Bab142
●Pov Najib●
"Mah, Najib menyesal," lirihku.
"Sudah Mamah ingatkan berkali-kali sebelumnya. Tapi kamu, tetap kekeh berkelakuan di belakang. Kalau sudah begini bagaimana."
"Mah, biarkan saja sudah kalau begini. Besok kita balik ke Bandung lagi. Lagian, ini itu salahnya Najib sendiri," kata kak Aya dengan raut wajah kecewa.
Aku tahu, aku yang salah dan terlalu angkuh dengan pencapaianku sendiri. Terlebih, Jesika selalu memujiku tampan, baik dan rupawan, juga hartawan. Aku melayang, dengan kesombongan diri yang berakhir kacaunya rumah tanggaku.
Aku selalu memandang tak suka pada Ganesa. Entah mengapa, aku menganggap Ganesa layaknya wanita yang serba gagal.
Gagal menjadi Ibu yang baik bagi anakku, dan gagal menjadi istri, yang bisa membuat suaminya setia.
Bagaimana dia bisa membuatku setia? Jika setiap
Bab143"Berapa lama?" Najib masih bertanya."Seminggu. Berangkatnya tadi pagi.""Seminggu? Lama sekali."Najib merasa kesal dan ingin marah. Tapi dia tidak tahu, harus marah pada siapa.Najib pulang ke rumah, dengan perasaan frustasi."Kenapa kamu?" tanya Ratna."Nggak apa-apa," sahut Najib seadanya. Ia pun menaiki anak tangga dengan gontai, menuju ke kamarnya.Di dalam kamar, dia membayangkan wajah Ganesa, wanita yang kini sangat dia rindukan. Bahkan Najib tidak bisa marah sama sekali, ketika tahu Ganesa menggadaikan rumah ini.Najib tahu, Ganesa tidak berniat jahat. Jika dia jahat, maka rumah ini tidak lagi dia gadaikan, tetapi dia jual."Ganesa, mas rindu sekali, sayang," lirih Najib memeluk guling.Sedangkan di Butik Ganesa, wanita i
Bab144 "Jadi ini, laki-laki yang menjadi selingkuhan kamu? Dan berarti benar yang dikatakan Jesika, kamu gadaikan rumah, demi lelaki ini," tunjuk Najib. Julian mengernyit. "Najib, kamu nggak malu di lihat orang? Kamu lagi berdongeng?" tanya Ganesa dengan tenang menanggapi Najib. "Ayo pulang!" ajak Najib. Ganesa berdiri, dan menatap Najib sengit. "Kamu pikir kamu siapa? Seenaknya mengusir aku dari rumahku sendiri, demi wanita lain. Dan kini datang kesini, hanya untuk mempermalukan aku?" "Ganesa, kamu itu masih istriku yang sah." "Oh ya? Sekarang baru kamu merasa aku istrimu! Sebelumnya bukan? Sehingga kamu seenaknya menyakitiku, dan selalu membela wanitamu. Ah, sudahlah, aku malas untuk berdebat. Sekarang pergi dari sini, atau kami
Bab145"Mamah Helena mohon! Helena janji akan jadi anak yang baik untuk Mamah dan Papah. Helena juga akan menuruti, apapun kemauan kalian," kata Helena memohon pada Ganesa.Ganesa terdiam, terpaku mendengarkan tangisan pertama anak gadisnya."Ganesa, bukannya maksud Mamah ingin ikut campur. Tapi tolong kamu pikirkan lagi, demi anak kalian. Beri Najib kesempatan sekali lagi, jika dia berulah kembali, maka apapun yang terjadi, Mamah akan dukung kamu 100 persen, Nak.""Iya Ganesa, bukannya kakak tidak mengerti perasaan kamu. Kakak ngerti banget. Tapi tidak ada salahnya, jika kamu pikirkan lagi."Terdengar langkah kaki pelan seseorang, berjalan ke arah mereka. Najib, memandang sayu ke arah mereka bertiga."Ganesa," panggil Najib. Ganesa pun tidak menoleh ke arah lelaki itu, dia hanya terdiam, dengan pikirannya yang terus berperang dengan hati.
Korban Perceraian Part1 "Mama mau kemana?" tanya Ganesa, gadis manis berkulit putih, serta berlesung pipi itu pun terheran, menatap koper yang Mama nya bawa. Andin, yang merupakan Ibu dari dua anak kembar, yang kini berumur 16 tahun itu pun menghentikan langkahnya. Andin menatap lekat wajah Ganesa, wanita yang masih mengenakan seragam sekolah itu pun masih diam terpaku di tempat dia berdiri semula. "Mama, mau kemana?" Pertanyaan itu kembali Andin dapatkan, dari kembaran Ganesa, yang bernama Gaby. Andin menatap anaknya bergantian. "Mama akan pergi, kalian hiduplah bersama Papa, dia akan pulang seminggu lagi." "Ma, ini ada apa? Maksud Mama apa?" Ganesa kembali bertanya. Dalam hati, dia mulai merasakan, sesuatu telah terjadi di rumah tangga kedua orang tuanya. "Ganesa, kamu jaga adikmu, ya sayang." Andin berusaha memegang pipi anak sulungnya itu, namun Ganesa mundur dan menghindari sentuhan tangan Mamanya.
Korban PerceraianPart2 Andin begitu menikmati kebersamaannya bersama kekasih barunya. Rasid memeluk tubuh ramping itu dari belakang, wanita yang sedari tadi menikmati keindahan sejuknya pegunungan itu pun terkejut dengan pelukan Rasid yang tiba-tiba. Andin tersenyum, dan merasakan detak jantung kekasihnya dengan perasaan yang sulit dia artikan. "Apakah anak-anakmu tidak marah?" bisik Rasid, di telinga Andin. Andin mengulas senyum, namun hatinya teramat nyeri. Mengingat, betapa pilunya wajah kedua putri kembarnya itu.Namun perasaan sakit itu segera dia tepis, Andin yakin, pilihannya sudah sangat tepat. "Mereka akan baik-baik saja! Papanya akan pulang besok, aku tidak perlu khawatir. Lagi pula, mereka bukan anak bayi lagi, mereka sudah tumbuh dewasa." Rasid tersenyum, dan mengeratkan pelukannya. "Terimakasih, sayang! Aku mencintaimu," bisiknya lagi. "Aku juga," sahut Andin. Rasid membawanya ketempa
Korban PerceraianPart3 "Hai cantik, kamu pasti Ganesa," ucap wanita berambut sebahu itu, lalu dia memeluk lengan lelaki yang mereka sebut Papa. "Siapa?" tanya Ganesa dengan tatapan dingin. Hati kecilnya mulai curiga. "Ganesa, dia Maura! Istri baru Papa," jawab Zaki, Papa si gadis kembar. Bagaikan petir di siang hari, rasanya menyambar tepat di hati gadis itu. Remuk dan hancur. Lelaki itu berkata dengan tersenyum. Meskipun dia meragu, namun dia tetap memberanikan diri, membawa Maura, dan memperkenalkan wanita itu pada anak-anaknya. Ganesa berusaha menahan diri dan tetap bersikap tenang, meskipun dia ingin sekali kini mengamuk. "Sejak kapan?" tanya Ganesa dengan mengernyit. "Sini, peluk dulu dong! Kamu jangan seperti wartawan, langsung main wawancara. Memangnya, kamu tidak kangen pada Papa?" tanya Zaki pada Ganesa. "Jangan mau, Kak! Papa penyebab Mama jahat." Ganesa tersentak, mendengar Gaby berteriak.
Korban PerceraianPart4 Bullying di sekolah pun mulai mereka terima, kebencian yang Naura tanamkan di hati teman-temannya, begitu dalam kepada si Kembar, yang bahkan juga menjadi korban kegagalan orang tuanya. Danur berlari ke ruang kelas Ganesa. "Nesa," teriak Danur, dengan napas tersenggal, dia berusaha mengatur laju napasnya. Semua menoleh ke arah lelaki berwajah blasteran itu. "Gaby, dia di bully di dalam kelas," ucapnya. Ganesa menghempas sobekan foto di tangannya. Dia pun langsung berlari kencang, tanpa perduli dengan teriakan kawan-kawannya yang mentertawakannya. Ganesa berhenti tepat di depan ruang kelas Gaby. Adiknya yang malang itu, masih menggendong tas di kedua bahunya. Rambut hitam panjangnya yang semula terikat dengan rapi, kini terurai berantakan. Di atas kepalanya, di penuhi telur busuk dan juga tepung putih yang merebak mewarnai rambut. Gaby terisak, sambil menyeka air matanya. Bajunya te
Korban PerceraianPart5 Ganesa tercenung di depan jendela kamarnya, terkadang, dia sesekali melirik jam dinding yang ada di dalam kamar kecil miliknya. Akankah yang di katakan Ibunya itu sungguh-sungguh. Bahwa Gaby, akan di bawa pergi. Ganesa menggeleng, berharap prasangka nya salah. Ganesa masih meyakini, Ibu nya hanya emosi sesaat, dia tidak akan tega memisahkan Gaby dan Ganesa. Namun, lagi-lagi masalah tega mengusik hati Ganesa. Meninggalkan mereka berdua saja Ibunya tega, apalagi memisahkan mereka, itu hal mudah bagi Ibunya. Hati Ganesa mencelos, bulir bening menemani hari nya yang menyakitkan. Entah kenapa, rasanya dia semakin berkecil hati, meskipun Ganesa selalu berusaha kuat. "Mengapa mereka seakan menghindariku? Apa salahku sebagai anak? Mengapa aku di lahirkan, jika hanya untuk di sia-siakan." Batin Ganesa terus bergejolak, ada rasa sakit yang tidak mampu dia ucapkan. Bahkan air mata sekalipun, ti