Audrey meremas permukaan pakaiannya menahan sesuatu yang akan pecah dalam dada, menyaksikan Aurelie yang duduk disudut ruangan dengan mata kosong yang tersesat, bukan ditempat asing namun didalam jiwanya sendiri.Ada sesuatu yang hancur didalam tatapan itu, sesuatu yang tidak akan pernah bisa diucapkan ataupun dipahami orang lain, bahkan Aurelie sendiri tidak bisa menyadarinya.Sudah setengah jam lamanya Aurelie duduk disana, hanya diam dan sibuk dengan kukunya tanpa berbicara sepatah katapun.Ini bukan kali pertama ia menyaksikan pemandangan yang memilukan seperti ini. Dulu, Audrey berdiri di sisi ayahnya yang perlahan dilumpuhkan kanker, menyaksikan setiap helaan napas berubah menjadi perjuangan. Dan kini, luka serupa kembali menganga, menyaksikan sakit yang harus Aurelie lawan.Audrey diam, bukan karena tak peduli. Justru karena terlalu peduli, terlalu terbebani oleh sakit yang datang silih berganti dari orang-orang yang ia cintai. Rasa sesak itu sudah terlalu lama bersarang di d
Aurelie duduk meringkuk didekat pohon natal, dari balik jendela dia menyaksikan kepergian Eva yang dibawa pergi meninggalkan kediaman Dante untuk dibereskan. Dengan tangan yang gemetar hebat, masih Aurelie genggam handpone Eva, menunggu sebuah panggilan penting yang pasti akan terjadi dalam waktu dekat.Dilihatnya Dante yang duduk dilantai memangku Matthias dengan erat, memberinya sebotol susu yang meredakan tangisanya setelah hampir setengah jam lamanya mengalami kehausan.Dante tidak bisa melepaskan pelukannya dari Matthias, dia masih shock, ketakutan setengah mati terbayang-bayang hal buruk akan kembali terjadi pada Matthias melalui tangan orang lain.Malam ini Eva bisa dihentikan, lantas bagaimana dengan malam-malam selanjutnya? Nyatanya uang yang Dante miliki masih tidak bisa menjamin keselamatan Matthias, tidak bisa membeli kutulusan orang lain untuk menjaganya.Dante meringis menahan tangisan, waktu telah mengajarkan dirinya tentang satu hal. Hal terpenting dalam hidup bukan h
“Kembalikan handponeku,” ancam Eva dengan suara yang dalam.Suasana dalam ruangan itu berubah menjadi dingin dan penuh ketegangan, hanya ada suara tangisan Matthias yang menggeliat diranjangnya karena kehausan.Pupil mata Dante bergetar melihat pisau lipat telah ditempatkan dileher Aurelie dan bisa melukainya kapan saja. Eva berdiri disampingnya menunjukan sesuatu yang berbeda dari dalam dirinya yang salama ini sangat rapi berperan menjadi seorang pelayan.Lagi dan lagi selalu ada penyusup dan pengkhianat dikediamannya sekalipun dia tidak melakukan apapun dan berhenti menyakiti siapapun. Dante telah berusaha menciptakan suasana aman dirumahnya, namun dia kembali gagal seolah kegagalan memang sengaja ditakdirkan untuknya.Dante bergerak hati-hati menghalangi Matthias dari keberadaan Eva. “Turunkan pisaumu.”“Tidak akan!” tolak Eva.“Turunkan Eva, tidak ada gunanya kau mengancam Aurelie karena kau tidak akan bisa kabur sekalipun sudah mendapatkan handponemu!” jawab Dante mendekat perl
Dante duduk sendirian dikursi kerjanya, menatap layar hadpone untuk membaca pesan yang mengabarkan jika Audrey telah kembali pulang dengan selamat seorang diri.Kepulangan Audrey sedikit melegakan, namun tidak dengan kondisi Aurelie yang kini semakin perlu ekstra perhatian.Dante ingin menumbuhkan semangat Aurelie kembali meski harapannya untuk sembuh tidaklah besar.Sangat sakit melihat Aurelie harus terpuruk, betapa besarnya rasa bersalah yang harus Dante tanggung jika sesuatu yang lebih buruk terjadi padanya.Aurelie seperti ini bukan hanya karena ulah Salma, puncak kerusakan Aurelie disebabkan oleh Raiden dan Serena.Dua orang yang dulu pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup Dante, orang yang telah Dante bela mati-matian.Dante akan mati-matian melakukan hal yang sama untuk Aurelie, berusaha membuatnya kembali seperti semula.Lama Dante diam sampai akhirnya dia mengambil sebuah keputusan besar untuk menghubungi Jach dan mengajaknya berbicara. Deringan telepon berkali-kali t
Audrey tengah duduk disalah satu kursi kereta seorang diri, memandangi segala sesuatu yang tengah dilewatinya ditengah suasana natal yang kini sedang berlangsung. Suasana kota lebih bercahaya, dengan alunan musik yang terdengar dibeberapa sudut tempat.Tidak terhitung sudah ada berapa jurusan kereta dan bus yang sudah dia naiki selama beberapa hari terakhir ini, melakukan perjalanan tanpa arah, berkeliaran di ibukota seorang diri membawa pikiran yang sarat oleh kegundahan dan harus dia cari jawabannya untuk bisa bisa keluar dari masalah itu.Hatinya terus bergulat dalam kebimbangan, bertanya-tanya jalan mana yang sebenarnya harus dia tempuh untuk masa depannya tanpa perlu membuat siapapun terluka? Ini sangat sulit untuknya dan tidak semua orang mungkin bisa memahami apa yang sebenarnya sedang dia rasa. Mudah bagi siapapun berbicara bahwa Audrey tinggal memilih dan melupakan semua kenangan buruk dalam hidupnya, lalu melangkah maju dan belajar berdamai dengan hal-hal baru tanpa perlu
Dante melepas mantelnya dan menggantung kayu, dilihatnya suasana rumah yang sunyi sepi, dihiasi pohon natal yang menjulang tinggi disudut ruangan.Terakhir kali Dante meninggalkan rumah, Aurelie tidur didekat pohon itu untuk menikmati suhu hangat dari lampu-lampu yang menyala, Aurelie meminta Dante pulang lebih cepat dan membawa Audrey.Kali ini Dante tidak melihat keberadaannya.Dante tidak tahu bagaimana cara menjelaskan keadaan Audrey yang pergi entah kemana. Aurelie pasti akan mengamuk.Sudah Dante perintahkan beberapa orang untuk mencari keberadaan Audrey, namun semuanya membutuhkan waktu.Dante pergi menaiki satu persatu anak tangga menuju keberadaan kamar Aurelie.Suara muntahan terdengar cukup saat Dante membuka pintu kamar Aurelie, pria itu melangkah masuk ke dalam dan melihat ada bercak darah yang menodai lantai.Semakin jauh Dante berjalan, semakin jelas suara muntahan, pintu kamar mandi yang terbuka pun membuat Dante langsung melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi saat