Keesokan harinya ada satu pristiwa yang sangat mengejutkan dan menggegerkan istana Karang Sewu, dimana pusaka kerajaan, Tombak Batara Geni hilang dicuri. Maka pada hari itu juga Gusti Prabu Karang Sewu mengadakan rapat mendadak dengan mengumpulkan semua para petinggi istana, termasuk para Patih dan Senopati kerajaan Karang Sewu.
“Bagaimana menurut paman Mahapatih......?”
“Ampun Gusti, menurut hamba kalau orang luar yang melakukan hal ini rasanya tidak mungkin, karena pusaka Tombak Batara Geni selain dijaga dengan amat ketat oleh para prajurit, hanya ada beberapa orang saja diantara kita yang mengetahui kode sandi tempat penyimpanan tombak pusaka Batara Geni itu........”
“Jadi maksud paman Mahapatih, yang melakukan semua ini adalah orang dalam.......?”
“Itu hanya perkiraan hamba saja Gusti, bisa saja salah......”. ucap Mahapatih Karang Sewu ini lagi terlihat menjura hormat.
“Hamba sependapat dengan pendapat Gusti Mahapatih Gusti, rasanya tidak mungkin ada orang luar yang bisa melakukan semua ini.....”. ucap Patih Ranang tiba-tiba.
“Lalu bagaimana pemecahannya Patih Ranang......?”
“Menurut hamba untuk mengetahui siapa pelaku dari semua ini, hanya ada satu jalan......yaitu dengan menggeledah seluruh rumah petinggi dan pejabat istana Karang Sewu......biarlah rumah saya yang terlebih dahulu digeledah untuk membuktikan kalau saya menuduh siapa-siapa disini.........”. ucap Patih Ranang lagi.
“Bagaimana menurutmu Patih Setyo......?”
“Hamba setuju dengan usul Patih Ranang......hamba tidak ingin diantara kita ada yang saling mencurigai satu sama lain......”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi.
“Baiklah kalau memang begitu persetujuan kalian, aku akan mengeluarkan perintah penggeledahan seluruh rumah pejabat dan petinggi istana tanpa terkecuali......”. ucap Gusti Prabu Karang Sewu lagi seraya mengakhiri pertemuan itu.
***
Malam akhirnya datang, sementara itu dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Menurut romo, siapa orang yang bisa memasuki ruang pusaka kerajaan itu......?”. ucap seorang pemuda belia yang tak lain adalah Bintang.
“Romo tidak berani menuduh anakmas......biarlah Gusti Prabu sendiri yang memutuskan hal ini.......”.
“Apakah ini ada hubungannya dengan Raden Santang semalam....”. batin Bintang lagi saat teringat akan hal itu. Bintang memang bukanlah pemuda biasa, sejak kecil Bintang sudah terkenal akan kecerdasannya, bahkan kitab tata pemerintahan dan taktik peperangan berhasil dikuasainya pada saat dia berumur 10 tahun. Tapi Bintang akhirnya tidak ingin menceritakan tentang pertarungan dirinya semalam dengan Raden Santang.
“Dinda khawatir, hal ini sengaja dimunculkan oleh seseorang untuk memecah kekuatan dikerajaan Karang Sewu kanda.....”
“Mudah-mudahan tidak dinda......kita lihat saja nanti.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan.
Keesokan harinya, serombongan prajurit yang dipimpin oleh seorang Tumenggung datang kerumah kedimaan Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Maafkan saya Gusti, kami hanya menjalankan tugas.....”. ucap Tumenggung itu lagi seraya meminta ijin kepada Gusti Patih Setyo Pinangan untuk memeriksa rumahnya.
“Lakukanlah tugasmu Tumenggung Ranggas......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan dengan penuh wibawa. Maka prajurit yang berjumlah 8 orang itupun segera memeriksa dan menggeledah setiap sudut rumah kediaman Gusti Patih Setyo Pinangan, cukup lama hal itu terjadi, hingga ;
“Gusti Tumenggung......!!!”. seorang prajurit datang dengan membawa sebuah benda yang terbungkus kain putih ditangannya dan takkalah Tumenggung tersebut membukanya, berubahlah semua paras yang ada ditempat itu, termasuk wajah Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Pusaka Tombak Batara Geni.......”. ucap mereka hampir bersamaan.
“Dimana kau temukan pusaka ini prajurit.....?”
“Hamba menemukannya dikamar Raden Bintang Gusti Tumenggung........”. ucap prajurit itu lagi hingga semakin mengejutkan Gusti Patih Setyo Pinangan, bahkan mengejutkan istrinya termasuk Bintang sendiri. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat memandang Bintang dengan wajah tak percaya.
“Tidak, bukan Bintang yang mencurinya romo, Bintang tidak tahu kenapa sampai pusaka itu ada dikamar Bintang......?”. ucap Bintang berusaha membela dirinya, tapi Gusti Patih Setyo Pinangan hanya terlihat menarik napas panjang.
“Maaf Gusti Patih, kami hanya menjalankan tugas.....”. ucap Tumenggung tersebut terlihat mulai mengikat kedua tangan Gusti Patih Setyo Pinangan, tanpa perlawanan Gusti Patih Setyo Pinangan hanya membiarkan saja tangannya dibelenggu oleh para prajurit.
“Kanda.....kanda.....”. ucap istrinya dengan histeris melihat hal itu.
“Tabahkan hatimu dinda, tabahkan hatimu.......”. ucap Gusti Patih lagi mencoba menenangkan hati istrinya tercintanya terseut, sejenak ditatapnya wajah putra kesayangannya Bintang yang juga bersimbah air mata.
“Bintang, jaga bundamu.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi dengan lembut.
“Tapi bukan Bintang yang melakukannya romo.....”. ucap Bintang lagi.
“Ya romo tahu, romo percaya padamu anakmas, anakmas tidak mungkin melakukan hal itu.....”. ucap Gusti Patih dengan tersenyum. Dengan diiringi isak tangis dan deraian air mata, sosok Gusti Patih Setyo Pinangan dibawa sebagai tawanan dari tempat kediamannya.
Berita tentang ditangkapnya Gusti Patih Setyo Pinangan dengan cepat menyebar kemana-mana, berbagai pendapat beredar dimasyarakat, ada yang tidak percaya kalau hal itu dilakukan oleh putra Gusti Patih Setyo Pinangan, tapi sebagian lagi juga berpendapat berbeda.
Lima hari kemudian, Gusti Patih Setyo Pinanganpun dihadapkan pada Gusti Prabu Karang Sewu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan para pejabat dan petinggi kerajaan, Bintang dan istrinyapun ikut hadir ditempat itu. Beberapa hari sebelumnya Gusti Prabu Karang Sewu telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dan petinggi istana untuk memutuskan nasib Gusti Patih Setyo Pinangan dan banyak dari pejabat dan petinggi kerajaan yang masih tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi beberapa orang diantaranya terlihat terus mendesak Gusti Prabu Karang Sewu untuk menjatuhkan hukuman, karena walau bagaimanapun bukti sudah nyata kalau pusaka kerajaan tersebut ditemukan dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan, jika hukuman tidak dijatuhkan maka harkat dan martabat kerajaan Karang Sewu akan direndahkan oleh raja-raja tanah jawa lainnya dan hal inilah yang semakin membuat Gusti Prabu Karang Sewu serba salah, disalah satu sisi, hati nuraninya sangat tida
Matahari terlihat bersinar dengan teriknya menerpa bumi, sementara itu serombongan prajurit terlihat mengawal sebuah kereta kuda keluar dari perbatasan kerajaan Karang Sewu, dibarisan paling depan terlihat dua sosok laki-laki berparas penuh wibawa dengan pakaian kebesaran mereka sebagai seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu, matanya keduanya begitu terlihat tajam mengawasi keadaan disekitar mereka. Entah sudah seberapa jauh mereka meninggalkan perbatasan kerajaan Karang Sewu. Takkala salah seorang dari kedua Tumenggung itu mengangkat tangannya, dengan serta merta barisan prajurit yang ada dibelakangnya menghentikan langkah mereka. Lalu keduanya terlihat memacu kuda mereka mendekati kereta kuda tersebut, dari dalam kereta kuda, keluar beberapa sosok tubuh yang ternyata adalah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan beserta keluarganya. Kedua Tumenggung ini terlihat turun dari punggung kuda mereka. “Kami hanya bisa mengantar sampai disini Gusti.....”. ucap Tumenggun
Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu. “Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya. “Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”. “Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......” “Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-ak
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de
“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....” “Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu. Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya. “Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Set
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata