Dua hari kemudian, pagi hari yang cerah udara dingin mulai menghiasi. Laura yang baru saja selesai mandi dia perlahan memastikan jika Dave masih tertidur. Melihat kondisinya yang menurutnya aman, perlahan gadis cantik itu pun membuka pintu lalu keluar, ia berjalan mengendap-endap tanpa mengeluarkan suara. "Sepertinya aman," Laura perlahan meraih dressnya, lalu mulai membuka kimono handuknya. Sampai jatuh ke lantai. Dave yang baru saja membuka kedua pelupuk matanya, dan tanpa sengaja ia menoleh suara bising yang ada di sebelah sampingnya. Tak sengaja melihat keindahan tubuh Laura yang membuat dia seketika membeku. Bahkan sebagai seorang pria dewasa bohong jika dia tidak tergoda dan terpana, sampai membuatnya menelan ludah beberapa kali. "Sial ternyata tubuh Laura indah sekali," Racau Dave dalam hati, sampai dia segera memalingkan pandangannya. Lengan kekarnya sampai tak sengaja menepis sebuah bantai sampai terjatuh ke bawah lantai. BRUUUUUKKK!!! Laura terhenyak kage
Satu pertanyaan Dave, membuat Laura tertegun sampai dia menjeda suapannya, rasa bahagia dan haru seolah bercampur dalam benaknya. "Laura! Apa kau tuli?" Dave terpaksa mengulangi ucapannya. "Aakh, iya mas. Tadi aku sudah makan seafood dengan Oma dan juga ibu jadi aga kenyang," Jelas Laura dengan nada lemah lembut. Kening Dave berkerut rapat, saat mendengar perkataan Laura yang membuat dia sedikit khawatir. "Seafood? Kalau lagi hamil harusnya lebih banyak makan sayuran jangan terlalu banyak lemak seperti itu," Dave kesal, karena merasa Laura selalu tidak patuh dengan perintahnya. Laura mengigit bibir atasnya, dia tahu jika Dave pasti akan ngomel kalau terlalu jujur makan kesukaannya. "Iya mas, aku tidak akan terlalu banyak makan daging lagi," Laura berjanji sampai menunjukkan sumpah kedua jemarinya. Dave menatap dalam Laura, dia baru tahu jika istrinya punya sisi lucu seperti anak kecil yang manja. "Aku pegang kata-kata mu Laura," Dave membalas uluran jari Laura. Sampai kedua tan
Laura terkesiap, saat baru melihat Dave sudah sadar, padahal kata Dokter tadi jika pengaruh obat biusnya belum ilang tapi ternyata malah lain kenyataannya. "Ma-mas sudah sadar? syukurlah. Aku sangat senang," Laura berusaha mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka. Dave yang masih dalam kondisi lemah, alis tebalnya terangkat sebelah. Saat mendengar dan melihat ekspresi wajah Laura yang sangat gugup. Sampai tampak jelas memerah padam. "Lalu kenapa kamu menangis? sampai mengenai wajah ku lagi?" Ketus Dave dengan suara khas baritonnya. Laura terlihat salah tingkah, dia sangat malu dan merasa tidak enak jika harus berkata jujur jika dirinya beberapa waktu lagi harus segera pergi dari rumah sesuai permintaan Larisa. "Maaf, jika sudah mengotori wajah mas," Sesal Laura tergagap, sampai dia memainkan jemarinya dengan wajah yang tertunduk. Dave hanya menggelengkan kepala, saat melihat Laura terlihat sangat canggung padanya. "Akkh!" Laura mengangkat wajahnya, dia terkejut
"Tante, bolehkan aku ikut melihat kondisi mas Dave?" Satu pertanyaan yang terlontar di bibir Larisa, membuat Nyonya Marina dan Oma Nena tercenggang. "Tidak boleh, Dave sudah menjadi suami Laura. Lagi pula ada kepentingan apa kamu mau menyusul mereka ke atas." Sinis Nyonya Nena, yang segera mencela permintaan Larisa. Larisa menatap kesal, saat di di tolak mentah-mentah oleh keluarga Dave berbeda dengan Laura. tadi begitu di sayang. Widia tidak ingin Larisa gegabah dalam bertindak, hingga membuat dia berusaha mencari alasan untuk menghangatkan suasana. "Nyonya besar jangan salah paham pada Larisa, dia adalah Kaka yang begitu cemas pada adiknya. Karena sebenarnya Laura sangat phobia saat melihat darah," Jelas Widia memasang senyum ramah. Semua orang di sana terkejut, saat mendengar tentang Laura terutama Nyonya Nena. "Benarkah? Laura sangat berbakti sebagai istri sampai rela mempertaruhkan kondisi dirinya, tapi sepertinya kita lebih baik pulang, Dave sedang terluka biarkan dia dan
Larisa menatap nyalang ke arah Laura, saat ibu mertuanya begitu menyayangi dan memanjakan nya dengan penuh perhatian. "Laura! makan yang banyak, tapi jangan yang pedas-pedas." Nyonya Marina sengaja mengambilkan beberapa makanan seafood yang saat ini ingin Laura makan. Bibir Larisa mengerucut, saat melihat begitu istimewanya Laura di keluarga Farmosa. Tak suka dengan pemandangan yang ada di depan mata. Kedua tangannya mengepal kuat menahan amarah yang rasanya ingin meledak seperti bom atom. Seketika Larisa mempunyai ide untuk bisa pergi bersama dengan Laura. "Adik! aku ingin ke kamar mandi wajah ku gerah, bisakah kamu antar," Permintaan Larisa memecah keheningan di tenda taman itu. Semua orang mengalihkan tatapannya ke arah Larisa, terutama nyonya Marina yang cukup kesal karena mengingat dia sangat menyia-nyiakan Dave. Laura tidak bisa menolak, dia segera beranjak dari tempat duduk dan pamit pada semua orang di sana. "ibu, Oma, aku antar ka Larisa dulu ya," ajak Laura.
"Laura! Bagaimana apakah Dave sudah mengangkatnya?"Pertanyaan Oma Nena membuat Laura memutar badan, lalu terlihat membeku karena memang sampai saat ini belum ada jawaban dari suaminya. Kening Nyonya Marina pun berkerut, di saat dia masih sibuk menyiapkan beberapa bahan BBQ yang di sukai oleh menantunya itu. "Loh ko malah bengong Laura?" Timpal Nyonya Marina yang masih menatap heran. Laura memancarkan senyum, lalu duduk di sana tanpa ada rasa kecanggungan lagi. "Ibu, oma mas Dave tidak menjawab. Mungkin dia sibuk ya," kata Laura yang berusaha berpikir positif. Kedua wanita tua itu saling menatap, dan berusaha menenangkan. "Iya, pasti tapi nanti Dave pasti akan segera balas atau segera pulang lebih awal.""Iya, Oma benar. Ayo makan dulu. Sudah lama aku tidak makan bersama-bersama." Laura berusaha tetap tenang, walaupun dia masih tidak tenang hatinya. Ketika para pelayan sudah menyajikan beberapa menu makanan di depan taman, tiba-tiba saja ketika Laura duduk bersama dan baru saja