Share

Bab 2 Tidak Punya Pilihan

Author: Zia Ivy
last update Last Updated: 2025-06-11 11:48:29

Laura terduduk lemas di kursi tunggu ia menutup wajah dengan kedua tangan mungilnya, hati dan pikirannya saat ini seolah tengah berperang hebat.

Dia sangat dilema, antara impian dan baktinya pada kedua orang tua. Kedua hal itu saat ini membayangi isi kepala. "Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya dalam hati penuh kebingungan dan kegelisahan.

Sementara Larisa dan ibunya duduk di sebrang, sebagai putri pertama yang selalu di manja oleh kedua orang tuanya membuat Larisa tak bosan mengingatkan.

"Bu, ibu harus membujuk Laura bagaimana pun caranya. Aku tidak mau jika kita sampai jatuh miskin. Bisa-bisa karier ku terancam juga," Larisa menggerutu sembari menatap nyalang ke arah Laura yang ada di depannya.

Widia memegang erat tangan Larisa, wanita paruh baya itu pun meyakinkan.

"Larisa, kamu tenang saja nak, ibu tidak akan membiarkan putri membanggakan seperti mu, menghabiskan waktu untuk menikahi pria yang berwajah cacat dan kejam biarkan Laura saja," Bisik Widia mengusap lembut rambut panjang putri kesayangannya itu.

Larisa memancarkan senyum licik, hatinya merasa tenang. "Makasih Bu, ibu memang ibu terbaik," Larisa merangkul dan memeluk erat ibunya.

Laura menatap nanar pemandangan pahit, saat ibunya memeluk penuh ketulusan pada sang kakak. Bohong jika dia tidak cemburu karena selama ini dia tidak pernah merasakannya.

"Ibu dan ayah sangat menyayangi Ka Larisa, kenapa aku tidak pernah mendapatkan pelukan seperti itu?" Batin Laura bertanya-tanya.

Tapi Laura berusaha menepis semua pemikiran negatif. "Ayah dan ibu juga sangat menyayangi ku," tegas Laura mengepalkan kedua tangan dan berusaha menghibur diri sendiri.

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Laura, terlihat seorang pria berjas putih baru keluar ruangan IGD. Membuatnya segera beranjak lalu menghampiri.

"Dokter, bagaimana kondisi ayah?"

"Suami ku kondisinya bagaimana Dok?"

Dokter Harun menghela nafas sejenak, perlahan dia melepaskan kaca mata putihnya lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Laura dan nyonya Widia.

"Pasien mengalami serangan jantung ringan beruntung segera di bawa ke sini, jadi kami masih bisa menanganinya, tapi.." Ujar sang Dokter yang terjeda sejenak.

Laura, ibu dan kakaknya menghela nafas lega. Akan tetapi melihat raut wajah sang Dokter terlihat begitu serius membuat kening Laura berkerut.

"Ta-tapi kenapa Dokter?" Laura meminta Dokter Harun untuk memperjelas perkataannya.

"Jangan sampai pasien marah atau syok berat karena mungkin akibatnya akan lebih fatal dan kami tidak bisa menjamin keselamatannya," imbuh Dokter Harun dengan nada tegas.

Lalu dia pergi setelah memberikan penjelasan.

Laura terdiam dan mencerna semua peringatan Dokter Harun, ibu dan kakaknya lebih dulu masuk ke dalam ruangan memastikan keadaan sang ayah.

"Untung ayah selamat, aku tidak boleh membuatnya marah dan kaget lagi," Laura berjanji pada dirinya sendiri.

Suara langkah kaki pelannya mulai memasuki dan menggema di ruangan di mana tuan Bastian kini tengah terbaring tak berdaya, beberapa alat medis terlihat menghiasi tubuhnya. Terutama alat Elektro kardiogram, terlihat tak stabil. Membuat Laura sangat sedih.

"Ayah!"

Tuan Bastian perlahan membuka kedua bola matanya, saat mendengar suara Laura. Ingin sekali dia berbicara namun mulutnya terhalang oleh alat bantu pernapasan.

Laura menggelengkan kepala, ia menatap nanar wajah tua sang ayah dengan penuh rasa penyesalan. "Ayah jangan banyak bergerak dulu, maafkan aku, aku sangat menyesal." Ungkap Laura meremas kedua jemari dengan wajah yang tertunduk.

Baru saja nyonya Widia ingin menegur Laura, karena sudah berani berdebat dan membangkang perintah suaminya.

Tiba-tiba saja terdengar suara ponsel tuan Bastian yang terus saja berdering, membuat kebisingan di sana. Karena kesal nyonya Widia segera meraih benda pipih persegi canggih itu lalu membuka dan membaca pesan yang membuatnya sangat terkejut.

"Ibu, ada apa?" Tanya Larisa penasaran, saat melihat raut wajah ibunya yang berubah menjadi muram.

Nyonya Widia memperlihatkan pesan chat dari tuan Handoko, yang bernada peringatan jika pernikahan kedua putra mereka tinggal menghitung hari dan harus benar-benar di langsungkan sesuai yang sudah di sepakati, jika tidak semua aset dan rumahnya akan di sita sebagai pelunas hutang tuan Bastian yang sudah menumpuk pada mereka.

Larisa sangat cemas, dia tidak ingin Jika sampai jatuh miskin. Ia menoleh dan membidik ke arah Laura.

"Kamu lihat Laura, ayah sangat tertekan. Selain para karyawan yang demo sekarang koleganya menekan tidak kah kamu merasa kasihan?"

Satu pertanyaan Larisa membuat Laura semakin terpojok, di tambah nyonya Widia yang semakin menatap tajam membuat gadis yang baru berusia dua puluh tiga tahunan itu pun memejamkan kedua pelupuk matanya.

"A-aku bersedia menikah selama itu membuat ayah sembuh dan terbaik untuk keluarga kita," Laura setuju, suaranya terdengar gemetar. Meskipun hatinya berat.

Entah sosok pria macam apa yang akan menjadi suaminya nanti, yang jelas kesembuhan sang ayah adalah prioritas utama yang lebih penting dari segala-galanya untuk saat ini.

Kedua bola mata Nyonya Widia dan Larisa membeliak, senyum sinis penuh kepuasan terjerat jelas di raut wajah keduanya.

"Nah, begitu dong. Harusnya kamu dari tadi setuju tidak harus berdebat dengan ayah dulu, ibu sangat bangga pada mu nak," Imbuh Widia mendaratkan tangan tepat di bahu putri bungsunya.

Laura hanya mengangguk patuh dia menatap sang ayah, terlihat tuan Bastian yang tengah terbaring bernafas lega.

Begitu juga dengan Larisa, hatinya sangat lega setelah sang adik mau patuh atas keputusan mereka.

"Ingat Laura, kamu jangan sampai berubah pikiran lagi. Kalau tidak mau keluarga kita hancur dan jadi gembel. Lagi pula menjadi ibu rumah tangga sangat cocok untuk mu," Ledek Larisa menatap remeh Laura sembari melipat kedua tangan di dada dengan penuh kesombongan.

Laura tidak ingin menyanggah lagi, karena dia tidak ingin ayahnya sakit yang nanti akan menjadi penyesalan dalam hidupnya.

***

Sementara di kediaman tuan Handoko (Farmosa Family) terlihat seorang pria pria berdiri di atas balkon kamar besar dalam suasana gelap yang hanya di terangi cahaya bulan.

Langkah kaki besar pria paruh baya yang di kenal sebagai konglo merat nomor satu di seluruh kota, mendekati putra sulungnya yang saat ini tengah berdiri membelakanginya.

"Dave! sebentar lagi pernikahan kalian akan segera di langsungkan. Ayah harap kamu segera memberikan keturunan."

Tuan Handoko tak pernah absen untuk mengingatkan putra tertua dari ketiga saudara itu, mengingat begitu banyak isu liar yang beredar di circle bisnisnya atau pun di dunia Maya.

Jika setelah mengalami kecelakaan itu putranya sangat jarang mengandeng seorang wanita ke setiap acara formal perusahaan atau pun acara resmi lain.

Lelaki yang bertubuh tinggi dan berbahu tegak itu hanya menjawab dengan sebuah deheman saja, sesekali terlihat menghembuskan asap filter rokoknya.

Melihat sang putra yang diam membuat Tuan Handoko kesal. "Ingat Dave! jangan hanya karena satu wanita kau menghancurkan hidup mu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ardiona Abigail
waahh berat nih. kayaknya pernikahan Laura dan Dave bakal anyep. Dave sdh duluan ada masalah sama perempuan keknya
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
semoga calon suaminya nggak jahat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 223 Kembali Bersama

    Baru saja Laura akan duduk, saat ia berjalan tak sengaja tersandung. Hingga membuatnya terjatuh ke atas pangkuan Dave, rambut wig yang dia kenakan pun terjatuh. Membuat dia sangat terkejut. "Laura!" Dave terkejut, sungguh dia sangat tidak percaya saat melihat wanita yang selama ini dia rindukan ternyata ada di depan matanya. Laura tertegun, mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan kedua bola mata berkaca-kaca. Tak bisa lagi mengelak saat Dave melihat semuanya. "Laura! Ini beneran kamu sayang?" Dave tersenyum getir, dia menyangkup dagu lancip istri tercinta. "Mas Dave, a—aku..." Belum sempat Laura menuntaskan perkatannya. Dave memeluk erat istrinya, dia melepas rindu. Laura tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, dia pun tidak peduli lagi tentang apa pun. "Mas Dave, maafkan aku," Sesal Laura.Perlahan Dave mengecup dahi Laura, mereka saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang sangat dalam. Laura segera beranjak. Dave masih menunggu apa yang sebenarnya terjadi.

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 222 Rindu Terpendam

    "Akhirnya mas Dave, sudah melihat video itu pasti dia sudah sangat membenci Laura," Larisa menyeringai puas, saat mendapatkan satu pesan dari orang kepercayaannya. Widia yang baru saja selesai menyajikan makan siang, ia tak sengaja melihat putrinya, segera dia menghampiri. "Larisa, kamu kenapa nak senyum-senyum sendiri?" Tanya Widia penasaran sembari menepuk bahu putrinya. Larisa terhenyak kaget, saat z sang ibu yang tiba-tiba saja berada di belakangnya. "Astaga ibu, kena Deepa bikin Ku kaget," Larisa menggerutu kesal. Sampai bibirnya mengerucut. "Ibu cuma mau kasih tahu kalau makan siang 3eeLarisa tahu betul, jika ibunya tidak e hal yang di tutupi darinya, sampai ia tidak w pilihan lain lagi selain menceritakan semuanya tentang dia yang sudah merekayasa sebuah video mirip Laura sedang bermesraan bersama pria lain. Kedua bola mata Widia berbinar, dia sangat senang. Karena langkah awal yang dia sarankan sudah di lakukan oleh putrinya. "Wah itu bagus Larisa, setelah Dave benci Lau

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 221 Hati Yang Berdebar

    Rio memperlihatkan video rekaman di mana Erik dan seorang wanita yang tak cukup jelas sedang mengintai dari jauh ke arah Erland, saat mereka dulu sedang melakukan jumpa fans. "Kau sudah tahu siapa mereka?" Dave memastikan pada Rio, dengan nada menekan, dan tidak mau tahu jawabnya harus Jelas. Setelah Rio mengawasi, dia baru ingat jika Erik adalah seorang mantan aktor yang baru saja meninggal beberapa waktu Lalu, dia juga baru ingat jika di dalam berita kematian sang mendadak dan cukup misterius. Dave terdiam sejenak, dia berusaha berpikir karena pria itu sangat tidak asing untuknya. "Kau telisik lebih jauh lagi akun media sosialnya," Titah Dave tak mau di bantah. "Ba—baik tuan," Rio di saat itu juga mencari akun Erik, yang untungnya masih ada, dan hal yang membuat dia terkejut saat mendapati foto mesra dengan Larisa. Kedua alis tebal Dave menyatu, saat melihat Rio terlihat sangat terkejut dan seperti syok sekali. "Kenapa kau seperti itu?" Rio terhenyak, lalu dia memperlihatkan a

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 220 Tabir Kematian Erland

    Laura akhirnya selesai mengemas beberapa barangnya, Irish pun yang dari tadi sudah membantu baru saja akan memesan taxi online. Namun tiba-tiba saja Deril datang, dan sengaja menawarkan diri untuk mengantar mereka pulang. "Nona Irish, dan Airin, kebetulan aku bawa mobil kalian bisa ikut," Ucap Deril sengaja menghampiri. Irish dan Laura terkejut, karena tiba-tiba saja Deril ada di sana. "Kamu, ko bisa ada di sini?" Irish menatap keheranan. "Kebetulan aku jadi investor di rumah sakit ini, jadi sekalian aja aku ajak kalian pulang," Deril memberi penjelasan. Awalnya Laura ingin menolak, tapi entah kenapa Irish merasa tidak tega pada Deril yang sudah berniat baik. "Laura, gimana kalau kita terima niat baik tuan Deril? Lagian pake mobil pribadi lebih nyaman. Kalau pake taxi harus nunggu lama," Irish berusaha membujuk. Laura tidak punya pilihan lain lagi, hingga akhirnya dia hanya menuruti keinginan jagoan kecilnya dan sang sahabat. Gavin yang baru saja keluar dari toilet bersama peng

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 219 Video Misterius

    Beberapa hari kemudian, Laura yang sudah berkemas akan pulang dia di bantu jagoan kecilnya, terlihat sangat semangat. Namun mereka di kejutkan oleh kedatangan kedua pria berjas hitam membawa paper bag besar yang sudah di kirimkan oleh Dave, untuk Gavin. "Selamat pagi," ucap salah satu pria itu. Laura dan putranya saling menatap penuh keheranan, lalu ia mencecar sebuah pertanyaan penuh waspada. "Kalian siapa?" "Maaf nona jika kami telah menganggu anda, kami hanya ingin mengantarkan hadiah ini dari tuan untuk putra Nona," Jelas salah satu itu sembari menyodorkan. Gavin menatap dengan wajah mendongak, dia baru ingat jika paman tampan pamannya itu sudah janji akan memberikan banyak permen padanya. "Woah, ini pasti dari paman tampan mommy, sini kasih ke aku om-om," Pinta Gavin terlihat sudah tak sabar. Pria itu segera memberikan kedua paper bag berukuran besar itu, bocah kecil itu terlihat sangat antusias dan senang karena apa yang di janjikan sudah di penuhi. "Waw, lihat mommy. Per

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 218 Dibuat Baper

    "Tante kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Laura melontar balik pertanyaan sampai dia tersedak. Nyonya Rosa menjadi canggung, rasanya dia tidak enak hati jika harus mengatakan jika Billy, sudah cukup mencari calon istri. "Ah, tidak apa. Kamu tidak baik nak kalau single terus, biar ada yang jagain kamu dan Gavin," Nyonya Rosa mengutarakan pendapatnya. Laura terdiam sejenak, jemarinya meramas erat selimut, sampa tangannya berkeringat dingin. Dia mengatakan jika saat ini dirinya hanya fokus pada pekerjaannya dan Gavin saja. Nyonya Rosa melihat jelas, seperti ada keraguan dalam diri Laura untuk membangun hubungan baru dengan seorang pria. "Sepertinya bukan waktu yang tepat untuk mendekatkan Laura dan Bily, aku harus sedikit memberi waktu. Billy tidak ingin ibunya membuat Laura tidak nyaman, dia segera masuk ke dalam dan mengajaknya pulang. " Ibu, ini sudah malam, Laura perlu istirahat gimana kalau aku antar ibu pulang duku ya," ajak Billy mengedipkan sebelah mata pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status