf om ucapan anda barusan menunjukkan bahwa anda seperti bukan orang berkelas," jawab Kim sedikit emosi.

Kaivan Tersentak dengan keberanian Kimberly, lalu menggenggam tangan gadis itu erat.

"Maaf mah sepertinya Kaivan tidak bisa berlama-lama disini, aku tidak ingin jika Papah terus menghina pacarku, selamat malam." Kaivan menarik Kimberly berhambur keluar, meninggalkan Radiv dengan raut wajah yang kesal.

"Anak mu susah sekali diaturnya Mer," keluh Radiv merapatkan giginya.

Disepanjang jalan, keduanya diam membisu dengan keheningan melanda. Hanya suara kendaraan lalu lalang yang terdengar. Kaivan sendiri asyik menyetir sementara Kimberly menatap jalanan ibu kota dari balik jendela mobil dengan pikiran menerawang.

Kaivan melirik Kimberly, lalu berdehem untuk mencairkan suasana.

"Maaf," ucap Kaivan datar.

Kimberly menoleh, "Untuk apa Pak?"

"Maaf atas ucapan Papah saya tadi, karena sikap dan kata-katanya mungkin menyakiti kamu," ucap Kaivan terdengar tulus walau tanpa berekspresi.

"Bapak ngapain minta maaf? Pak Radiv kan bicara seperti itu karena menganggap saya beneran pacar Bapak, sementara sekarang saya kembali menjadi karyawan Bapak. jadi tidak masalah ucapan itu menurut saya," dengan santai Kimberly menjawab namun bisa iya dibayangkan jika ternyata orang tua Kaivan cukup teliti dalam hal memilih pasangan untuk anaknya.

Kaivan manggut-manggut mengerti, walau tadi sempat takut jika Kimberly jadi terbawa perasaan.

Setelah beberapa menit, mobil Kaivan berhenti tepat didepan gerbang kos-kosan. Kimberly membuka pintu lalu keluar dan menyempatkan dulu untuk memberi salam kepada atasanya.

"Terima kasih Pak, maaf jadi merepotkan." katanya sambil membungkuk.

engga menjawab, Kaivan terlihat hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Lalu memutar mobilnya lebih dulu dan beranjak pergi.

Brukkk!

Kimberly merebahkan badanya dikasur, menatap langit-langit kamarnya lalu mengangkat tangan yang tadi sempat digenggam Kaivan dengan erat.

"Huft, sikapnya bener-bener beda banget anjir, tadi itu, ... kayak' beneran dia pacar gue. Aaaa," Kimberly histeris sambil menggigit ujung bantal dan menahan senyum tertahan.

"Huss, apaansi Kim! sadar tadi itu cuma pura-pura," monolognya berbicara sendiri dengan bahu yang melemah.

keesokan paginya, terlihat Kaivan sedang menerima panggilan dari rekan kerjanya. Karena buru-buru membuatnya tidak waspada saat berjalan, hingga tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang yang sedang membawa minuman es kopi.

"astagah!" pekik seorang wanita terkejut.

"Mata kamu buta!" Kaivan meradang, lalu mendongak si empu kopi yang berhasil membuat kemeja bersihnya menjadi kotor penuh dengan kopi.

"ck, punya mata dipakai! kemeja saya kotor karena kopi kamu," decak Kaivan saat tau ternyata Kimberly lah si pemilik kopi tersebut.

"Maaf Pak saya tidak lihat kalau ada Bapak," sesal Kim minta maaf, "Biar saya bersihkan baju Bapak, sebentar!" tambah Kim lalu mengambil sebuah tisu kering di dalam pouch kecil yang selalu iya bawa ke mana-mana.

"Sini biar saya bersihkan," Kimberly mendekatkan jaraknya dengan Kaivan hendak membersihkan sisa kopi yang menempel, tapi sayang tanganya ditepis Kaivan lebih dulu.

"Tidak perlu! nanti tangan kamu malah menambah kotor kemeja saya," desisnya tajam membuat Kimberly tersentak dan melebarkan matanya sambil menganga.

Beberapa karyawan yang baru dateng bahkan ikut menyaksikan interaksi keduanya.

"Pak tapi tangan saya bersih," koreksi Kim memperlihatkan telapak tanganya yang putih bersih dengan polosnya.

"Ck, kamu budek?" decak Kaivan dengan tatapan naik turun.

"Ada apasih Van? lah kemeja lo kenapa jadi kotor gini?" tanya Arvelio yang baru saja tiba.

Sementara Kimberly menggaruk pelipisnya yang tak gatal karena bingung harus berbuat apa.

"Ck, di tumpahin kopi sama dia," jawab Kaivan ketus.

"Tapi saya kan engga sengaja Pa-" belum juga selesai dengan ucapanya, Kimberly langsung mengatupkan kedua bibir nya saat Kaivan pergi begitu saja. Lalu Arvelio mengedipkan satu matanya dengan genit untuk Kimberly dan mengikuti langkah sahabatnya itu.

"Huftt, mimpi apa gue semalem," Kim menarik nafas kasar dan mengeluh seketika.

Diruangan pribadinya Kaivan membuka kemeja kerjanya yang tadi terkena tumpahan kopi, untung saja diruanganya selalu tersedia kemeja kerja cadangan untuknya.

"Yang ini aja gimana?" ucap Arvelio saat memberikan satu kemeja kerja berwarna sky blue.

"Yaudh boleh, gue buru-buru soalnya udah ditungguin sama para pemegam saham," katanya datar, lalu meraih kemeja yang diberikan Arvelio.

Kaivan itu tipe cowo pemilih, bahkan dalam urusan seperti ini pun iya lebih suka jika Arvelio yang membantu di banding sekretarisnya. itulah mengapa sempat ada desas-desus jika Kaivan ini penyuka sesama jenis, alis homo.

Beberapa jam setelahnya, Kimberly kembali beraktifitas seperti biasa, mengedit beberapa buku yang hendak diterbitkan beberapa minggu ini.

"Lepaskan! lepaskan saya, biarkan saya masuk dan bertemu dengan atasan kalian." teriak seorang wanita yang berusia 35 tahun memasuki ruangan editor dengan emosi yang menggunung.

"Ada apa ini? siapa wanita ini?" tanya Pak Handoko terkejut.

"Maaf Pak, wanita ini memaksa masuk kesini dan marah-marah sejak tadi," ucap salah satu security di perusahaan itu.

Kimberly berdiri, kemudian menghampiri wanita yang usianya lebih tua darinya.

"Mba raina ya? penulis novel 'secret admirer'?" tanya Kim lebih tepatnya menebak.

Pak Handoko serta editor yang lainya tercengang karena Kim mengenal wanita itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status