Dengan menggunakan Sembrani, bersama Sabina. Bintang memacu kudanya menuju Lembah Obat. Jarak lembah cukup jauh, saat malam datang menjelang, Bintang dan Sabina sudah tiba di Lembah Obat. Tempat kediaman salah satu guru Bintang. Peramal 5 Benua. Sabina sendiri tampak duduk dipelana belakang dengan memeluk pinggang Bintang.
“Apa kita sudah sampai, kanda?” tanya Sabina yang merasakan Bintang menghentikan lari kudanya.
“Benar dinda. Kita sudah sampai” ucap Bintang lagi. Bintang melompat turun dan membantu Sabina untuk turun dari pelana kudanya.
Dengan berjalan, Bintang dan Sabina menaiki Lembah Obat dan tiba disebuah gubuk tua yang ada dipuncak Lembah Obat, sebuah pintu gerbang yang tidak terlalu besar tampak menghadang langkah Bintang dan Sabina. Sudah lama sekali Bintang tidak datang ke Lembah Obat, begitu banyak perubahan ditempat itu.
“Guru..!” Bintang berteriak cuk
LEMBAH OBAT. Malam terlihat begitu sunyi, hanya suara binatang-binatang malam yang sesekali terdengar, sebuah bangunan tua tampak berdiri dipuncak Lembah Obat, keadaan sangat tidak terawat sekali, berbagai macam tanaman tampak tumbuh liar merambat dari satu tempat ketempat yang lain, bahkan dinding-dingin bangunan tua itu tampak dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang merambat. Beberapa nyala penerangan terlihat diberbagai sudut bangunan tersebut yang berasal dari terang api obor.Dari dalam bangunan tua itu, sayup-sayup terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang begitu indah terdengar, suara yang berasal dari seorang wanita berhijab panjang yang tampak dengan khusus’ membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, tapi tidak terlihat kitab ditangannya. Sosok itu adalah Sabina adanya, Sabina memang sudah hafal Al-Qur’an sejak berumur 9 tahun. Hal ini tentunya karena bimbingan ayahnya, Syekh Muhammad Azis Bin Ibrahim.Tak jauh dari Sabina yang tengah khusu&rs
“Siapa saja tokoh aliran putih yang tewas Satria? Apakah guru...” ucap Bintang berhenti, maksud guru disini adalah Peramal 5 Benua tentunya, karena Bintang tidak melihat gurunya tersebut saat ini.“Guru tidak apa-apa kang, yang tewas banyak. Selain kakek dan paman Randu. Juga sesepuh Raja Cebol dan sesepuh Raja Jangkung” ucap Satria lagi hingga membuat wajah Bintang berubah, Bintang teringat akan kedua sesepuh aliran putih yang berbeda bentuk ukuran tubuh itu. Tak disangka kalau keduanya sudah tewas.“Yang paling memukul golongan putih adalah kematian Datuk Langit ditangan Malaikat Gila” ucap Satria lagi, kali ini wajah Bintang berubah.“Datuk Langit..” ulang Bintang lagi dengan suara bergetar.“Sebaiknya kakang segera kembali ke Bukit Bayangan, kehadiran kakang akan memberikan dorongan semangat untuk para pendekar yang saat ini benar-benar membutuhkannya untuk mempertahankan dan membela kebenaran dari
Wajah tumenggung terlihat langsung berubah mendengar hal itu. “Maaf.. siapa nona-nona ini semuanya?” tanya tumenggung yang satunya lagi dengan sedikit ramah.“Aku Roro... istri Ksatria Pengembara dan juga cucu eyang Mandalaksana” ucap Roro dengan lantang kembali.Wajah kedua tumenggung ini mendadak pucat mendengar apa yang diucapkan Roro.“Apa kau percaya dengan ucapannya Ranggalawu?” tanya tumenggung yang satunya lagi setengah berbisik.“Aku juga tidak tahu, kalau benar cucu eyang Mandalaksana. Kita bisa mati ini..” ucap Tumenggung Ranggalawu lagi.“Sebaiknya kau cepat kembali ke pos 1 Sahdewa, laporkan mengenai hal ini kepada mahapatih Suryo Barata” ucap Tumenggung Ranggalawu lagi.“Baik..“ ucap tumenggung Sahdewa lagi seraya berkelebat dengan cepat pergi meninggalkan tempat itu.“Sekali lagi mohon maaf nona.. Situasi dalam keadaan perang, jadi setiap oran
Dengan bantuan dan bimbingan dari Bintang, Sabina kini tampak duduk disalah bebatuan dan menjulurkan kedua kakinya kedalam air yang berair jernih dan sejuk. Terlihatlah sepasang kaki yang begitu putih dan mulus milik Sabina yang memang sangat jarang terbuka. Dengan bahagia, Sabina tampak menggunakan kedua kakinya untuk bermain air. Bintang sendiri tampak duduk disebelahnya.Bintang tersenyum melihat kebahagiaan dan kegembiraan Sabina.“Terima kasih ya kanda” ucap Sabina tiba-tiba langsung merangkul kedua lengan Bintang.“Terima kasih untuk apa dinda?”“Untuk semuanya..” ucap Sabina tersenyum dari balik cadar yang dikenakannya.“Dinda senang, kanda mau menemani dinda sampai saat ini. Padahal sebenarnya kanda sudah sangat ingin kembali ke Bukit Bayangan. Terima kasih ya kanda. Terima kasih untuk semuanya..” ucap Sabina lagi seraya memeluk Bintang.“Berterima kasihlah kepada Allah dinda. Sem
Perlahan Bintang mulai melepaskan hijab dibagian kepala yang menutupi kepala Sabina, tapi cadar yang menutupi setengah wajahnya, tetap dibiarkan. Dan dengan hati-hati dan pelan-pelan, Bintang mulai membuka ikatan mata yang menutupi kedua mata Sabina, diputar berkali-kali hingga sampai putaran terakhir, dan terlihat Sabina masih memejamkan kedua matanya.“Ayo dinda” ucap Bintang mengajak Sabina untuk turun kebawah, merendamkan setengah tubuhnya bersama Bintang. Dengan berpegangan pada Bintang, kini Sabina sudah berdiri didalam air yang ketinggian mencapai dadanya.“Dinda sudah siap?”“Sudah kanda”“Begitu dinda membuka mata, pandang matahari yang ada dihadapan dinda, lalu segera celupkan wajah dinda kedalam air ya” ucap Bintang lagi, dan Sabina mengangguk mantap.“Sekarang dinda!” ucap Bintang lagi, dan Sabina dengan cepat membuka kedua matanya, seketika sinar matahari langsung masuk kedala
Dulu sewaktu masih menuntut ilmu dengan Peramal 5 Benua, Bintang sering dilatih atau berlatih sendiri dibawah derasnya guyuran air terjun yang ada di Lembah Obat itu, dan tak jauh dari Lembah Obat terdapat sebuah gubuk tua yang dulu sering Bintang gunakan untuk tidur sendiri setelah lelah berlatih. Dan gubuk tua itulah yang kini telah disulap oleh Bintang dengan indahnya. Malam itu Bintang mengajak Sabina ke gubuk tua itu untuk menikmati bulan madu malam pengantin mereka yang tertunda.Sabina sendiri merasakan jantungnya berdetak dengan kencang saat Bintang membawanya menuju ke gubuk tersebut. Sebagai seorang gadis yang masih sangat awam dalam hubungan lelaki dan perempuan, tentu saja Sabina merasakan tubuhnya gemetaran, tapi berusaha ditahan sekuat tenaganya agar tidak mengecewakan Bintang.Kreaakkk !Pintu gubuk terbuka dan terlihatlah isi dalam gubuk tersebut yang ternyata hanya ada sebuah peraduan, kedua mata Sabina terlihat membesar saat melihat isi didalam
“Aaahhhh” Sabina hanya mendesah saat tiba-tiba saja kedua tangan Bintang sudah menarik tubuhnya dan memeluk pinggangnya dengan kuat. Tapi Sabina tak marah, dan justru mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya keleher Bintang dan menekannya, kini Sabina sedikit lebih berani memberikan balasan lumatan yang hangat dan kuat kebibir Bintang, hingga Bintang semakin bersemangat memberikan balasan lumatan itu. Keduanya terlihat saling melumat dan saling memeluk dengan mesra. Bibir Bintang mulai bergerak nakal turun kebawah, leher jenjang putih dan mulus milik Sabina kini menjadi sasaran Bintang. Tangan Bintangpun mulai bergerak tak kalah nakal. Dari pinggang turun kebawah, Bintang memegang paha Sabina yang masih sebagian tertutup pakaian. Bintang remas sedikit paha itu. Suara “Eihh” keluar dari mulut Sabina, malu karena sentuhan Bintang. Tangan Bintang lantas nyelip ke bawah pakaian Sabina! Kulit tangan Bintang bersentuhan dengan kulit paha Sabina, dan Sabina makin deg-degan. Bintang te
Memang, Sabina merasa seperti mau pipis… “Haduh bagaimana ini, masa pipis di depan kanda?” batin Sabina menjadi malu sendiri. Sementara Jari-jari Bintang terus main di gerbang sorgawinya dan gak tahu kenapa, Sabina malah ngangkat-ngangkat bagian bawahnyanya! “Uuuuaaahhh… iyaaA!!” Bobol-lah pertahanan Sabina akhirnya, dan terdengar bunyi “Criiit” dari gerbang sorgawinya yang memuncratkan sesuatu. Aduhhh… malunya. Sabina merasa seperti barusan pipis di ranjang. (Belakangan Sabina tahu itu bukan pipis). Tapi… kok rasanya enak dan nikmat sekali, sampai ada yang keluar dari tubuhnya sesudah area terlarang dan gerbang sorgawinya dimain-mainkan Bintang? Sampai Sabina mengangkat pinggulnya ? “Itu buat permulaannya dinda sayang” Dan tahu-tahu saja, Bintang sudah membuka celananya, dan menempelkan… menempelkan… pilar pusakanya di belahan gerbang sorgawinya ! “Aduh, kanda…! Itu… Kok ditempel-tempel?!” kata Sabina lagi. Memang Sabina belum tahu banyak mengenai organ tubuh laki-laki. Sabi