Lima hari kemudian, Gusti Patih Setyo Pinanganpun dihadapkan pada Gusti Prabu Karang Sewu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan para pejabat dan petinggi kerajaan, Bintang dan istrinyapun ikut hadir ditempat itu. Beberapa hari sebelumnya Gusti Prabu Karang Sewu telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dan petinggi istana untuk memutuskan nasib Gusti Patih Setyo Pinangan dan banyak dari pejabat dan petinggi kerajaan yang masih tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi beberapa orang diantaranya terlihat terus mendesak Gusti Prabu Karang Sewu untuk menjatuhkan hukuman, karena walau bagaimanapun bukti sudah nyata kalau pusaka kerajaan tersebut ditemukan dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan, jika hukuman tidak dijatuhkan maka harkat dan martabat kerajaan Karang Sewu akan direndahkan oleh raja-raja tanah jawa lainnya dan hal inilah yang semakin membuat Gusti Prabu Karang Sewu serba salah, disalah satu sisi, hati nuraninya sangat tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi disatu sisi, keputusannya untuk menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang nyata-nyata bersalah harus ditegakkannya sebagai seorang Gusti Prabu Karang Sewu.
“Patih Setyo Pinangan, apakah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku sebelum aku membacakan keputusan atas hukuman yang akan kau terima.......”. ucap Gusti Prabu Karang Sewu lagi. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat menjura hormat.
“Hamba berani bersumpah kalau bukan hamba ataupun putra hamba yang melakukan semua ini, tapi demi tegaknya rasa keadilan hukum dikerajaan ini, hamba akan menerima hukuman apapun yang Gusti Prabu berikan...........”. Ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi dengan bijaknya, hal ini tentu saja membuat Gusti Prabu Karang Sewu semakin sulit untuk memutuskan hukuman bagi Gusti Patih Setyo Pinangan, karena walau bagaimanapun jasa Gusti Patih Setyo Pinangan terhadapnya dan terhadap kerajaan Karang Sewu sudah tidak bisa terukur lagi.
“Gusti......”. sebuah suara membuat semua perhatian beralih kearah sosok Patih Ranang yang terlihat bangkit berdiri.
“Kalau boleh saya ingin memberikan saran.......”
“Silahkan Gusti Patih.......”
“Patih Setyo Pinangan adalah sahabat saya, dan aku tahu betul bagaimana sifatnya dan aku yakin bukan dia ataupun putranya yang melakukan semua ini, tapi walau bagaimanapun hukum harus ditegakkan demi keadilan.......tapi mengingat jasa dan bakti Patih Setyo Pinangan terhadap kerajaan ini sudah begitu besar dan tak ternilai lagi, maka hamba kira hukuman apapun tidak akan pantas untuk kita berikan pada Patih Setyo Pinangan......”. ucap Patih Ranang lagi. Ditempatnya Gusti Prabu Karang Sewu terlihat mengangguk-angguk. Dan terlihat Mahapatih Karang Sewu membisikkan sesuatu ditelinga Gusti Prabu Karang Sewu.
“Baiklah, aku sudah mengambil keputusan......Patih Setyo Pinangan mendekatlah......”. ucap Gusti Prabu Karang Sewu lagi. Sosok Patih Setyo Pinangan tampak mendekat.
“Sebenarnya aku sulit untuk memutuskan hal ini padamu Gusti Patih, tapi aku harus menegakkan keadilan......mengingat jasa dan baktimu dikerajaan ini, aku tidak akan memberikan hukuman apapun kepadamu, tapi sebagai gantinya, aku terpaksa harus memberhentikanmu sebagai Patih dikerajaan Karang Sewu dan memerintahkan kepada Gusti Patih dan keluarga untuk segera keluar dari kerajaan Karang Sewu......”. ucap Gusti Prabu Karang Sewu lagi akhirnya. Keputusan Gusti Prabu Karang Sewu ini jelas menjadi pertentangan dikalangan para pejabat dan petinggi kerajaan, tapi keputusan sudah ditetapkan, tidak ada yang dapat mengubahnya.
“Terima kasih atas kebijaksanaan Gusti Prabu.......”. ucap Gusti Prabu Setyo Pinangan lagi seraya menjura hormat, walau dengan berat hati dia harus menerima keputusan ini.
Keputusan Gusti Prabu Karang Sewu inipun dengan cepat tersebar dikalangan masyarakat, berbagai tanggapan terdengar diberbagai kalangan mengenai keputusan Gusti Prabu, ada yang mendukungnya, tapi ada pula yang menganggap keputusan itu tidak adil. Tapi tidak ada yang dapat berbuat apa-apa karena keputusan Gusti Prabu adalah hukum yang tidak dapat dirubah oleh siapapun juga.
Dari sini kita melompat ketempat kediaman Gusti Patih Ranang yang terlihat cukup megah berada ditengah-tengah kota raja, terlihat ditempat kediaman Gusti Patih Ranang, beberapa orang pejabat dan petinggi kerajaan Karang Sewu tengah berkumpul.
“Ha.....haa.....haaa.....akhirnya rencana kita untuk menyingkirkan Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil Gusti Patih......”. ucap seorang Senopati kerajaan Karang Sewu lagi tertawa yang langsung disambut oleh tawa Gusti Patih Ranang.
“Benar dan untuk keberhasilan kita kali ini, kita harus mengucapkan terima kasih kepada ki Bayut yang telah merencanakan semua ini dengan amat matang.......”. ucap Gusti Patih Ranang lagi.
“Ah, semua itu berkat kita semua yang bisa bekerja sama untuk menjebak Gusti Patih Setyo Pinangan.....”. ucap lelaki yang disebut dengan nama ki Bayut itu lagi.
“Lalu apa rencana kita selanjutnya Gusti Patih, apakah kita akan membiarkan Gusti Patih Setyo Pinangan keluar begitu saja.....?”. ucap salah seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu lagi.
“Tentu saja tidak Tumenggung, aku tak ingin ada duri yang akan menghalangi rencanaku kedepan......”. ucap Gusti Patih Ranang lagi terlihat menggebu-gebu. Hal ini membuat semua petinggi dan pejabat istana terlihat saling pandang tak mengerti.
“Patih Setyo Pinangan beserta seluruh keturunannya harus kita bunuh, agar mereka tidak akan bisa lagi menghalangi keinginan kita untuk menjadi penguasa tunggal dikerajaan Karang Sewu ini.......aku janji kalau rencana ini berhasil, kalian semua akan menerima kemewahan dan kenaikan jabatan seperti yang pernah aku janjikan...........”. ucap Gusti Patih Ranang lagi tertawa yang langsung disambut oleh tawa yang lainnya.
“Tapi rencana ini harus kita susun dengan matang, jangan sampai gagal......”. ucap ki Bayut lagi hingga membuat anggukan dikepala yang lain.
***
Matahari terlihat bersinar dengan teriknya menerpa bumi, sementara itu serombongan prajurit terlihat mengawal sebuah kereta kuda keluar dari perbatasan kerajaan Karang Sewu, dibarisan paling depan terlihat dua sosok laki-laki berparas penuh wibawa dengan pakaian kebesaran mereka sebagai seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu, matanya keduanya begitu terlihat tajam mengawasi keadaan disekitar mereka. Entah sudah seberapa jauh mereka meninggalkan perbatasan kerajaan Karang Sewu. Takkala salah seorang dari kedua Tumenggung itu mengangkat tangannya, dengan serta merta barisan prajurit yang ada dibelakangnya menghentikan langkah mereka. Lalu keduanya terlihat memacu kuda mereka mendekati kereta kuda tersebut, dari dalam kereta kuda, keluar beberapa sosok tubuh yang ternyata adalah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan beserta keluarganya. Kedua Tumenggung ini terlihat turun dari punggung kuda mereka. “Kami hanya bisa mengantar sampai disini Gusti.....”. ucap Tumenggun
Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu. “Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya. “Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”. “Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......” “Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-ak
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de
“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....” “Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu. Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya. “Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Set
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu