Aroma dupa menguar lembut di ruang meditasi yang temaram, berpadu dengan hembusan angin malam yang membawa serbuk sari bunga teratai dari kolam istana. Pangeran Hei Xin Long duduk bersila di atas tikar sutra hitam, mata terpejam dalam keheningan yang dalam. Napasnya mengalir teratur seperti aliran sungai yang tenang, sementara energi spiritual mengalir dalam meridian tubuhnya bagaikan ular naga yang menari.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terganggu oleh bersin halus yang keluar tanpa terduga. Mata sang pangeran terbuka perlahan, menampilkan sepasang bola mata kelam yang menyimpan kebijaksanaan ribuan tahun."Hatchi!" Suara bersin kedua bergema lirih di ruang yang sunyi.Pangeran Hei Xin Long mengusap hidungnya dengan punggung tangan, sedikit terganggu oleh gangguan kecil yang merusak konsentrasinya. Dalam tradisi kuno klan naga, bersin saat meditasi dianggap sebagai pertanda bahwa seseorang yang dicintai sedang memikirkannya dari tempat yang jauh.Wajah sang pangeran melembut, bayang-
Tekanan spiritual Yin Long bagaikan belenggu tak terlihat yang membelit tubuh Pangeran Hei Xian. Setiap tarikan napas terasa berat, seolah udara di ruangan itu telah menjadi kental seperti madu. Dalam keadaan tubuhnya yang masih terluka, perlawanan sama sekali mustahil dilakukan. "Paman, kumohon percayalah padaku kali ini saja!" Setiap kata yang keluar dari bibir Pangeran Hei Xian disertai desisan kesakitan. Wajahnya memucat, keringat dingin membasahi pelipisnya. Mata Yin Long berkilat tajam seperti pisau yang baru diasah. "Jadi menurutmu, aku harus percaya sekali lagi pada pembohong kecil sepertimu?" Cengkeraman di leher pemuda itu semakin mengerat, hingga urat-urat di lengan Yin Long tampak menonjol. "Hanya untuk kali ini, tolong percayalah padaku!" bisik Pangeran Hei Xian dengan suara yang hampir tak terdengar. "Oh?" Yin Long memiringkan kepalanya, ekspresi wajahnya tetap datar namun aura yang menguar dari tubuhnya semakin mencekam. "Mengapa aku harus melepaskan cacing hitam
Sepeninggalan Zi Wu, Yin Long segera melesat terbang kembali ke rumahnya yang terletak di bagian timur lembah. Rumah panggung sederhana yang dikelilingi pohon-pohon pakisan rimbun itu tampak tenang di bawah cahaya bulan. Pada saat ini, ia segera membereskan semua peralatan minum arak yang masih berserakan di teras, menyembunyikannya dengan sangat baik di dalam lemari kayu. Baru setelah itu ia berniat untuk menemui Pangeran Hei Xian. Di dalam ruangan yang remang-remang, diterangi hanya oleh sebuah lilin kecil yang nyalanya menari-nari lembut, Yin Long menemukan Pangeran Hei Xian masih terbaring di atas pembaringan meskipun sepertinya ia sudah mulai siuman. Di atas pembaringan, Pangeran Hei Xian masih tampak lemah, wajahnya pucat dengan butir-butir keringat di pelipis meski udara malam cukup sejuk. Matanya yang biasanya jernih kini menyiratkan kelelahan mendalam, seakan baru saja mengalami mimpi buruk yang panjang dan mengerikan. Mata biru Pangeran Hei Xian terbuka perlahan, me
Angin malam bertiup lembut di atas Lembah Pakisan, membawa aroma tanah basah dan bunga melati liar yang tumbuh di lereng-lereng curam. Cahaya bulan purnama menembus dedaunan pakisan yang rimbun, menciptakan bayangan-bayangan menari di tanah yang berselimut embun.Yin Long tertegun sejenak ketika melihat Zi Wu yang baru saja pergi dengan menggunakan sepasang sayap ungunya."Apa maksudnya?" gumam Yin Long yang merasa ada yang janggal dengan ucapan Zi Wu baru saja."Aku akan menanyakan apa rencananya." Yin Long segera mengikuti jejak seniornya, sayap perak kemilaunya tiba-tiba saja muncul, mengembang lebar disertai ledakan kecil. "Senior, tunggu!" serunya sambil melesat naik ke angkasa.Kedua naga jelmaan manusia itu kini melayang di ketinggian, sayap mereka bergerak halus mempertahankan posisi tubuh melawan tarikan gravitasi bumi.Jika sayap Yin Long bercahaya perak nan kemilau dengan percikan bermilyar glitter perak bak gugusan bintang di langit malam, sementara sayap Zi Wu memancarka
Zi Wu dengan rasa penasaran menunggu jawaban Yin Long yang masih terlihat diam. Yin Long berpikir sejenak dan berkata, "Begini, Senior. Yang Mulia memang memberi petunjuk tentang keberadaan pohon buah itu, hanya saja beliau tidak mengetahui nama daerah tersebut. Yang Mulia hanya mengatakan kalau saat itu pernah terjadi ledakan keras yang mengakibatkan hancurnya lereng gunung berapi itu dan karena itulah beliau bisa terbebas dari alam kegelapan yang mengurungnya selama hampir tiga ratus tahun belakangan ini." Zi Wu manggut-manggut atas keterangan Yin Long. "Ledakan di lereng gunung berapi. Jadi maksudmu, ledakan itu adalah ledakan yang bukan karena gunung berapi yang benar-benar meletus?" "Ya. Sepertinya begitu," sahut Yin Long. "Dan karena minimnya petunjuk dari Yang Mulia, maka aku berencana untuk bertanya kepada para penduduk desa di sekitar wilayah kerajaan ini terkait dengan ledakan yang terjadi di gunung berapi tersebut saat An Zi baru saja dilahirkan. Mungkin dengan begitu,
Jiwa Yin Long melesat kembali ke raganya bagaikan kilat yang menyambar tanah, meninggalkan jejak energi spiritual yang berdesir di udara malam. Pandangan matanya langsung tertumpu pada pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala.Di hadapannya, Zi Wu yang saat itu dengan bangga mengatakan akan berjaga, kini malah terkulai di atas meja kayu tua dengan kepala bertumpu di lengan kanannya. Dengkuran halus keluar dari bibirnya yang sedikit terbuka, sementara aroma arak beras yang manis masih menguar samar dari napasnya.Cawan keramik di sampingnya masih menyisakan beberapa teguk terakhir, menampilkan cairan bening berkilauan di bawah cahaya lentera yang bergoyang pelan. Meski arak yang diminumnya bukanlah jenis yang kuat dan hanya minuman fermentasi ringan khas daerah pegunungan, tetapi tetap saja cukup untuk membuat pria paruh baya itu terpeleset ke alam mimpi.Yin Long menghela napas panjang, dadanya terasa berat oleh beban yang tak kunjung sirna. Matanya menatap kosong ke arah jen