Saatnya ke Puncak tiba, Dion beserta teman-temannya berkumpul di rumah Daniel. Mereka berasa reunian sambil jalan-jalan. Sebelum naik mobil, mereka berpoto dan mengambil video tertawa bersama. Tampak Laura mendekati dan agak menempel pada Dion bikin Nanda jijik. Istri Fero bernama Tanti pun memperhatikan kegenitan Laura pada Dion. Tanti terngangah melihat pakaian Laura yang membentuk garis tubuhnya.“Kamu gak enek Nanda lihat suami kamu ditempelin makhluk halus?” bisik Tanti mencibir Laura, Tanti dan Nanda sudah berkenalan ketika akad pernikahan Dion dan Nanda.“Mau gimana lagi memang susah punya suami tampan, resikonya ya itu Tanti. Di luar kuasa aku bisa menjaga Dion dari makhluk apapun di muka bumi,” respon Nanda dengan bibirnya muncung. Nanda dan Tanti menggelengkan kepala mereka sama-sama tidak menyukai Laura. Selesai Dion dan teman-temannya berpoto ria, mereka melanjutkan untu menaiki mobil menuju puncak.Ada tiga mobil saat itu, mobil pertama milik Fero, Tanti dan satu anak
Setengah jam berlalu, Nanda terbangun dari tidur. Bercampur kaget, dia sudah mendapati dirinya terbaring di ranjang. Dia melihat sekeliling kamar tidak ada siapa-siapa, lalu dia keluar dan terdengar suara ramai. Nanda mancari asal suara tersebut, ternyata mengarah taman samping pada kolam renang di vila.“Nanda ayo berenang, seru banget tuh lihat pemandangannya.” Pekik Tanti yang sedang asyik berenang dengan putranya. Tidak ketinggalan Laura dan Tiara juga sedang berenang.Vila milik keluarga Laura posisinya berada di atas, sangat indah sekali pemandangannya di lihat dari Vila keluarga Laura. Terdapat lima kamar di vila keluarga Laura.Nanda begitu minder melihat lekukan indah tubuh Laura, sedangkan Dion dan teman laki-laki lainnya sedang sibuk mengobrol duduk di kolam renang. Lantas Nanda berganti baju renang, setelan baju renang nya berwarna abu-abu, berlengan pendek dan juga Kerah leher agak terbuka. Disertai rambut ikal Nanda yang hitam yang sekarang sangat terawat, membuat aurany
Tanti menghampiri Nanda yang sedang duduk termenung di pinggir kolam renang, meratapi kesalahan Dion. Nanda tidak mengira selama pernikahan mereka, Dion tega bermalam bersama wanita lain.Nanda membantin, ”Dia bisa leluasa tidur sama wanita lain, berarti aku juga boleh dekat dengan siapa pun.""Nanda,” tegur Tanti.Nanda menyunggingkan senyum menahan kecewa tapi dia tidak bisa marah besar pada Dion. Dia kembali mengingat, jika dia dan Dion melakukan pernikahan kontrak. “Nanda are you ok?” tanya Tanti mengelus kepala Nanda.“Ya aku fine-fine aja.” jawab Nanda tersenyum kecil.Dia tidak berani protes ikut campur ke ranah pribadi Dion. Semua yang dilakukan Dion termasuk bermalam dengan Laura adalah hak Dion.Tanti rada curiga dengan sikap Nanda yang sengaja meredam amarahnya. Tanti bergeming, “Sepertinya ada sesuatu yang besar menahan Nanda, kenapa dia tidak marah pada Dion tapi apa, masa suami sendiri tidur sama wanita lain dia malah kabur”.Lantas melihat Nanda seaka menekan emosinya
Besoknya masih di vila, pagi-pagi sekali Arya sudah tiba di vila milik keluarga Laura. Mereka semua yang sedang berkemas tampak kaget sekali. Terutama Dion tersentak mendatangi Arya, mereka berhadapan langsung mata ketemu mata.“Siapa yang menyuruh kamu jauh-jauh ke sini, jangan bilang Nanda?” tanya Dion.“Aku jauh-jauh ke sini sebagai Arya bukan sebagai bawahan kamu,” jawab Arya yang sangat berani memicu kebencian pada Dion.“Kamu benar-benar tidak takut aku pecat,” ancam Dion.“Ingat kata Pak Hanif, kamu tidak bisa pecat pegawai tanpa alasan yang kuat. Kamu CEO tidak etis memecat karyawan hanya karena rasa cemburu kamu,” sengit Arya, menimbulkan kepalan tangan Dion yang hendak mengambil ancang-ancang memukulnya.Nanda melihat perdebatan anatara Dion dan Arya, dia lekas mencegah keduanya dan marah pada Dion.“Aku pulang sama Arya,” kata Nanda.“Kamu kenapa seperti ini, kamu bukan Nanda yang aku kenal. Kamu istri aku, kamu harus pulang bareng aku,” oceh Dion menahan Nanda.“Justru aku
Sepulangnya Nanda ke rumah di antar masuk oleh Arya. Dion yang saat itu di bakar cemburu mendorong tubuh Arya.Bug!Arya menahan tubuhnya dari dorongan Dion, hendusan nafas amarah Dion tergambar jelas, dari sorot matanya yang menyemkan. Dia bahkan ingin segera menonjok wajah Arya yang bersikekeh, terlihat menantangnya. "Dion hentikan," pekik Nanda."Masuk kamu," kata Dion menarik kuat tangan Nanda sampai Nanda lirih kesakitan."Lepaskan dia," Arya ngegas."Kamu benar-benar," Dion berkata dengan kuat menyabet kerah baju Arya. Dia kalap sekali karena panas hati, Nanda berani menghabiskan waktu dengan laki-laki lain."Berhenti Dion," amuk Nanda dan khilaf menampar wajah Dion.Dion yang setelah merasakan tamparan pedas dari Nanda. Melepaskan cengkraman tangannya dari baju Arya dan memutuskan kembali masuk ke kamarnya.Dari raut wajah Nanda dia sangat menyesal, dia seketika terbengong karena bentuk kelima jarinya mengecap merah di wajah Dion. "Sebaiknya Kakak pulang saja, biar Dion jadi
Pulang dari bekerja, Dion tidak tampak Nanda di ruang tv. Dia mengetuk pintu tempat tidur Nanda, tidak ada jawaban dari Nanda, Dion inisiatif membuka pintu tanpa izin Nanda."Nanda," kata Dion. Nanda yang sedari tadi terbaring saja di tempat tidur hanya menganggukan kepala, merespon panggilan Dion.Terpampang juga di atas meja kecil mangkok bekas bubur di samping kasur. Dion memegang kening Nanda mengecek suhu tubuh Nanda, Dion kaget sekali suhu tubuh Nanda sangat panas. Kedua kelopak mata Nanda berkedip-kedip setengah sadar. Dion ingin mengendong Nanda membawanya ke rumah sakit tapi Nanda tidak mau, dia jenuh berlama-lama di rumah sakit. Alasannya karena mendiang Ibunya lama di rawat dalam rumah sakit."Aku gak mau di bawah ke rumah sakit, tempat itu paling aku hindari." kata Nanda pelan.Dion menghubungi Alvin tapi tidak ada jawaban, ternyata Nanda sudah membeli obat penurun panas dan antibiotik sendiri. Dia memesan online dan di antar kurir, begitu juga bubur juga dia pesan online.
Di dalam ruang kerja, Papanya dan Dion bicara empat mata. Dion sudah membungkus rapat-rapat rasa kesalnya pada Papanya. Dia harus mengutamakan harta keluarganya agar tidak jatuh pada Feni.“Sekarang kamu mau bicara apa sama Papa?” tanya Papanya Dion.“Aku mau minta maaf sama Papa,” kata Dion menurunkan egonya.“Apa tujuan kamu minta maaf sama Papa? Bukankah kamu mau masukan Papa ke penjara? Kamu Papa di hukum bukan?” tekan Papanya.“Soal itu aku tidak lagi mau ikut campur, biarlah menjadi urusan Papa dan Mama. Setelah kesembuhan Mama membaik, aku ingin Papa menyerahkan diri pada Mama. Jangan jadi pecundang Pa, kesalahan Papa sudah termasuk kriminal.” Oceh Dion.‘Cetarrr’Papanya membanting cangkir beling, berisi air putih di atas meja kerjanya. Papanya tidak terima Dion bicara jelek tentang dirinya. Terus menerus mengulik masa lalu dia yang kelam. Mengingat dia lari dari kesalahannya yang fatal, membuat Papanya tersiksa setiap hari. “Dion gak bermaksud bikin Papa marah lagi, aku juga
Nanda mengirim pesan pada Dion, jika dia ingin menginap semalam di rumah Ayahnya. Dion tidak membalas pesan Nanda, dia malas merespon Nanda.Dion berdiskusi dengan Hanif tentang omongan Papanya akan menjadikan cucunya sebagai ahli waris perusahaan Papa."Gimana pendapat kamu Hanif?" tanya Dion."Terpaksa memang Pak Dion harus buat Ibu Nanda hamil," tanggap Hanif."Saya sudah tidur dengannya, kenapa dia tidak hamil-hamil," ceplos Dion sedikit bikin Hanif kaget.Dion juga baru sadar dia membongkar sendiri di depan Hanif, jika Nanda sudah tidak perawan lagi. Wajar saja dia meniduri Nanda, mereka sudah halal menikah.Dion bermuka tambeng saja depan Hanif, seolah mengatakan meniduri Nanda hal yang lumrah."Pak Dion bawak Ibu Nanda konsul dengan Dokter kandungan," saran Hanif."Dia tidak mau di periksa, dia masih belum melupakan pengobatan Ibunya. Dia menghindari sekali masuk rumah sakit," jelas Dion."Apa kami adopsi anak saja," Dion bicara asal."Jangan Pak Dion, kasihan anak itu merasa h