“Harry.”
Nerissa tidak pernah menyangka jika Harry akan datang ke apartemennya. Jelas dia cukup takut mengingat di apartemen hanya dia sendiri. Ana belum pulang dari kantor.“Kita harus bicara.” Harry menatap Nerissa.“Tidak perlu ada yang dibicarakan.”“Kamu sadar bukan jika kita harus bicara.” Harry meraih tangan Nerissa. “Jelaskan kenapa kamu selingkuh dariku?”Namun, sebelum Harry meraih tangannya, Nerissa segera menarik tangannya. “Bukankah kamu yang selingkuh. Kenapa juga menuduh aku?”“Kamu—”“Sayang.” Belum sempat Harry selesai bicara, tiba-tiba suara bariton terdengar.Nerissa dan Harry menoleh ke sumber suara. Tampak Naven di sana. Tentu saja keberadaan Naven itu membuat Harry takut.Naven menghampiri Nerissa. Berdiri di samping Nerissa, tangannya merengkuh pinggang Nerissa. Seolah ingin menunjukan kepemilikannya.“Siapa ini, Sayang?” tanya Naven.“Saya teman Nerissa, Pak.” Harry segera menjawab sebelum Nerissa menjawab.Naven menarik senyum menyeringai mendengar jawaban Naven.“Lalu ada apa kamu ke sini?”“Saya tadi mengantarkan tas Nerissa. Karena tadi dia tidak kembali ke kantor. Jadi saya ke sini.” Harry memberikan alasan pada Naven. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Harry segera buru-buru pergi. Takut terlalu lama bersama Naven.Saat melihat Harry pergi, Naven segera masuk ke apartemen Nerissa. Nerissa segera menutup pintu dan menghampiri Naven.“Pak Naven masih di sini? Bukankah tadi Pak Naven bilang saya akan pergi?” Nerissa mencoba mengingat apa yang dikatakan Naven tadi.“Aku memang sudah mau pergi, tapi aku melihat mantan kekasihmu. Jadi, aku kembali lagi.”Ada kelegaan di hati Nerissa ketika Naven datang tadi, pria itu menyelematkan dirinya dari Harry. Jika Naven tidak datang, bisa saja Harry akan melakukan hal berbahaya padanya.
“Cepat bawa kopermu! Asistenku sudah datang. Aku memintanya menunggu di lobi.” Suara berat Naven kembali terdengar. Baru Nerissa bersyukur akan kedatangan Naven, tetapi pria itu bersikap dingin lagi.
Lantas, Nerissa buru-buru mengambil satu koper besar dan tas kecil miliknya yang ia letakkan di atas koper. Langkah Nerissa sempat terhenti ketika kopernya sulit ditarik. Masih sambil berusaha menarik kopernya, Nerissa melirik sekilas Naven. Pria itu tetap terus berjalan di depannya, tidak memedulikan dirinya yang kesulitan.
Hah, tetapi apa yang bisa diharapkan dari calon suami kontraknya itu? Mereka terpaksa menikah demi keuntungan mereka masing-masing. Tentu, Nerissa tidak bisa mengharapkan perhatian Naven, bahkan secuil pun, untuknya.
“Pergilah dengan Kiki!” Tepat di lobi, Naven memberikan perintah, setelah mengatakan hal itu, Naven berjalan ke mobil miliknya. Tidak membiarkan Nerissa mengucap sepatah kata pun.
Melihat sikap angkuh Naven itu, membuat Nerissa menguatkan dirinya. Nerissa yakin jika pernikahannya dengan Naven tidak akan mudah terlebih dengan sikap Naven yang seperti itu. Namun, saat mengingat kembali tujuan pernikahan mereka, Nerissa harus menyingkirkan pikirannya itu.
Beberapa waktu kemudian, Nerissa sampai di apartemen Naven. Seorang asisten rumah tangga membuka pintu dan mempersilakan Nerissa masuk.Saat masuk, Nerissa disuguhkan dengan apartemen yang cukup besar. Tampak apartemen ini lima kali lebih besar dari apartemen yang ditinggali bersama Ana. Tentu saja, apartemen ini milik presdir, pasti ukuran apartemen ini jauh lebih besar.“Silakan, Nona. Kamar Anda sebelah sini.” Asisten rumah tangga mempersilakan Nerissa untuk ke kamarnya.Buru-buru Nerissa menarik kopernya, membawanya ke kamar.“Bibi tinggal di sini?” Nerissa mengajak asisten rumah tangga berbicara.“Biasanya saya datang setiap pagi untuk membersihkan apartemen saja, Non. Tapi, Pak Naven meminta tinggal di sini beberapa hari untuk menemani Nona.”Nerissa bersyukur karena dia tidak tinggal di apartemen besar ini sendiri. Dia takut jika harus tinggal sendiri di apartemen sebesar ini.Sesampainya di kamar, Nerissa dibuat terkejut dengan ukuran kamar yang cukup besar. Ukuran kamar jauh lebih besar dibanding kamar miliknya.“Jika butuh apa-apa silakan panggil, Non,” ucap asisten rumah tangga, menarik kekagumannya akan ukuran kamar yang akan ia tempati ini.“Baik, Bi.” Nerissa segera masuk ke dalam kamar.****“Cepat turun ke lobi!”
Mendapati perintah itu Nerissa hanya menautkan kedua alisnya. Apa Presdir itu ada di apartemen?“Dia menjemputku?” Pertanyaan itu pun menghiasi kepala Nerissa.Tak mau membuat Naven menunggu terlalu lama, akhirnya Nerissa segera ke lobi. Benar saja, ternyata di sana sudah ada mobil Naven. Nerissa segera masuk mobil Naven.“Kenapa Pak Naven menjemput saya?” tanya Nerissa begitu memasuki mobil.
“Apa kata orang jika calon istri Presdir naik bus.” Naven menjawab tanpa menatap Nerissa.Nerissa menghela napas. Sekali lagi, apa yang bisa diharapkannya dari pria ini? Calon suami kontraknya itu hanya memikirkan dirinya sendiri, dan tentu saja Nerissa harus menerimanya.
Nerissa memejamkan mata, ini adalah pilihannya menyetujui kontrak pernikahan dengan Naven, jadi ia harus menerima segala konsekuensi dari pilihannya sendiri.
Selama di dalam mobil, tidak ada pembicaraan sama sekali. Mereka dalam keheningan. Nerissa sediri begitu takut bicara, moengingat aura Naven begitu mengerikan.
Sesampainya di kantor, Nerissa segera turun. Semua mata tertuju pada mereka. Pastinya, menjadi calon istri Presdir akan membuat Nerissa jadi pusat perhatian.Tentu saja, Nerissa tidak keberatan, karena dengan begitu ia tidak akan dipandang sebelah mata lagi.***
Sepuluh hari berjalan begitu cepat. Hari ini Nerissa akan menikah dengan Naven.
Ada perasaan berdebar yang dirasakan Nerissa. Walaupun ini adalah pernikahan keduanya, tapi tetap saja rasanya berbeda.
Tidak ada keluarga yang menemani Nerissa. Papanya sudah meninggal sejak empat tahun lalu setelah pernikahannya, saudara-saudara pun tidak ada yang hadir. Untung ada Ana yang senantiasa menemani Nerissa.“Kamu cantik sekali.” Ana terpesona dengan Nerissa.Dibalut dengan kebaya putih dengan jarit membuat Nerissa tampak begitu anggun. Riasan natural yang diberikan pada Nerissa pun menjadi pelengkap yang sempurna.“Aku begitu berdebar.” Nerissa tidak bisa menyembunyikan perasaannya.“Tenanglah. Semua akan berjalan dengan baik.” Ana berusaha menenangkan.Ditemani Ana, Nerissa menuju ballroom hotel ketika pihak panitia pernikahan memanggil Nerissa.Acara sore ini adalah acara ijab kabul. Hanya akan dihadiri keluarga saja.
Saat memasuki ballroom, Nerissa melihat Naven dengan jas putih pernikahan yang melekat di tubuhnya yang tegap, duduk menunggu Nerissa di depan penghulu.
Beberapa kamera menyorot kedatangan Nerissa. Sebagai anak dari pengusaha terkenal, tentu saja kabar pernikahan ini akan menjadi berita besar.Nerissa duduk di samping Naven. Pria itu tampak tenang sekali ketika berada di depan penghulu.Penghulu menjabat tangan Naven, mengucapkan ikrar pernikahan.“Saya nikah dan kawinnya Nerissa Azalia binti Novel Azori dengan mas kawin tersebut tunai.” Dengan satu tarikan napas, Naven mengucapkan ikrar pernikahannya.“Sah?” tanya penghulu pada saksi.“Sah.” Saksi mengangguk.Akhirnya Nerissa dan Naven menjadi sepasang suami-istri. Raven yang melihat putranya sudah menikah merasa lega. Anaknya adalah anak semata wayang, jadi memang pernikahan ini sangat diharapkan.Semua keluarga dan kerabat dekat memberikan ucapan selamat pada Naven dan Nerissa. Mereka ikut senang karena melihat Naven akhirnya mau menikah.Setelah proses akad nikah selesai, Nerissa dan Naven segera ke kamar mereka untuk dirias kembali.
Pernikahan ini masih akan berlanjut dengan pesta malam hari yang akan dihadiri tamu undangan. Resepsi nanti malam akan jauh lebih besar dari pada acara ijab kabul karena ada ribuan undangan yang telah disebar.
Acara resepsi malam ini Nerissa memakai gaun yang tempo hari dipilih oleh Naven. Gaun bervolume dengan hiasan kristal Swarovski. Gaun yang tampak begitu mewah.
“Ayo." Suara Naven menginterupsi keterpanaan Nerissa terhadap Naven. Pria itu mengenakan setelah tuxedo berwarna abu dihiasi bunga di dada sebelah kirinya. Tuxedo itu membalut tubuh Naven hingga tubuh tegapnya terlihat sempurna.
“Iya, iya.” Nerissa mengangguk terbata. Aura dominasi Naven membuatnya begitu patuh.
Mereka segera ke ballroom hotel untuk memulai acara. Naven dan Nerissa berjalan beriringan memasuki ballroom hotel. Nerissa melingkarkan tangannya di lengan Naven saat langkahnya diayunkan.
“Tersenyumlah!” Naven memberikan perintah dengan suara lirih.
Nerissa langsung memasang senyum manisnya, menuruti perintah Naven. Begitu pun dengan Naven, pria itu juga tersenyum di hadapan tamu undangan.Naven dan Nerissa sampai di pelaminan. Serangkaian acara pun dilakukan dengan begitu meriah.Semua orang dimanjakan dengan wajah semringah pasangan suami-istri baru itu.Saat berdansa pun, Nerissa berusaha keras untuk melakukannya dengan baik. Tak mau membuat malu Naven di hadapan banyak orang.Sehari sebelum pernikahan, Naven memberitahu jika mereka berdua akan berdansa. Tentu saja Nerissa langsung belajar dalam waktu singkat. Beruntung Nerissa dapat melakukan dengan baik, sehingga semua berjalan dengan lancar.Tiba saat di penghujung dansa. Naven memiringkan tubuh Nerissa setengah melayang untuk memberikan akhir pertunjukan.“Pak Naven akan mencium saya?” Dari tatapan Naven yang melihat ke arahnya, Nerissa bisa menebak.“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya