Ketika dipanggil ‘sayang’ oleh Naven, jantung Nerissa berdebar-debar. Entah kenapa panggilan itu membuat perasaannya aneh.“Iya, saya ingat.” Nerissa tetap berusaha tenang.“Kalau kamu ingat, artinya kamarmu bukan bersama Ana.”Sejenak Nerissa sadar ketika Naven mengatakan hal itu. Yang Ana tahu dirinya dan Naven menikah sungguhan. Jadi akan aneh jika dia tidur terpisah dengan Naven.“Kamu juga aneh, Sa. Bagaimana bisa kamu tidur denganku? Kasihan suamimu tidur sendiri.” Ana langsung tertawa.Sebenarnya, Ana juga tadi sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Nerissa. Namun, belum bisa berkomentar karena Naven sedang mengajak bicara Nerissa.“Aku pikir karena ini liburan. Jadi aku bisa tidur denganmu. Lagi pula suamiku bisa tidur dengan Kiki.” Nerissa mencari alasan yang tepat untuk diberikan.Naven dan Kiki saling pandang. Mereka langsung bergidik ngeri membayangkan akan tidur dalam satu kamar.“Jangan biarkan suamimu tidur sendiri. Kasihan dia.” Ana mendorong tubuh Nerissa agar men
“Sa ....” Naven membangunkan Nerissa dengan menggoyang-goyangkan tubuh istrinya itu. Nerissa langsung membuka mata ketika Naven membangunkannya. “Ada apa?” tanyanya ingin tahu. “Matahari akan terbit, apa kamu tidak mau melihat?” Mendapati pertanyaan itu, Nerissa langsung teringat jika dia mau melihat matahari terbit. “Jam berapa ini?” “Masih jam setengah lima.” Dengan segera, Nerissa bangun. Dia duduk bersandar pada headboard tempat tidur. Matanya berusaha untuk dibuka lebar agar bisa melihat pemandangan di depannya. Kebetulan Naven sudah membuka gorden yang menutupi pintu kaca. Pintu kaca pun juga dibuka agar dapat melihat pemandangan di depan secara langsung. “Kamu masih mengantuk?” Naven melihat sang istri yang menyandarkan kepalanya di headboard tempat tidur. “Iya, saya masih mengantuk.” Nerissa mengangguk. “Kalau begitu sandarkan kepalamu di sini.” Naven menarik kepala Nerissa untuk bersandar ke bahunya. Apa yang dilakukan Naven itu jelas membuat Nerissa terkejut. Namu
“Karena aku mau berdua saja denganmu.” Naven tersenyum.Melihat senyum Naven itu membuat Nerissa benar-benar merasa takut sekali. Artinya dia akan berduaan dengan Naven saja.“Sudah, Sa. Sana masuk. Kapan lagi liburan berduaan seperti itu?” Ana pun ikut mengompori.Mau tidak mau Nerissa naik ke mobil bersama Naven.Ana pun masuk ke mobil Kiki.Sekali pun berada di mobil berdua saja, Naven dan Nerissa tidak ada yang bicara. Nerissa sibuk melihat pemandangan sepanjang jalan yang dilalui, sedangkan Naven sibuk melihat jalanan.Mobil mereka saling beriringan menuju ke pantai di mana mereka akan menyelam. Sebelum menyelam, mereka mengganti pakaian lebih dulu.Untuk sampai ke tempat menyelam, mereka harus naik ke kapal lebih dulu. Naven mengulurkan tangan pada sang istri saat naik kapal.Sikap perhatian Naven itu membuat hati Nerissa senang sekali. Tapi, dia tak mau menunjukkannya.“Sa, Pak Naven perhatian sekali. Kamu beruntung sekali dapat Pak Naven.”Mendengar pujian Ana itu, Nerissa han
Mendapati pertanyaan itu, Naven terdiam. Dia memikirkan bagaimana ke depan hubungannya dengan Evelyn. Padahal, dia masih menjalin hubungan dengan wanita itu, tapi justru mengejar Nerissa.“Aku akan mengakhiri hubungan dengan Evelyn, tapi aku akan mengatakan padanya jika dia selesai syuting. Aku tidak mau mengganggu konsentrasinya saat syuting.”Naven sadar jika keputusannya ini pasti akan membuat Evelyn terguncang. Jika hal itu terjadi, pasti akan susah berakting. Itu akan membuat karier Evelyn hancur. Karena itu, dia harus menunggu waktu yang tepat dan itu saat Evelyn menyelesaikan syuting.Syuting akan berlangsung selama setahun ini. Setelah itu, sisa promo-promo saja. Jadi mungkin saat itu dia akan mengatakannya.Kiki hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.Saat matahari mulai terbenam, Nerissa dan Ana bergabung dengan Naven dan Kiki. Mereka duduk di pinggir pantai.“Kenapa pesan duduknya hanya tiga?” Nerissa melihat jika hanya ada tiga kursi santai.“Karena kamu di sini bersama
“Pak Naven.” Sambil berjalan keluar, Nerissa terus memanggil. “Aku di sini.” Akhirnya suara Naven terdengar juga. Langkah Nerissa semakin dipercepat, keluar dari dalam vila yang gelap. Takut berada di tempat yang gelap. Saat keluar dari vila, Nerissa disambut dengan lampu kecil-kecil yang menghiasi kolam renang. Suasana begitu sangat romantis sekali. Meja makan di dekat kolam pun dihiasi dengan lilin yang memutari meja makan. Lilin itu berbentuk love dan tampak cantik sekali. Naven berjalan ke arah Nerissa. Tepat di depan Nerissa, pria itu memberikan buket bunga. “Untukmu.” Mendapati bunga itu, Nerissa bingung sekali. Namun, dia tetap menerima bunga tersebut. “Pak Naven yang menyiapkan semua ini?” “Iya.” Naven mengulurkan tangannya. Nerissa segera menerima uluran tangan suaminya itu. Walaupun di kepalanya banyak sekali pertanyaan, tapi dia berusaha bersabar untuk bertanya. Naven segera menarik kursi dan mempersilakan Nerissa untuk duduk. Tanpa penolakan, Nerissa segera dudu
Apa yang dikatakan Naven itu membuat langkah Nerissa yang mengayun saat berdansa, langsung terhenti.Ucapan Naven itu jelas membuatnya begitu terkejut sekali. Ribuan kali, dia meyakinkan diri jika hal ini tidak akan terjadi, tapi ternyata di luar prediksinya semua terjadi.Perlahan Nerissa melepaskan tangannya yang bertautan dengan tangan Naven. Tangan yang berada di bahu Naven pun dijauhkan. Melihat reaksi Nerissa membuat Naven terkejut. Dia pikir Nerissa akan suka dengan aksinya itu.“Sa ....”“Kenapa Pak Naven melakukan ini pada saya?” Naven merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh Nerissa.“Memang apa yang aku lakukan. Aku hanya mencintamu.”“Pak Naven tahu bukan jika ada kontrak pernikahan di antara kita. Bukankah harusnya Pak Naven tidak menggunakan perasaan.” Nerissa mencoba mengingatkan Naven. “Iya, aku tahu jika memang tidak seharusnya aku menggunakan perasaan. Tapi, perasaan itu datang begitu saja.” Naven sendiri tidak pernah menyangka jika perasaannya akan tumbuh s
“Ayo.” Kiki segera mengajak Ana untuk pergi dari restoran.“Mereka sudah selesai?” Ana tampak penasaran.“Iya.” Kiki hanya menjawab singkat.Mereka segera ke vila. Kiki harus mengantarkan Ana lebih dulu ke vila sebelum ke bar.“Pak Kiki tidak turun?” Ana yang melihat hanya dirinya sendiri yang turun pun merasa aneh.“Aku harus menemui Pak Naven dulu. Kamu masuk saja dan temani Bu Nerissa.” Kiki memberikan perintahnya.Ana sejujurnya bingung dengan apa yang terjadi. Dia bingung kenapa Naven sedang di luar dan Nerissa di vila sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi?Namun, tak mau banyak bertanya Ana segera turun dari mobil. Kemudian masuk ke vila untuk menemui Nerissa.Kiki langsung bergegas ke bar untuk menemui Naven. Dia harus tahu apa yang terjadi sampai atasannya itu ke bar setelah makan malam romantis.Ana yang masuk ke vila segera menuju ke kamar Nerissa. Dia ingin tahu apa yang terjadi.Tepat di depan kamar Nerissa, Ana mengetuk pintu lebih dulu. Hingga beberapa saat kemudian Neris
Semalaman, Nerissa terus memikirkan Naven yang mabuk. Sehingga pagi ini, dia minta pihak vila untuk membuatkan teh herbal. Dengan membawa nampan yang berisi secangkir teh herbal, Nerissa pergi ke kamar Naven.Bersamaan dengan Nerissa yang hendak naik ke lantai atas, Kiki turun ke lantai bawah. Mereka berpapasan di anak tangga paling atas. Kiki melihat apa yang dibawa oleh Nerissa. Dia yakin jika Nerissa ingin menemui Naven untuk memberikan teh tersebut. “Bu Nerissa mau menemui Pak Naven?” tanya Kiki. “Iya, aku mau menemui Pak Naven untuk memberikan teh herbal.” “Maaf, Bu. Sebaiknya saya saja yang memberikan teh tersebut.” Kiki tahu pasti Naven akan marah jikaNaven sudah berpesan untuk jangan sampai Nerissa melihatnya bangun tidur dengan keadaan kacau setelah mabuk. Ada rasa sedih ketika Kiki meminta teh yang dibawanya. Namun, Kiki pasti melakukan itu atas permintaan Naven seperti semalam Naven tidak mau tidur sekamar dengannya. “Baiklah.” Nerissa akhirnya memberikan nampan ber