Home / Romansa / Kontrak Cinta Si Tuan Dingin / Bab 25: Aku Butuh Kamu

Share

Bab 25: Aku Butuh Kamu

Author: Gema senja
last update Last Updated: 2025-07-08 10:33:19

Pagi di rumah Alvano tidak pernah sehangat pagi ini. Bukan karena matahari yang bersinar lebih cerah, tapi karena senyum Aira yang tampak di meja makan.

Ia menyeduh teh sendiri, mengenakan kemeja putih kebesaran—milik Alvano yang entah sejak kapan masuk ke cucian pribadinya. Rambutnya dikuncir asal, wajahnya tanpa riasan, tapi justru tampak lebih segar.

Alvano yang baru turun dari tangga sempat terdiam beberapa detik melihatnya. Ada sesuatu yang aneh di dadanya. Sesak, tapi menenangkan.

"Kenapa kamu pakai bajuku?" tanyanya, mendekat.

Aira menoleh sekilas, menahan senyum. "Kamar aku lagi bocor, bocornya air AC. Baju-bajuku belum sempat disetrika, jadi aku pinjam ini. Kebetulan nyaman."

Alvano mengangguk, duduk di seberangnya. "Kamu kelihatan... beda."

“Beda gimana?” tanya Aira curiga.

“Lebih seperti istri sungguhan,” jawab Alvano tanpa ragu.

Aira tertawa kecil. “Kamu ngomong gitu dengan ekspresi flat, jadi aku bingung ini pujian atau sarkas.”

Alvano tidak tertawa. Ia
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 34: Luka yang Tak Mau Disembuhkan

    Sudah tiga hari Alvano belum kembali. Rumah megah itu tetap sunyi. Para pelayan berjalan dengan langkah hati-hati, seolah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Aira tetap menjalani aktivitas seperti biasa—bangun pagi, bekerja di kantor, lalu pulang ke rumah yang terlalu sepi untuk disebut rumah. Tapi hari ini berbeda. Saat Aira membuka pintu rumah, Peter sudah berdiri menunggunya. “Pak Alvano sudah di kamar kerjanya,” ucapnya, singkat. Jantung Aira mencelos. Sesuatu di dadanya menegang, antara lega dan was-was. Dengan langkah pelan, ia menuju ke lantai atas. Suara detak sepatunya di tangga terdengar lebih keras dari biasanya. Ia sempat berhenti di depan pintu kayu besar itu, menarik napas dalam-dalam, lalu mengetuk dua kali. Tak ada jawaban. Ia membuka pintunya perlahan. Di dalam, Alvano duduk di balik meja kerjanya, menatap laptop tanpa benar-benar fokus. Lingkaran gelap di bawah matanya jelas terlihat, dan bajunya kusut seperti belum diganti selama berhari-hari. “

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 33: Dorongan yang Menyakitkan

    “Aku pikir kamu mau berubah…” Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Aira ketika Alvano untuk kesekian kalinya menghindarinya pagi itu. Ia berdiri di depan ruang kerja Alvano. Baru saja ia mengetuk pintu dan masuk—ingin memberikan secangkir kopi hangat seperti biasanya—tapi pria itu malah berkata dingin, “Tinggalkan di meja. Aku sibuk.” Aira menggigit bibirnya. “Kamu bahkan nggak bisa menatap aku lagi, Van?” Alvano menghela napas, masih memandangi layar laptopnya tanpa sedikit pun meliriknya. “Jangan mulai pagi-pagi begini, Aira. Aku benar-benar sibuk.” “Bukan karena kerjaan, kan?” suara Aira mulai meninggi. “Tapi karena kamu takut. Takut karena semalam kamu menunjukkan sisi lemah kamu ke aku. Takut karena kamu tahu, aku bisa masuk ke dalam benteng kamu yang selama ini kamu jaga mati-matian!” Alvano berdiri tiba-tiba. Suaranya rendah, tapi mengandung tekanan. “Berhenti.” Aira terdiam, terkejut oleh nada suara itu. Tapi matanya tetap menatapnya, tidak mundur. “Aku

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 32: Luka yang Tak Mau Disentuh

    “Masih sakit?” tanya Aira pelan, tangannya menyodorkan gel hangat ke arah Alvano yang sedang duduk di sofa, sebelah tangannya memegang sisi pinggang yang memar. “Tidak,” jawab Alvano cepat, terlalu cepat. Aira mengangkat alis, tapi tak berkata apa-apa. Ia duduk di hadapannya, membuka tutup botol dan mengoleskan gel itu ke kulitnya yang lebam. Alvano meringis pelan, tapi tidak mengelak. “Kalau kamu bilang ‘tidak sakit’ tapi wajah kamu nyengir kayak gitu, artinya bohong,” gumam Aira sambil terus mengoles. “Aku cuma enggak mau kelihatan lemah.” “Lemah bukan berarti salah, Van,” bisik Aira. Hening sejenak. Alvano menunduk. Tatapan matanya kosong, seperti sedang berusaha menelan ingatan yang enggan dia buka. Aira tahu, ini lebih dari sekadar luka di kulit. “Setiap kali kamu deket, aku takut,” ujarnya tiba-tiba. Aira berhenti bergerak. “Takut kenapa?” “Karena kamu ngingetin aku sama perasaan yang pernah bikin aku hancur. Perasaan kalau aku punya sesuatu yang berharga… sesu

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 31: Luka yang Tak Pernah Hilang

    “Alvano itu... punya adik, dulu.” Kalimat itu meluncur dari mulut Bunda Sari, ibu Alvano, saat Aira tengah membantunya menata bunga di taman belakang. Awalnya, Aira hanya ingin menghindari canggung setelah malam panjang dan jujur bersama Alvano. Tapi siapa sangka, pagi itu malah membuka bab baru yang lebih gelap. Aira menghentikan tangannya yang sedang memotong batang bunga mawar. “Punya adik?” Bunda Sari mengangguk pelan. “Namanya Alvira. Dua tahun lebih muda dari Alvano. Cantik, ceria, dan... jantung keluarga ini. Tapi dia meninggal saat mereka remaja.” Aira menelan ludah. Hatinya mulai terasa sesak tanpa alasan jelas. “Gimana... bisa meninggal?” tanyanya hati-hati. Bunda Sari menatap ke depan, pandangannya menerobos ke masa lalu. “Kecelakaan mobil. Dan saat itu... Alvano yang nyetir.” Deg. “Waktu itu hujan deras. Mereka pulang dari tempat les. Alvira memaksa pulang karena lupa matiin setrika di rumah. Alvano nurut. Tapi di jalan, mereka nabrak pembatas. Alvira tewas

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 30: Cinta yang Tak Ada dalam Kontrak

    Aira berdiri di balkon kamar, memandangi langit malam yang mulai mendung. Angin berhembus pelan, tapi pikirannya seperti badai. Kata-kata Alvano siang tadi terus mengendap di benaknya. “Aku enggak mau kehilangan kamu, Aira.” Kalimat itu seharusnya bisa membuat hatinya berbunga. Tapi nyatanya, justru membuatnya semakin takut. “Kalau ternyata ini cuma cara dia meredam skandal?” gumamnya sendiri. Pintu balkon terbuka pelan. Suara langkah kaki terdengar di belakangnya, lalu aroma parfumnya yang khas menyergap. “Udara dingin. Kau bisa masuk angin.” Alvano berdiri di samping Aira, menyerahkan selimut kecil ke bahunya. Aira menerimanya tanpa bicara. Diam mereka seperti menyimpan banyak hal yang belum selesai. “Besok ada meeting jam sembilan. Mau ikut?” tanya Alvano, lebih seperti basa-basi. Aira menatap wajah Alvano. “Meeting penting?” “Lumayan. Aku mau presentasikan proyek kerja sama dengan perusahaan luar.” “Lalu... aku sebagai istri atau sekretaris?” Alvano tak langs

  • Kontrak Cinta Si Tuan Dingin   Bab 29: Istriku, dan Aku Mencintainya

    “Kau gila?” Nada suara Dira—rekan kerja Alvano sekaligus kepala PR perusahaan—bergetar marah di ujung telepon. “Media makin menggila! Hashtag #CewekBayaran trending seharian! Kita butuh klarifikasi secepatnya!” Alvano memejamkan mata di ruangannya yang kini sepi. Laptop di depannya masih menampilkan halaman berita gosip yang memajang foto Aira dengan judul menyakitkan: Istri CEO Alvano hanya Kontrak? Karyawan Sebut Aira Dapat Bayaran Fantastis! Tangan Alvano mengepal. “Aku akan tangani sendiri,” katanya datar. Dira menghela napas, frustrasi. “Kalau kau enggak bicara, perusahaan bisa kena efek buruk. Investor mulai goyah. Ingat, ini bukan cuma soal kamu dan istrimu.” Klik. Alvano menutup panggilan tanpa menjawab. Pandangannya kini jatuh ke foto pernikahannya dengan Aira yang terpajang di meja. Senyum Aira di foto itu… tidak ada. Hanya tatapan kosong, seperti perempuan yang sedang bertahan hidup. Ia berdiri. --- Sementara itu, Aira duduk di balkon lantai atas. Pandan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status