Share

Papa Juga Pergi

Korban Perceraian

Part3

"Hai cantik, kamu pasti Ganesa," ucap wanita berambut sebahu itu, lalu dia memeluk lengan lelaki yang mereka sebut Papa.

"Siapa?" tanya Ganesa dengan tatapan dingin. Hati kecilnya mulai curiga.

"Ganesa, dia Maura! Istri baru Papa," jawab Zaki, Papa si gadis kembar.

Bagaikan petir di siang hari, rasanya menyambar tepat di hati gadis itu. Remuk dan hancur.

Lelaki itu berkata dengan tersenyum. Meskipun dia meragu, namun dia tetap memberanikan diri, membawa Maura, dan memperkenalkan wanita itu pada anak-anaknya.

Ganesa berusaha menahan diri dan tetap bersikap tenang, meskipun dia ingin sekali kini mengamuk.

"Sejak kapan?" tanya Ganesa dengan mengernyit.

"Sini, peluk dulu dong! Kamu jangan seperti wartawan, langsung main wawancara. Memangnya, kamu tidak kangen pada Papa?" tanya Zaki pada Ganesa.

"Jangan mau, Kak! Papa penyebab Mama jahat."

Ganesa tersentak, mendengar Gaby berteriak. 

"Gaby, ayolah sayang! Ini sudah keputusan yang tepat untuk kami. Kamu nggak boleh seperti ini," imbuh Zaki, dengan menatap kecewa pada Gaby.

"Papa dan Mama jahat! Kalian semua egois. Kalau tahu begini, untuk apa kami di lahirkan?" teriak Gaby dengan terisak.

Ganesa terdiam, kemudian Maura berbisik pada Zaki. Zaki menoleh ke arah Ganesa.

"Sayang, kamu anak Papa yang paling dewasa." Zaki memegang kedua bahu Ganesa, bahu gadis itu bergetar hebat, menahan rasa marah dan sakit hati.

Zaki merasakan getaran di bahu anak sulungnya itu, dia berniat memeluknya. Namun Ganesa membuat jarak, dan melangkah mundur, tanpa mau bersitatap pada Papanya itu. 

Ganesa yang selama ini begitu dekat dengan Zaki, merasa paling sakit hati, mendapati kenyataan pahit ini. Sedangkan Gaby yang memang manja, sangat dekat pada Mamanya. Tidak heran, jika Gaby begitu terluka. 

Meskipun lukanya sama, namun Ganesa selalu berusaha kuat, demi adik yang sangat dia sayangi.

"Mengapa kalian tega? Berbahagia, di atas tangisan kami?" tanya Ganesa dengan lirih. Suaranya terdengar pilu, dan sukses menusuk hati Zaki.

"Sayang, maafkan Papa," kata Zaki. Mencoba kembali meraih tubuh anak sulungnya itu, namun Ganesa terus berusaha mundur.

"Papa hentikan, aku tidak ingin jadi anak durhaka," ucap Ganesa dengan suara bergetar.

"Sudahlah, mas. Kita tidak punya banyak waktu." Maura mencekal langkah Zaki.

Zaki tidak banyak punya pilihan, dia pun mengeluarkan uang dan kartu ATM dari dalam tasnya.

"Pegang ini, untuk biaya hidup kalian. Papa akan mengirimkan uang setiap bulannya, ke rekening ini." 

"Papa berniat meninggalkan kami juga?" tanya Ganesa, dengan mata yang mulai berkaca.

Zaki mengangguk lemah. "Papa harus bekerja sayang! Kalau Papa di sini, bagaimana Papa bisa menghidupi kalian?" Zaki beralasan.

"Papa bisa membawa kami ke tempat Papa, kami pindah sekolah."

Zaki menggeleng lemah. "Itu tidak mungkin sayang."

"Kenapa tidak mungkin? Papa dan Mama berniat membuang kami?" teriak Gaby.

"Ganesa, jaga adik kamu! Dan terima ini," kata Zaki, sambil meletakkan uang tunai dan kartu ATM itu di atas meja.

Zaki dan Maura melangkah pergi, diiringi isakan tangis dari Gaby, juga Ganesa. 

Kali ini, Ganesa terisak, wanita tomboy berambut pendek itu pun menangis tersedu dipojokan. Sedangkan Gaby, yang memang sedari tadi terus menangis, kini mulai kelelahan.

"Lebih baik aku mati, dari pada hidup, dibuang orang tua seperti ini," teriak Gaby.

Gadis itu berlari ke arah dapur. Ganesa yang mendengar ucapan adiknya itu pun berlari menyusulnya.

Gaby meraih pisau dapur, dan mengarahkan mata pisau tajam itu ke nadinya. Namun dengan sigap, Ganesa menggenggam pisau itu, hingga merobek telapak tangannya.

"Aaaa ...." Ganesa memekik. 

Melihat darah bercucuran, Gaby gemetar dan terkejut.

"Kakak," lirih Gaby. Kemudian dia segera melepaskan pisau itu dari tangannya. Hingga pisau itu jatuh ke lantai, dan Ganesa memekik menahan rasa perih dan sakit luar biasa.

Gaby berlari menuju lemari dapur, tempat penyimpanan kotak P3K. Wanita itu meraih kotak itu dengan panik, hingga menabrak kursi. 

"Hati-hati Gaby," ucap Ganesa, yang merasa khawatir dengan adiknya itu. 

Gaby duduk di dekatnya dengan gemetar, sembari terisak.

"Kenapa Kakak melakukan ini," tanyanya dengan terisak. Gaby merasa sangat bersalah, membuat Ganesa terluka.

"Kamu jahat, kamu nggak sayang Kakak."

"Gaby sayang kakak," jawabnya. Matanya fokus mengobati luka telapak tangan kakaknya.

"Kalau kamu sayang kakak, kenapa kamu mau ninggalin kakak juga? Apa bedanya kamu sama Papa dan Mama?" lirih Ganesa, gadis itu pun kembali terisak.

Hatinya sakit, dadanya sesak. Orang-orang yang dia sayangi, semua berniat pergi. 

"Aku sakit hati, Kak. Aku merasa, kita ini anak yang tidak di harapkan."

"Biarlah sayang! Kita akan hidup berdua. Yang penting, Papa mau ongkosin kita, setidaknya hingga kita lulus sekolah. Kamu dan kakak, harus buktikan pada Mama dan Papa, kita tetap bisa bahagia, walau tanpa mereka."

"Tapi Gaby nggak kuat kak, Gaby nggak bisa tanpa Mama," ungkapnya.

Meskipun hati Ganesa sakit, namun dia berusaha terlihat tegar dan kuat, demi Gaby. Jika dia lemah, maka Gaby akan semakin terpuruk. 

"Gaby harus kuat, demi kakak, sayang." 

Gaby menatap wajah kakaknya, dengan mata berembun. Hati Ganesa seakan remuk, kala mengingat kenangan keluarganya semasa bersama.

"Apa yang mereka lakukan? Mereka membuangku dan Gaby, demi kebahagian mereka. Sedangkan aku dan Gaby, harus berjuang bangkit, dari keterpurukan." Ganesa berkata dalam hati.

Kedua saudara kembar itu pun kembali menenangkan hati mereka.

"Kak, ayo makan!" ajak Gaby. Meskipun hilang selera, Ganesa tetap berusaha makan. 

Semua demi Gaby, Ganesa tidak akan menunjukan luka hatinya, demi menjaga mental Gaby, agar tidak rapuh.

Meskipun kenyataannya, hati Ganesa kini menjerit, sakit dan teramat sakit.

_______

"Kamu kenapa, Mas?" Maura bertanya pada Zaki. Wanita itu merasa gusar dan khawatir, mengamati Zaki yang sedari tadi terus terdiam.

Maura takut, takut Zaki berubah pikiran.

"Aku tidak apa-apa." 

"Mas, aku nggak mau tahu pokoknya. Kamu nggak boleh terlalu berhubungan pada si kembar, apapun alasannya, meski dia anak kandungmu."

"Maura, kamu tidak kasihan pada mereka? Kini Andin pun pergi entah kemana. Semua gara-gara kamu, yang membuat Andin tahu semuanya."

Maura mendengkus, dia memang sengaja melakukan itu pada Andin. Maura ingin memiliki Zaki seutuhnya, tanpa ada Andin, mau pun si kembar.

"Jadi kamu menyesal?" tanya Maura dengan emosi tertahan.

Zaki kembali terdiam, mata lelaki itu tetap fokus menatap jalanan, sambil mengemudi. Meskipun otaknya berkeliaran wajah anak kembarnya yang menangis.

"Aku bisa saja menarik semua fasilitas yang kamu miliki saat ini. Ingat ya, Mas. Kamu itu pengangguran yang aku tampung! Hidup kamu dan si kembar, ada di tanganku. Jadi, jangan macam-macam," ancam Maura dengan tegas.

Zaki hanya bisa menghela napas berat. Selama ini Zaki berbohong pada istri dan anaknya. 

Lelaki itu tidak bekerja di luar kota, melainkan menikahi mantan pacarnya yang terbilang kaya. Selama setahun ini, Maura-lah yang membiayai hidup Zaki, dan anak, serta istrinya.

Namun Maura yang semakin terbuai cinta buta pun, menunjukkan keserakahannya.

Maura meminta Andin mundur, jika Andin menolak, masa depan si kembar taruhannya.

Mendengar Andin pergi, tentu saja Maura merasa menang dan menjadi satu-satunya milik Zaki. Bahkan, si kembar pun tidak dia izinkan, berada di sisi lelaki yang kini berada di genggamannya.

"Aku merasa menjadi Papa mereka yang dzolim," gumam Zaki dengan pelan. Suaranya nyaris tak terdengar.

Maura pun bersikap acuh tak acuh, dia tidak akan melunakkan hati, apapun alasannya.

_______

 

Ganesa dan Gaby bersiap-siap untuk ke sekolah. Wanita berambut panjang, berwajah oval itu pun terlihat gusar, apalagi mengingat berbagai sindiran, serta hinaan kawan-kawan sekolahnya.

"Mengapa Mama sekejam ini? Apa Mama tidak tahu? Bahwa aku selalu berusaha menjadi anak yang baik dan pintar." Gaby bergumam di depan cermin.

"Apakah Mama malu, punya anak sepertiku? Cuma aku yang cengeng, dan banyak maunya." Gaby bergumam sedari tadi dalam hati. 

Lagi, Gaby merasakan nyeri di hatinya. Ganesa membuka kamar Gaby, dan memintanya segera keluar, untuk sarapan bersama.

Jika biasanya mereka sarapan dengan senyuman dan candaan, kini hanya kebisuan yang tercipta di meja makan.

Tidak ada Mama, juga tidak ada Papa. Hanya anak kembar itu yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Ganesa dan Gaby menuju sekolah. Debar jantung Gaby bertalu-talu, di tambah tatapan tajam dari wajah-wajah murid yang membenci kelakuan Ibu mereka, yang dilayangkan kepada gadis kembar itu.

Ganesa dan Gaby berpisah di parkiran sepeda. 

"Woy si kembar," Nuna berteriak dengan riang, dan berlari ke arah Ganesa.

"Baru datang?" tanya Ganesa, sambil tersenyum.

"Iya, hai Gaby, apa kabar." Nuna menyapa Gaby, yang berniat memisahkan diri, karena beda ruang kelas.

"Aku baik, Na." Gaby menjawab sekenanya. 

"Bagaimana luka di bibirmu? Apakah Gaby ada bertanya?"

"Nggak ada, kami terlalu banyak masalah! Tidak ada waktu untuk saling memperhatikan."

Ganesa dan Nuna memasuki ruang kelas, membuat seisi ruangan riuh. Kedua gadis itu terheran, menatap kawan-kawannya yang bersorak. 

Kemudian kedua gadis itu menoleh ke arah papan tulis. Ganesa tercengang, melihat foto besar bergambar wajah Ibunya yang berpakaian seksi terpasang di sana.

"Siapa yang melakukan ini?" teriak Nuna.

"Sa, Ibumu boleh juga, bisa di boking nggak?" ledek Brian, kawan satu ruangannya.

"Hahaha, tua-tua keladi, makin tua makin jadi euy." Salah satu kawannya ikut mengejek.

"Pelakor lagi naik daun guys. Meski pun tua, yang penting anu ...." Lili tertawa keras, ikut mengejek Ibu Ganesa.

Ganesa memerah, sakit hati dan juga malu. Gadis itu tanpa suara, dia berdiri dengan langkah cepat. Dan meraih foto itu, serta menyobeknya dengan brutal.

"Kalian pada jahat, mulutnya." Nuna berkata dengan kesal.

"Jahatan mana dengan Ibu G2. Ibu mereka adalah sosok penghancur rumah tangga Ibu Naura."

"Jadi menurut kalian yang salah itu cuma Ibu G2. Dan Papa Naura itu tidak berdosa?"

"Namanya juga kucing di kasih ikan, ya diembatlah."

"Kok bicaramu seperti orang yang sudah paham dan berpengalaman masalah kucing? Apa jangan-jangan kamu salah satunya? Korban kucing, atau simpanan kucing," sindir Nuna dengan pedas, ketika Lili menyahut ucapannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status