Share

Bab 3

Author: Nur Hayati
last update Last Updated: 2024-05-10 23:43:40

Freya merasa tersentuh oleh sikap peduli dan pengorbanan Desi. Di tengah kesulitan mencari pekerjaan, dia merasa bersyukur memiliki anak yang peduli dengan kesejahteraannya. Meskipun tertekan oleh situasi keuangan, Freya merasa semakin bersemangat untuk terus mencari pekerjaan demi memberikan yang terbaik untuk Desi.

Setelah menyeka air mata yang mengalir di pipinya, Freya memberikan senyuman hangat kepada Desi. "Terima kasih, sayang. Mama sangat beruntung memiliki anak sebaik kamu."

Desi membalas pelukan ibunya dengan hangat. "Maafkan aku jika membuatmu khawatir, Ma. Aku akan berusaha keras untuk membantu Mama. Kita akan melewati semua ini bersama-sama."

Mereka berdua duduk di ruang tamu, memeluk satu sama lain dalam keheningan yang penuh makna.

Freya memutuskan untuk tidak menyerah. Dia akan terus mencari peluang, memperjuangkan masa depan yang lebih baik untuk dirinya dan kedua putrinya. Dengan tekad yang kuat dan dukungan dari putrinya, dia yakin bahwa suatu hari nanti mereka akan melampaui segala rintangan dan meraih kebahagiaan yang mereka impikan.

"Mama jangan bersedih lagi, ya." Dengan lembut Desi mengusap pipi putih Freya.

Freya tersenyum padanya dengan mata berkaca-kaca, terharu oleh kebaikan dan keteguhan hati putrinya. "Terima kasih, sayang. Mama akan berusaha."

Desi mengangguk dengan mantap, menampilkan keberanian di matanya yang masih muda. "Kita akan melalui ini bersama-sama, Ma. Aku percaya pada kita."

Mereka berdua duduk di ruang tamu yang sederhana, meskipun suasana di sekeliling mereka dipenuhi dengan ketegangan finansial, tetapi ada kehangatan di antara mereka. Yang mampu saling menguatkan satu dan lainnya.

Freya kembali memeluk Desi erat, merasakan kehangatan dan kekuatan dalam pelukan putrinya. "Kamu adalah cahaya dalam kegelapan, Desi. Mama tidak akan pernah bisa cukup berterima kasih padamu."

Desi tersenyum, membalas pelukan ibunya dengan penuh kasih sayang. "Kamu juga adalah cahaya dalam hidupku, Ma. Bersama-sama, kita bisa mengatasi segala rintangan." Gadis cantik itu pun mulai dewasa karena keadaannya yang sekarang.

"Ya sudah, Ma. Nasi gorengnya dimakan, Dina mau ke kamar dulu nemenin adik bermain," pamitnya sembari tersenyum.

"Terima kasih ya, Din." Freya membalas senyuman putrinya.

"Sama-sama, Ma."

Dengan cepat, wanita cantik itu menghabiskan nasi goreng sisa putrinya. Memang sedari perutnya lapar, tapi sengaja ditahan agar kedua putrinya tidak mengkhawatirkannya.

Setelah nasi gorengnya tandas, wanita cantik mulai membuka ponselnya kembali untuk mencari lowongan pekerjaan yang cocok untuk dirinya. Apa pun itu, yang terpenting halal dan bisa menghidupi kedua putrinya hingga tidak putus sekolah.

"Jadi pelayan restoran kayaknya memang cocok untukku," ujarnya saat melihat ada lowongan pekerjaan di salah satu restoran. Akan tetapi, setelah melihat syarat dan ketentuannya dia mengurungkan niatnya. Wanita cantik itu tidak mau memakai rok mini dengan melepaskan hijab yang selama ini dikenakannya.

Setelah beberapa menit mencari, wanita cantik itu mulai berpikir kembali. "Ternyata memang tidak mudah mencari pekerjaan yang cocok untukku."

Meskipun sudah merasa lelah, tapi wanita cantik itu tidak pantang semangat karena tidak ingin masa depan kedua putrinya terlantar begitu saja.

Setelah mencari kembali di sosial media, akhirnya Freya mendapatkan lima lowongan yang menurutnya cocok untuk dirinya yang cuma lulusan SMA.

"Besok pagi aku harus datang ke kantor lebih pagi, siapa tahu saja aku diterima." Freya mulai menutup ponselnya, lalu pergi ke kamar putrinya untuk memastikan keduanya sudah tidur. Dengan langkah perlahan, wanita cantik itu pun membuka pintu kamar Dina.

"Mereka sudah terlelap, alangkah baiknya aku juga segera istirahat agar besok pagi tidak kesiangan dan ngantuk." Freya bermonolog.

***

Pagi ini, Freya bangun dengan tekad baru. Dia berencana untuk datang ke kantor-kantor yang ada lowongan pekerjaannya, dia tidak pantang menyerah pada rintangan yang mungkin ada di depannya. Desi selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan moral dan kekuatan yang dia butuhkan.

Sedangkan Dina ditugaskan untuk menemani sang adik, sebab gadis kecil itu saat ini sedang libur di sekolah.

"Titip adikmu ya, Din. Pokoknya jangan biarkan orang asing masuk ke rumah, meskipun itu ayah kalian. Tunggu Mama pulang, jangan ke mana-mana," ujar Freya menasihati anak yang paling tertua.

"Baik, Ma. Mama hati-hati di jalan ya," ujar Dina sembari mencium punggung tangan sang Mama.

"Kamu juga baik-baik di rumah ya," ujar Freya yang memang hatinya merasa khawatir jika meninggalkan kedua putrinya cuma berdua saja di rumah.

Wanita cantik itu sudah berpakaian rapi berwarna hitam putih, wajahnya dirias setipis mungkin agar lebih menarik. Di bawah matahari yang semakin meninggi, Freya berjalan kaki dengan santai sembari menikmati indahnya jalanan yang dipadati oleh kendaraan yang berlalu lalang ke sana ke mari. Dalam benaknya, ingin sekali naik angkot. Namun, untuk saat ini wanita cantik itu harus berhemat hingga mendapatkan sebuah pekerjaan yang memang diinginkan.

Di saat menyebrangi jalan, sebuah mobil tidak sengaja menabrak dirinya hingga terjatuh ke aspal. Beruntung tidak ada bagian tubuh yang terluka, dia segera bangkit dan membereskan diri.

"Maaf, aku gak sengaja. Kamu gak papa 'kan?" tanya pria yang baru saja turun dari mobil.

"Aku gapapa," sahut Freya tanpa melihat wajah pria yang ada di hadapannya.

"Lebih baik kita ke rumah sakit terdekat, takutnya ada luka dalam." Pria yang berpakaian rapi itu terus berusaha untuk mengajak Freya periksa.

Akan tetapi, wanita cantik itu tetap menolak. Justru dengan cepat melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan, jadi dia buru-buru pergi karena tidak ingin membuang-buang waktu.

"Aku benar-benar gapapa, aku pergi dulu karena buru-buru." Freya mulai melenggang pergi begitu saja tanpa memperhatikan wajah pria yang tadi menawarkan bantuan.

Langkah kakinya semakin dipercepat, hingga wanita cantik itu sampai di salah satu perusahaan yang membutuhkan asisten pribadi. Sebenarnya wanita cantik itu tidak yakin akan diterima, tapi dia berpikir apa salahnya berusaha? Walaupun hanya lulusan SMA kalau sudah rizkinya, maka apa pun bisa saja terjadi.

Dia melihat beberapa wanita yang mengantri, tidak ada satu pun yang berpenampilan seperti dirinya yang begitu sederhana. Kalau membandingkan seperti itu, rasanya Freya ingin menyerah tanpa harus memulai. Namun, semua tekad harus dilakukan ketika mengingat kedua putrinya.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya giliran Freya masuk ke ruangan HRD untuk melakukan wawancara. Hatinya mulai berdegup kencang, dia grogi karena memang tidak memiliki pengalaman kerja.

"Duduk!" perintah pria yang saat ini duduk di kursi sambil membelakangi Freya. Lalu, kursinya mulai memutar hingga melihat wajah wanita cantik yang saat ini sedang berusaha untuk tenang dan menyingkirkan rasa groginya.

Setiap pertanyaan yang diberikan tidak mampu dijawab oleh Freya, sebab dirinya memang tidak memiliki kemampuan apa pun serta informasi perusahaan yang saat ini didatanginya.

"Kamu ke sini hanya buang-buang waktuku saja, lebih baik kamu keluar sekarang juga! Wanita yang modal tampang sepertimu cuma pantas jadi wanita penghibur saja!" ujar pria berkulit sawo matang itu dengan sarkas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 39

    Sesampainya mereka di rumah, Dina masih teringat akan kejahatan Hera. Bahkan menimbulkan rasa trauma dalam dirinya.Freya mengelus rambut Dina dengan penuh kasih sayang, mencoba menenangkan gemuruh di hati putrinya. Malam itu, mereka berdua duduk di sofa ruang tamu, dibalut selimut tebal untuk mengusir dinginnya malam. Di luar, hujan rintik-rintik mengiringi suara lembut Freya yang terus berusaha menenangkan Dina."Nak, ingatlah selalu bahwa kamu aman sekarang. Mama akan selalu ada di sini untukmu," kata Freya sambil mengecup kening Dina.Dina mengangguk pelan, matanya mulai berat karena rasa kantuk. "Ma, apakah Hera tidak akan kembali lagi?"Freya tersenyum, meskipun ada kekhawatiran di dalam hatinya. "Tidak, sayang. Hera sudah pergi jauh dan tidak akan mengganggu kita lagi. Kita sudah aman di sini."Mata Dina perlahan terpejam, merasakan kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan ibunya. Freya terus membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bahwa perlahan-lahan luka di hati Dina akan

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 38

    Sesampainya Freya di tempat tujuan, dia langsung menghampiri Juminten yang sedang kebingungan."Kamu sudah cari, mbok? Apa belum ketemu juga?" tanyanya cemas."Sudah, hanya saja non Dina tidak ditemukan." Juminten merasa bersalah karena lengah menjaga gadis kecil itu. "Lebih baik kita berpencar, Mbok. Siapa tahu saja nanti ketemu," ujar Freya. Pada saat itu juga, ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal masuk. Wanita cantik itu pun tanpa pikir panjang langsung mengangkat panggilan tersebut. Dia yakin, pasti nomor asing itu akan memberitahu di mana anaknya berada.Memang benar, ternyata panggilan itu dari Hera. Dia meminta wanita cantik itu untuk menemuinya di suatu tempat. Bahkan dia mengancam akan berbuat sesuatu yang buruk pada Dina jika Freya tidak datang seorang diri. Dengan terpaksa, Freya mengiyakannya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya. Freya merasakan jantungnya berdetak kencang saat menutup telepon. Pikirannya berkecamuk denga

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 37

    "Kamu jangan menangis ya, sebab aku akan menikah dengan Hera." Barry berbicara penuh jumawa.Freya terdiam tanpa berkata apa pun lagi, lalu mengambil undangan yang diberikan oleh mantan suaminya. "Kamu harus datang ke pernikahanku." Barry berbicara penuh harap. Freya memandangi undangan itu dengan tatapan kosong. Sampulnya berwarna emas dengan hiasan bunga-bunga yang tampak mewah."Aku pasti datang." Freya menjawab dengan tegas."Jangan lupa bawa pasanganmu juga," ucap Barry memberikan senyuman meremehkan."Tenang saja, aku akan membawa pasanganku." Freya menaruh undangan tersebut dalam tasnya."Sudah tidak ada kepentingan lagi 'kan?" tanya Freya sinis. "Kalau memang sudah tidak ada kepentingan lagi, lebih baik kamu pergi sekarang juga." Dengan tegas wanita cantik itu mengusir mantan suaminya."Oh ... ternyata kamu sudah semakin sombong sekarang?" cetus Barry tidak terima dengan perlakuan mantan istrinya. Freya menatap Barry dengan dingin, bibirnya mengerucut dalam ekspresi yang pe

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 36

    Aarav merasakan gelombang ketegangan yang menjalar melalui tubuhnya. Kata-kata Sisca menggema dalam pikirannya, memunculkan kekhawatiran yang belum sempat dia tanggapi. Bagaimana ia bisa menjelaskan kepada orang tuanya tentang kondisi Freya tanpa mengungkit masa lalunya yang rumit?Freya merasakan perubahan dalam diri Aarav, dan dengan lembut, dia meremas tangannya. "Aku tahu ini sulit," bisiknya, "Tapi aku yakin mereka akan mengerti, terutama setelah mereka mengenalku lebih baik."Aarav menatap mata Freya yang penuh keyakinan. Keberanian dan ketulusan dalam dirinya memberikan dorongan yang ia butuhkan. "Aku akan berbicara dengan mereka," jawabnya akhirnya, menghela napas panjang. "Orang tuaku memang sangat konservatif, tetapi mereka selalu menginginkan yang terbaik untukku. Aku yakin mereka akan menerima Freya dan anak-anaknya, meskipun mungkin butuh waktu."Sisca tersenyum penuh pengertian, mengetahui bahwa Aarav akan menghadapi tantangan yang berat. Tanpa pikir panjang, wanita sete

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 35

    Malam itu menjadi malam yang membahagiakan bagi Aarav, sebab Freya sudah mau terbuka padanya. Bahkan dia merasa hubungan mereka semakin dekat saja, bahkan perihal pertemuan orang tua mereka masing-masing. Sebenarnya ada rasa takut dalam hati wanita cantik itu karena selama ini telah bersikap tidak baik pada kedua orang tuanya karena memaksa menikah dengan Barry. "Kalau memang kamu belum siap bertemu dengan kedua orang tuamu, biarkan aku saja yang menemui mereka untuk meminta restu," ujar Aarav memberikan usulan."Gak bisa, Aarav. Tidak semudah itu, kedua orang tuaku keras. Terlebih, mereka pasti tidak tahu kalau aku sudah berpisah dari Barry." Freya berusaha untuk tidak membuat Aarav kesulitan jika harus meminta restu, apalagi pernikahan mereka bisa dibilang palsu. "Lantas, bagaimana kita akan menjelaskan pada Mamaku?" tanya Aarav penasaran. "Aku juga gak punya solusi." Freya ikut kebingungan. Sudah tidak ada jalan keluar, jadi pria itu pun memiliki ide untuk memperlancar pernikah

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 34

    Hera menghentikan mobil Aarav secara tiba-tiba, lalu mulai mengancam untuk tidak ikut campur dengan urusannya dengan Freya. "Aku tidak bermaksud ikut campur, aku dan dia akan menikah." Aarav mulai berterus terang. Hera terpaku sejenak, menatap Aarav dengan mata menyala penuh amarah. "Menikah? Dengan Freya?" suaranya bergetar, antara tidak percaya dan marah. "Kau pikir ini lelucon? Kau bahkan tidak tahu siapa Freya sebenarnya."Aarav menatap Hera dengan tenang, mencoba menenangkan diri. "Aku tahu lebih dari yang kau kira, Hera. Freya adalah wanita yang luar biasa, dan aku mencintainya."Hera menggelengkan kepala, bibirnya mengecil menjadi garis tipis. "Kau benar-benar tidak mengerti. Urusan ini jauh lebih rumit daripada yang kau bayangkan. Freya memiliki masa lalu yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dan sekarang, kau sudah terlibat terlalu dalam."Aarav merasakan ada sesuatu yang gelap dan tidak terkatakan di balik kata-kata Hera. "Apa maksudmu? Masa lalu apa yang begitu mengerika

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 33

    "Sudah lama kenal Aarav? Dan kapan kalian jadian terus memutuskan untuk menikah?" tanya Jenar penasaran. Akan tetapi, Freya gugup dan tidak tahu harus menjawab apa. Beruntung pria tampan itu langsung menjawab dengan senyum tenang."Sebetulnya, kami baru kenal satu bulan," ujar Aarav dengan nada santai. "Saat itu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kami. Jadi, aku langsung mengajaknya menikah."Jenar tercengang mendengar jawaban dari putranya. "Satu bulan? Serius? Kenapa secepat itu?""Kan Mama sendiri yang bilang aku harus secepatnya menikah, ya sudah kalau kita sudah sama-sama cocok. Mau tunggu apalagi?" cetus Aarav memberikan senyuman."Ya gak gitu juga, Aarav. Tetap saja, kamu harus melihat dari segi bibit, bebet dan bobotnya. Gak bisa langsung ajak nikah begini. Kalau ternyata dia keturunan dari keluarga yang tidak baik-baik gimana?" bisik Jenar dengan nada yang begitu pelan agar tidak didengar oleh Freya. "Mama tenang saja, tidak usah khawatir. Aku yang lebih tahu ba

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 32

    Freya masih menatap Aarav dengan mata membulat. Kepanikan bercampur kebingungan jelas terlihat di wajahnya. Aarav menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat."Freya, aku tahu ini mendadak dan mungkin membuatmu tidak nyaman. Tapi Mama itu sangat tradisional. Dia ingin bertemu dengan calon menantunya sebelum pernikahan, bahkan jika itu hanya pernikahan kontrak," jelas Aarav dengan nada tenang namun tegas.Freya menggeleng pelan. "Tapi Aarav, kita tahu pernikahan ini hanya formalitas. Mengapa harus melibatkan keluargamu? Tidak bisakah kita menjaga jarak dari hal-hal pribadi seperti ini?"Aarav terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. "Aku mengerti perasaanmu. Namun, Mama tidak akan menerima begitu saja kalau aku menikah tanpa mengenalkanmu. Dia sudah banyak berkorban untukku, dan aku tidak ingin mengecewakannya."Freya menggigit bibirnya, pertanda pikirannya sedang berkecamuk. Di satu sisi, dia memahami pentingnya memenuhi harapan keluarga Aarav. Namun, di sisi

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 31

    Jelas saja Freya mengambil uang yang diberikan oleh mantan suaminya."Aku harap kamu tidak meminta uang ini kembali setelah diberikan kepada anak-anak." Freya kembali mengingatkan. Mantan suaminya menghela napas panjang. "Aku tahu, Freya. Aku tidak akan meminta kembali. Ini untuk mereka."Freya mengangguk pelan, matanya menunjukkan rasa lega meski ada bayang-bayang kekhawatiran. "Baiklah, terima kasih, Barry. Anak-anak sangat membutuhkan ini untuk masa depan mereka."Barry mengangguk. "Bagaimana kabar mereka?" tanyanya, suaranya lembut namun penuh perhatian."Anak-anak baik-baik saja," jawab Freya. "Kamu gak usah khawatir, selama calon istrimu itu tidak mengganggu kehidupan kami lagi." Barry tidak bisa mengatakan apa pun lagi, melainkan berlalu pergi begitu saja. Freya menatap punggung Barry yang menjauh, menghela napas dalam-dalam. Setelah sejenak menenangkan diri, dia berjalan menuju kafe terdekat tempat dia berjanji untuk bertemu Aarav. Jalanan kota siang itu tidak terlalu ramai

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status