Share

Bab 3 Hadiah Mas Kawin

Author: Zia Ivy
last update Last Updated: 2025-06-11 11:51:09

Beberapa hari kemudian, suara burung berkicau di pohon menyejukkan suasana pagi hari ini.

Laura yang baru bangun dan beranjak dari tempat tidurnya ia menggeliatkan kedua tangannya. Lalu keluar kamar untuk memastikan keadaan ayahnya yang sudah pulang dari rumah sakit beharap keadaannya semakin membaik.

Baru saja dia berjalan menuruni tangga, terlihat ayah dan ibunya sedang bersama sang kaka berbicara santai namun terlihat sangat serius.

"Jaga dirimu baik-baik selama di Prancis nanti nak, ibu ingin melihat mu menang di acara penghargaan aktris terbaik nanti," Imbuh nyonya Widia menatap lembut penuh kebanggaan pada Larisa.

Larisa yang sedang mengemas beberapa barang ke kopernya, hanya mengangguk patuh. "Ibu dan ayah tenang saja, pokoknya aku akan membawa kabar baik untuk kalian, oleh-oleh apa yang kalian inginkan setelah nanti aku pulang?" Tanya Larisa terdengar begitu manja.

"Ayah tidak ingin apa-apa pulang lah dengan selamat nanti," sambung Tuan Bastian tersenyum, kata-katanya penuh restu saat mendukung karier putri sulungnya.

Laura masih mematung di sudut tangga, pupil mata indahnya terlihat memerah menahan tangis, sesekali ia mengigit bibirnya menahan rasa sakit hati. Karena melihat sikap kedua orang tuanya yang tampak jelas berbeda padanya dan sang Kaka.

Sekilas Laura dejavu, di mana saat Kecil mereka dulu. Larisa yang lebih cantik dan lebih pintar darinya selalu mengambil perhatian besar.

Bahkan selalu di bangga-banggakan oleh orang tua mereka, sempat ada satu moment di mana dia memperlihatkan hasil wisudanya tidak pernah di gubris sekali pun. Malah memprioritaskan memilih satu agency terbaik untuk Larisa.

"Apakah karena Kaka lebih cantik, lebih pintar dan lebih membanggakan? Sampai mereka tidak pernah mengganggap ku ada?" Beberapa pertanyaan menyeruak dalam batin Laura.

Perih dan sakit menyelimuti hati Laura, namun apalah daya sebagai putri terkecil dia tidak mempunyai kemampuan untuk merubah semua keadaan yang membelenggunya saat ini.

"Tuan, tidak usah khawatir. Putri saya sudah setuju dengan pernikahan ini jadi kami akan menyiapkan pesta pernikahan yang mewah dan megah untuk kedua anak kita."

Suara bariton sang ayah membuyarkan lamunan Laura. Jantungnya berdegup sangat kencang. Perasaan gelisah ketika ayahnya begitu bersemangat untuk membahas pernikahan itu.

Membuat dia semakin sedih, lalu memutuskan kembali ke kamarnya dengan langkah kaki yang pelan hampir tak terdengar.

Namun Larisa yang sudah melihat, segera memanggil. "Adik, kamu sudah bangun?"

Langkah Laura terhenti, ia menarik nafas dalam-dalam lalu perlahan memutar badan dan memancarkan senyum manis, untuk menutupi rasa sedih saat melihat moment hangat mereka.

"Kakak, iya aku baru bangun. Bagaimana kondisi ayah apa sudah membaik?" Tanya Laura berusaha melupakan yang telah dia lihat tadi lalu menghampiri dan ikut bergabung di ruang keluarga.

Tuan Bastian yang baru saja selesai menutup pembicaraan dengan calon besannya perlahan membalikan badan menatap serius pada Laura.

"Ayah sudah membaik, ingat Laura. Kamu harus bersiap karena pesta pernikahan akan di langsungkan beberapa hari lagi."

"Setelah resmi menikah, jadilah istri dan menantu yang baik di sana. Jangan membuat keluarga kita malu."

Laura mengangguk, wajah manisnya terlihat pasrah saat kedua orang tuanya mewanti-wanti, karena percuma juga beradu argument apa lagi jika sampai membahayakan kondisi penyakit jantung ayahnya.

"I-iya ayah, ibu. Aku tahu.." Laura tersenyum getir, mata indahnya berkaca-kaca. Berusaha menerima apa yang sudah di putuskan demi kebaikan keluarga.

"Bagus! Ibu pegang kata-kata mu."

"Jika dia berani merubah keputusan, lebih baik ayah dan ibu usir saja dari rumah," Usul Larisa memutar kedua bola mata malas, seraya mengukir senyum sinis di wajah oval-nya.

Kedua paruh baya itu setuju, Laura hanya menghela nafas berat. Saat mendengar perkataan kakaknya yang selalu bersikap semena-mena.

Tak ingin membuang waktu lagi, Larisa yang memiliki jadwal sebuah acara penting. kini wanita berprofesi sebagai aktris itu pun bergegas pamit.

Tuan Bastian dan Nyonya Widia, mengantarkan Larisa ke depan rumah dan membantu membawa beberapa barangnya.

Namun ketika mereka membuka pintu rumah di kejutkan oleh seorang pria berjas hitam dan beberapa rekannya yang baru saja akan menekan bel.

"Selamat siang, apakah ini rumah tuan Bastian?" Sapa pria itu melontarkan satu pertanyaan dengan tubuh setengah membungkuk penuh rasa hormat.

Kedua paruh baya itu dan Larisa pun saling menatap dengan kening yang berkerut penuh keheranan, Laura yang berada di belakang hanya bisa mendengar suara samar-samar di depannya.

Tanpa ragu tuan Bastian membenarkan dan mengklaim, jika dia memang pemilik rumah dan orang yang di cari lalu dia berbalik tanya pada pria itu apa maksud dan tujuan mereka.

Sebagai seorang utusan tuan Handoko sekaligus asisten kepercayaannya putra sulung sang konglomerat nomor satu, dia mulai menjelaskan jika kedatangan mereka hanya untuk mengantarkan beberapa mahar pernikahan yang sudah di janjikan untuk mempelai pengantin wanita.

Kedua bola mata Nyonya Widia dan Larisa terbelalak, saat melihat para pengawal yang berjajar sangat banyak kurang lebih berjumlah dua puluh orang membawa satu kotak berwarna merah yang berisi beberapa emas berupa batang dan koin, serta barang-barang wanita tas, sepatu dan beberapa gaun mewah dari brand terkenal dunia.

Membuat ibu dan anak itu menelan ludah, sampai tatapan mereka berbinar-binar melihat semua barang berharga dan mewah yang ada di depan mata.

"Bu, barang-barangnya mewah sekali aku mau," bisik Larisa menatap iba penuh harap.

"Tenang, nak. Itu semua untuk mu," Kata Nyonya Widia memegang lengan Larisa.

Larisa bernafas lega seraya memancarkan senyum penuh kemenangan, setelah ibunya menjamin jika barang-barang itu akan di simpan untuknya.

Setelah melihat apa yang ada di kotak-kotak mewah, tuan Bastian tanpa sungkan menerima semua mengingat tadi hal ini sudah di bicarakan di telepon.

"Tolong simpan semuanya di sana," Titahnya menunjuk ke arah meja.

"Baik tuan."

Para pengawal itu segera berjalan dan menata rapih semua Hadiah mas kawin yang sengaja di kirim oleh bos mereka lebih awal ke kediaman tuan Bastian.

Setelah mereka pergi, Laura yang baru melihat begitu banyak kotak tersusun rapih di atas meja. Membuat ia menghampiri ibu dan kakaknya.

"Bu, mereka siapa dan barang-barang itu apa?" Celetuk Laura dengan sikap polos dan rasa penasaran. Karena tadi tidak sempat melihat terhalang oleh mereka.

Larisa melirik dan mendengus kesal, saat adiknya bertanya. "Kamu ini kepo sekali Laura, tidak ada urusan dengan mu sana pergi lebih baik buatkan aku jus mangga sebelum aku berangkat," Perintahnya.

Laura tersentak, saat melihat tanggapan sang kakak. "Ma-maafkan aku ka, aku hanya bertanya saja. Kakak tidak perlu semarah itu."

"Heh, sudah jangan banyak tanya lagi, apakah kamu tuli? Buatkan aku jus sekarang!"

"Ba-baik ka," Laura menggelengkan kepala, sungguh terkadang dia tidak mengerti dengan sikap Larisa selalu kasar tanpa ada alasan yang jelas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 89 Jangan Berharap Lebih

    Tring Dua gelas anggur merah saling beradu, saat Larisa dan Erland sudah melakukan sebuah kesepakatan untuk menjalankan rencana mereka. "Aku akan melakukan sesuai perintah mu, tapi aku ingin uang muka lebih dulu!" Tuntut Erland dengan terkekeh. Sembari menyimpan gelas kosong bekas cairan merah yang memabukkan itu. Larisa memutar kedua bola mata malasnya, saat mendengar permintaan Erland yang begitu haus akan uang. "Ck, oke. aku di muka lima belas juta dulu, baru sisanya setelah kamu selesaikan tugasnya!" Larisa melemparkan satu gepok uang tepat di atas meja. Kedua bola mata Erland melebar, senyuman serakah terpancar jelas di wajahnya. Bahkan dia berjanji akan melakukan semua perintah Larisa. "Kamu tenang saja Larisa, aku akan membuat kami seperti pacaran lagi," Ucap Erland dengan penuh keyakinan. Lalu segera pergi, membeli beberapa arang kesukaan "Okey! aku pegang kata-kata mu!" Larisa pergi dengan penuh keangkuhan. Setelah mereka berdua saling menukar nomor ponsel.

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab. 89 Mengajak Kerja Sama

    "Larisa! Kamu tenang nak!"Larisa mendelik, saat sang ibu berusaha untuk menenangkan dirinya. Bagaimana bisa dia tenang setelah tahu jika pria yang selama ini dia tolak ternyata begitu tampan dan sempurna."Ibu lihat sendiri kan, ternyata Dave tidak cacat benar-benar keterlaluan dia membohongi aku, aku tidak rela Laura malah hidup enak di keluarga Farmosa sementara karier ku hancur!" Larisa sangat kesal, dia mematikan televisi karena iri saat melihat Laura yang saat ini menyandang gelar istri Dave. Tapi bukan Larisa jika dia tidak bisa mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Aku sangat suka dia Bu, ternyata dia tampan sekali," Cicit Larisa mengigit jemari lentiknya saat mendapatkan sebuah ide untuk mendekati Dave. Kening Widia mengerut rapat, saat melihat putrinya yang malah tersenyum tanpa alasan yang jelas. "Larisa! Apa yang kamu pikirkan?"Larisa menoleh, dia mulai membisikan sebuah ide brilian yang menurutnya akan bisa menjerat dan membuat Dave jatuh hati padanya. Seba

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 88 Merasa Iri

    "Kondisi janinnya sangat baik dan kondisi nyonya muda sangat sehat, hanya perlu meminum vitamin tambahan saja untuk mengurangi rasa mual," Imbuh sang Dokter dengan hasil pemeriksaannya. Oma Nena dan juga Nyonya Marina menghela nafas lega, karena merasa ikut bahagia dan senang. "Syukurlah kalau tidak ada masalah dan keduanya sehat, kami sangat menantikan kelahiran calon pewaris utama kami menanti cicit pertama. "Tumbuh yang sehat ya sayang, Dave mengelus lembut perut Laura. Jantung Laura berdegup sangat kencang, saat mendengar perkataan Dave yang membuat dia sangat terharu. "Ya ampun, apakah aku tidak salah dengar? Barusan mas Dave mengajak bicara calon bayi kita," batin Laura menatap nanar sang suami. Kedua paruh baya itu pun saling menatap satu sama lain, lalu mereka mengantarkan Dokter Irma keluar. Suasana di dalam kamar terasa hening dan canggung, terlebih lagi saat Laura segera menutup kembali kancing kimononya. "Kau harus ikut dengan ku, hari ini nyonya Cristine

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 87 Laura Yang Dilema

    Laura lebih memilih untuk ke dalam, dari pada harus berdebat dengan suaminya yang selalu saja berpikiran negatif padanya. "Maaf mas, aku tidak sengaja," sesalnya. Dave mendengus kesal, saat melihat Laura yang malah pergi begitu saja sebelum dia selesai berbicara. "Laura! Kau harus berhati-hati jangan sampai terjatuh lagi!" Seketika Laura menyandarkan tubuhnya di balik pintu dengan dada yang masih mengembang kempis tak menentu. "I-iya mas!" Sahut Laura pelan dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. Dave hanya menggelengkan kepala, dia tidak menyangka jika dirinya sudah sangat ceroboh karena identitas dirinya sudah terbongkar di depan Laura. "Ck, bodoh!" Geramnya merutuki diri sendiri, mengingat hari ini dia mendapat sebuah undangan dari koleganya nyonya Cristine dan Tuan Andrew membuat dia terpaksa harus mengajak Laura ke pesta penting peluncuran produk baru propertinya. Dave tidak ingin sampai terlambat dia segera bersiap untuk ke acara itu, tak lupa juga mengirim pesan

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 86 Suami Ku Ternyata Tampan

    "Shit!" Suara erangan Dave terdengar menggema di ruangan kamar mewah dan besar itu, wajah tampannya tampak menenggadah menikmati sensasi kenikmatan surga dunia yang sulit untuk dia ungkap dengan sebuah kata-kata. Derit ranjang pun seolah menjadi saksi bisu permainan ranjang Dave, yang terlihat sudah tak bisa mengendalikan gejolak hasrat. Yang saat ini membakar dirinya. Peluh bercucuran membasahi tubuh kedua insan yang saat ini tengah menyatu, sedih dan bahagia bercampur aduk dalam hati Laura. Ternyata sosok suami yang misterius begitu menawan. "Monica!" Laura yang tengah berusaha menahan hasrat yang membelenggu dirinya, seketika dia mengerutkan dahi saat mendengar nama wanita yang terlontar di bibir suaminya. "Monica? siapa?" Jemari lentik Laura pun terhenti saat ia membelai paras Dave, rasa penasaran itu menyeruak dalam hati saat berada dalam keadaan yang tak berdaya. Bohong jika Laura tidak terpikat dengan sosok suaminya, tapi rasa kecewanya sangat besar saat ia ta

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 85 Identitas Yang Terbongkar

    Dave menyunggingkan senyum smrik, saat Laura malah melontar balikan pertanyaan padanya. " Heh! Kau ini pura-pura polos atau sok alim?" Laura menggelengkan kepala dia sungguh tidak mengerti apa maksud dari pertanyaan sang suami yang sulit untuk dia pahami. "A-aku benar-benar tidak mengerti mas? Tentu saja bayi ini milik kita," Laura berusaha meyakinkan. Walaupun hatinya sedikit terluka karena seolah Dave memandang rendah pada harga dirinya sebagai seorang wanita. "Benarkah? Apakah wanita keturunan penipu seperti mu masih bisa di percaya?" Dave menatap remeh Laura. Sembari menyangkup kasar dagu lancip Laura. Sampai membuat Laura sulit untuk bernafas, hingga kedua iris matanya sampai meneteskan air mata."Su-sungguh mas aku tidak bohong, aku melakukan itu dengan mas pertama kali," Ungkap Laura. Darah Dave semakin mendidih, dia tidak percaya begitu saja. Tanpa ragu dia memperlihatkan video yang di kirimkan padanya tadi dari seseorang yang misterius. Kedua bola mata Laura membulat, ja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status